The Cold Gaze

35 5 0
                                    

Baiklah, Kamis minggu keempat berjalan dengan cukup buruk. Zoe sudah marah-marah lewat telepon, memintaku untuk bertemu dengannya sekarang juga.

"Tidak bisa, Zoe. Aku mengajar," kataku dengan tegas sembari membuka pintu mobil. Ponselku terhimpit sisi kepala dan pundak karena tanganku sibuk memegang kopi di gelas kertas dan satunya lagi menyimpan tas. Aku tahu Zoe akan membicarakan soal Emma, dan entah ada pembahasan lebih buruk apa lagi yang membuatnya kini menggeram berkali-kali.

Zoe terdengar kesal. Nadanya meninggi dibandingkan tadi. "Memangnya sekolah itu menggajimu berapa, sih, Taylor? Sampai rela tidak mau bertemu denganku?"

Tidak pikir panjang, aku langsung menutup teleponnya dan menghempaskan diriku di jok mobil. Kututup pintu mobil dengan suara debum kencang dan melempar ponselku di jok sebelah. Bagus, Zoe sudah membawa-bawa soal penghasilan. Aku selalu tersinggung bilamana ada seseorang yang merendahkan perjuanganku sebagai guru. Ini adalah profesi utamaku, tidak mudah berkecimpung di dalamnya—dan sekarang Zoe malah menyenggol soal uang. Aku sempat berpikir ia sedang tidak dalam keadaan sadar ketika mengatakan itu. Ia hobi minum alkohol berkadar tinggi.

Aku menyetir agak ngebut, menyalip sana sini. Ketika sampai di sekolah, are parkir sudah agak penuh. Ketika aku turun, aku mengusap rambutku agar tidak sekusut wajahku.

"Good morning, Sir. Is there anything I can bring?" Satpam sekolah yang baru saja patroli di area parkir menawarkan bantuan.

Aku turun dari mobil, membuka pintu jok belakang dan mengambil tasku. "Tidak ada, Mr. Ted. Terima kasih," tolakku dengan ramah. Satpam sekolah memandangku agak lama ketika aku menyingkir darinya, mungkin wajah beteku terlalu jelas untuk dilihatnya.

Aku mengeluh ketika sampai di ruanganku, kopiku tertinggal di mobil. Jadi, aku langsung menyeduh kopi lain yang super panas dan mengesapnya, tidak peduli ia membuat lidahku terbakar. Hatiku jauh lebih panas sekarang. Aku menghela nafas dengan berat. Sepertinya aku agak stress akhir-akhir ini dan tidak dipungkiri, agak sedikit tertekan. Padahal, sejauh yang aku sadari, semua pekerjaanku sudah bisa lebih tertangani dengan baik. Semua kehidupanku, sejauh yang bisa kurasakan, membaik secara drastis. Sebenarnya.

Aku memutar tubuhku dari jendela ruang kepala departemen dan memandangi kantor pribadiku. Kantor ini terhitung cukup luas, walau tidak mewah, namun warna abu gelapnya mendominasi—dan ini adalah hal yang paling kusyukuri. Ruang departemen seni sama seperti ruangan kepala mata pelajaran lainnya, tidak terlalu banyak barang dan berkas berserakan dimana-mana. Semua rapih tertata, walau tidak sebagus ruang manajer atau CEO.

Dan tidak semewah ruangan pribadi milik Zoe...

Aku langsung ingat ucapannya saat di telepon tadi. Aku mengusap hidungku yang terasa gatal terkena asap dari cangkir. Aku menaruh gelasku dan duduk di kursiku, menunggu bel pergantian pelajaran berdering. Semenjak punya kantor sendiri, aku jadi lebih sering berdiam di sini, bukan di kelas seni yang punya banyak warna hiasan yang bisa mendistraksi pikiranku.

Itu dia. Bel berdering. Aku langsung mengambil map dan keluar. Selagi turun dari tangga lantai dua, aku merasa hampa. Sampai masuk ke kelas pun hatiku tidak lebih membaik pada saat melihat murid-muridku berbondong-bondong datang dengan wajah polos dan riang. Biasanya mood-ku akan langsung membaik dengan sendirinya ketika melihat mereka.

Selagi menunggu yang lain untuk datang, aku melihat Emma tengah memainkan pulpennya yang berbentuk—aku tak tahu—princess Disney atau tokoh pahlawan perempuan fiktif. Di sebelahnya, Kim sedang bercakap asyik dengan Ben di bangku dekat tembok.

Aku memerhatikan Emma, yang hampir tampak tidak dikenali dengan wajahnya yang murung. Ia tiba-tiba melirikku, aku tersenyum menyadari ia sungguh jelita dengan mata bulat itu. Tapi, tidak seperti perkiraanku bahwa ia akan tersenyum sambil tersipu, ia malah memandang kembali pulpennya yang digerakkan sedang melompat-lompat pelan di atas meja. Senyumku perlahan sirna, menyadari ada sesuatu yang sedang tidak beres dengan anak itu.

THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang