The Distress

41 6 5
                                    

Fransesca datang bersama Albert. Mereka menyingkap tirai ranjang klinik Effingham High. Emma sudah terbaring kaku, kedua tangannya terlipat di depan perutnya. Wajahnya jauh.. jauh lebih putih dari yang bisa mereka bayangkan. Albert, dengan tangan yang bergetar hebat dan Fransesca yang sudah menahan desakan pilu di sebelahnya, mereka berdua mendekati Emma yang sudah tertidur lelap untuk selamanya. Albert mendekatkan jari telunjuknya ke bawah hidung Emma yang tak lagi mengeluarkan udara apapun.

"You..." Albert menoleh kepada Mr. Taylor yang sedang berdiri dengan perasaan paling terguncang yang pernah ia rasakan. "What did you do to my sister?"

"I .. I tried to save her."

"SAVE HER FOR WHAT?!" Albert setengah berlari, berpindah tempat untuk mendekati Mr. Taylor. Kedua tangannya langsung mencengkeram kerah jas abu almamater milik lelaki itu, matanya berkilat-kilat penuh marah. "YOU KILLED HER!"

"I DO NOT KILL HER!"

"YES YOU DOOOOOO!!!!!!!!!!"

Mata hijau itu terbuka lagi untuk kesekian kalinya dalam kurun waktu tujuh jam malam ini. Ia tidak bisa tidur nyenyak, tidak setelah apa yang terjadi pada Emma. Tubuhnya perlahan bangkit, terduduk lagi, lalu melirik ke arah jam di sebelah ranjangnya. 1:05 a.m, itu artinya baru berganti satu jam menuju hari Sabtu. Sesuatu bergerak di sebelahnya. Zoe menyingkap selimut dan mengangkat tubuhnya, menangkap Taylor yang sedang diam melamun.

"Hey, babe." Zoe, dengan mata yang masih berat akibat mengantuk parah, terpaksa bangkit juga untuk mengecek kondisi kekasihnya. "Mimpi buruk lagi?"

Taylor menoleh sejenak dan mendorong bahu Zoe pelan. "Tidur aja, tidak usah dipikirkan."

Zoe menurut dan kembali merebahkan diri. Ia mengusap wajahnya, berusaha untuk tidur tapi tidak bisa terpejam senyenyak tadi setelah mengetahui Taylor tidak juga terlelap di sisinya. "Mimpi apa?"

Emma meninggal. "Bukan apa-apa, Zoe. Tidur aja ya? Aku mau bawa minum."

Taylor turun dari ranjang, meninggalkan Zoe yang masih penasaran. Ketika menutup  pintu kamar di belakangnya, mata Taylor semakin terbuka lebar tatkala ia melihat ada seseorang baru saja berlari turun dari tangga. Ia buru-buru kembali masuk ke dalam kamar dan mencari-cari benda tajam di laci.

"Taylor ada apa?!" Zoe ikut gelagapan.

"Ada seseorang di tangga bawah. Tunggu di sini. Siapkan nomor polisi." Taylor kembali ke area tangga dengan pisau yang digenggam erat di tangan kanannya. Ia turun dari tangga, secara perlahan dengan mata memicing menatap ke seluruh sudut rumah yang bisa ia jangkau.

Ada seseorang yang sedang duduk di depan ruang televisi. Ia melangkah semakin pelan, menyipitkan mata sebab kegelapan lampu yang redup menyulitkannya melihat lebih jelas. Lalu, ketika sudah dekat dengan dinding tempat saklar lampu berada, Taylor berlari dan menyalakan penerangan.

"WHO ARE YOU?!" Taylor berteriak. Seseorang yang sedang duduk di sofa itu menoleh. Wajahnya sama pucatnya dengan yang ada di dalam mimpi Taylor tadi. Dia masih memakai seragam sekolah di tengah malam begini.

"You should have not pull me to run that fast, Mr. Taylor." Suaranya menggema seperti angin yang datang sepoi-sepoi membuat bulu kuduknya meremang.

"Emma..." Taylor bergumam. 

Emma bangkit dari sofa, kedua tangannya mengepal kencang. "I CAN DIE, MR. TAYLOR! YOU COULD HAVE KILLED ME!" Emma berteriak marah.

"FORGIVE ME, EMMA! PLEASE FORGIVE ME! I JUST WANT TO SAVE YOU FROM CROWD!"

"LIARRR!"

THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang