A Teacher, A Brother, A Father

23 5 0
                                    

"Jadi?" tanya Mr. Taylor.

"Tuhan baik lagi—dan selalu baik. Miller muntah-muntah, mungkin terlalu banyak pikiran dan efek naik pesawat? Aku tidak tahu. Albert sudah pakai jaket padahal. Jadinya dia sampai harus merawat Miller dulu karena mendadak meriang parah," jelas Emma. "Jadi, terima kasih muntahan Miller. Kalau Albert jadi naik pesawat yang celaka itu, aku kayaknya bakalan jadi orang yang menangis paling kencang. Dan juga kalau Albert sampai meninggal, aku akan menyesal gak ikut mum dan dad aja waktu itu."

Mr. Taylor tersenyum lega. Setidaknya Albert selamat dan Emma tetap hidup. Ditatapnya gadis cantik yang sedang berbaring di samping kirinya. Sisi wajah itu begitu indah untuk dipandang. Lelaki itu sedari tadi tidak melepaskan genggamannya barang sedetik pun, takut kehilangan Emma untuk kedua kalinya.

"Berhenti ngelihatin gitu, Sir." Emma tampak gelisah. Dia tidak menoleh balik pada Mr. Taylor.

"Kenapa memangnya? Keberatan?"

"Enggak.. cuman.. ih, sana lihatnya." Emma menggerakkan kepalanya balas menatap Mr. Taylor yang sengaja tidak menurut.

"Tidak mau," jawab Mr. Taylor. Emma berdecak, ia malah menoleh ke arah kiri, sehingga wajahnya tidak kelihatan sama sekali. "Loh? Sini, Emma," pinta Mr. Taylor.

"Gak."

"Ms. Anderson..." panggil Mr. Taylor.

"Gak."

"Tidak sopan ya kamu."

"Gak."

"Baiklah, saya pulang." Mr. Taylor hendak bangkit tapi Emma buru-buru duduk dan menahan lengannya.

"Jangan jangan," ucap Emma dengan cepat. Mr. Taylor kembali ke posisi awal. Sudah hampir setengah jam mereka berdua telentang di atas rumput sintetis halaman rumah sakit, memandangi langit yang biru cerah dengan awan yang terbang bergerak-gerak lembut. Matahari juga tidak terik, hanya menimbulkan rasa hangat yang menenangkan.

Beberapa perawat yang lewat menganggap Mr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa perawat yang lewat menganggap Mr. Taylor adalah kakak yang menjaga adik perempuannya jalan-jalan keluar kamar seraya memakai selang oksigen. Tidak ada yang tahu Mr. Taylor adalah guru dari murid tersebut. Jika saja mereka tahu, pasti akan mencerca Mr. Taylor akan masuk penjara karena hubungan terlarang dan membahas soal penjara pedofilia.

Meski begitu, semenjak berita kecelakaan pesawat kemarin, sesak Emma kambuh dan jantungnya sempat sakit lagi. Sehingga, ia harus memakai alat bantu pernafasan sampai hari ini. Untunglah Albert datang tadi pagi ke rumah sakit dengan keadaan sehat tanpa kurang satu apapun.

Emma melirik tangan mereka yang masih saling bertaut erat. Mr. Taylor mengusap-usap jemari Emma. Hari ini ia sengaja memundurkan jadwal mengerjakan pesanan lukis menjadi nanti malam hanya untuk menjenguknya.

"Mr. Taylor kapan sidang akhir?" tanya Emma.

Mr. Taylor menatap kekasihnya. "Bulan depan. Tanggal 22. Mau datang?"

THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang