Baru hari kedua setelah libur semester, anak kelas A tahun 11 sudah mendapatkan hot news baru dari George yang tidak sengaja mendapat informasi dari ruang guru.
"Guys! Guys! Guys! Gosipppp gosipppp!" George dengan tubuh gemulainya masuk ke dalam kelas, wajahnya terkaget-kaget, ia hampir tersandung kakinya sendiri saking semangatnya. Untunglah sedang tidak ada guru, jadi George leluasa untuk berbicara keras-keras.
Ben, Kim, Grace, dan Charlotte yang sedang berkumpul untuk saling menyontek tugas sejarah langsung terpecah.
"Gosip apa?" tanya Kim. Bukan hanya mereka yang ingin tahu, seluruh kelas juga ikut mengamati.
"I think we have new art teacher." George menjawab. Seisi kelas senyap. Semua obrolan terhenti. Ben menjatuhkan pulpennya.
"BOHONG!" seru Ben.
"KATA SIAPA ITU GEORGE?!" tanya Kim panik.
"KENAPA KAMU BILANG GITU?!" sahut Grace. Ia keluar dari bangkunya dan menghampiri George dengan jarak yang sangat dekat, meminta penjelasan.
George melangkah mundur, ia melihat seisi kelas menunggu penjelasannya.
"Kamu gak nge-prank kita 'kan?" Kim memicingkan mata.
"Ada guru perempuan berambut blonde. Mirip Elle Fanning!" kata George.
"Kita tidak peduli guru itu mirip siapa atau bagaimana rupanya, George. Mana Mr. Taylor?" Ben bersungut-sungut.
George mengangkat tangannya, meminta teman-temannya untuk sabar, dia belum selesai. "Itulah dia. Meja Mr. Taylor digantikan guru itu!"
Kelas sunyi lagi. "Nooooooouuuuuuu!!!!" Ben meratap. Ia terduduk di pinggir meja Grace dan meraung, memeragakan kesedihan yang luar biasa besar.
Kim mengusap bahu Ben yang gemuk. "Sabar, Ben."
"Sabar gimana? Mr. Taylor gak pamit apa-apa. Dia pindah kemana, sih?" Ben mendongak sedih. Kim sedikit terkejut Ben ternyata hatinya memang selembut dan sesensitif itu, buktinya matanya sekarang berkaca-kaca.
"Beneran guru seni?" Edward sang ketua kelas baru—menggantikan Sean—ikut menghampiri. Ia merasa dad tidak menceritakan apa-apa.
"Lah itu ayahmu bilang apa?" tanya Charlotte yang sedari tadi bergeming, merasa tidak kuat kalau Mr. Taylor sampai tidak mengajar lagi di sana. Dia pasti akan mati bosan belajar seni.
Edward menggeleng. "Dad tidak seperti yang kalian kira. Dia selalu enggan menjawab pertanyaanku tentang guru, atau pekerjaannya, atau rahasia di Effingham High."
"Yeah, kamu pernah cerita kalian tidak sedekat itu," sahut Ben. Matanya merah, menahan tangis. Dia sungguh sayang pada Mr. Taylor. "Kalau beliau keluar, aku harus curhat ke siapa lagi?" Ben menutup mata dengan lengannya. Edward berjongkok di sebelah Ben dan menepuk punggungnya yang hangat. Melihat Ben seakan rapuh seperti itu, George berinisiatif untuk menyerahkan dirinya menjadi pendengar yang baik.
"Kau boleh ceritakan apapun soal perceraian orang tuamu padaku, Ben," kata George, berkata dengan anggun. Edward ingin sekali tertawa melihat remaja laki-laki gemulai itu memasang wajah serius—sangat tidak cocok. "I'm here for you."
"No!" tolak Ben. Ia menatap George. "Aku tidak percaya padamu. Kamu tukang gosip!"
Seisi kelas tertawa. George tidak tersinggung, ia malah ikut terkekeh dengan fakta yang ada. Dia memang kurang bisa jaga mulut dimana pun dan kapan pun.
Setelah mendengar berita dari George, Kim dan Ben membuktikan sendiri untuk melihat guru baru itu. Benar saja, papan nama di meja Mr. Taylor berganti menjadi Ms. Sabrina Parker. Mejanya kosong, tapi ada tas merah gelap yang disimpan di atas kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]
RomanceWAKE ME UP WHEN I SLEEP 4. The Anderson family-more specifically their children-are known as siblings who are busy with their respective works. Even though they lived in the same large semi-palace house for many years, their warmth was indeed very s...