"Paman. Kita sudah sampai mana?"
Paul menghela napas untuk yang kesekian kalinya, kali ini ia benar-benar jengah dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Sabina, "Mau sampai berapa ratus kali kamu menanyakan hal yang sama?"
Sabina cekikikan, "Aku kan hanya bertanya." jawabnya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Nek. Apa kamu membawa lem? Tutup mulutnya menggunakan lem." ucap Paul mengadu pada Matilda yang memang sejak awal perjalanan hanya menyimak perdebatan Sabina dan Paul.
Matilda geleng-geleng kepala dan tersenyum geli dengan tingkah keduanya, "Kita baru akan memasuki wilayah kerajaan Glacier." jawabnya dengan sabar.
"Lihat? Nenek saja sabar menjawab pertanyaanku."
Paul menarik napas dalam, mensugesti dirinya sendiri untuk tidak emosi menghadapi cucu cerewet Matilda yang satu ini, "Bagaimana aku bisa sabar?! Kamu menanyakan hal yang sama setiap 5 menit sekali! Sekarang tutup mulutmu dan nikmati saja perjalanan penuh kesenangan ini. Lihat Grace, dia yang anak kecil saja tidak secerewet dirimu." tunjuknya pada Grace yang anteng memakan makanannya.
Grace yang namanya disebut hanya bisa menatap keduanya dengan tatapan polos. Wajahnya yang imut, terlihat makin menggemaskan dengan kedua pipi yang penuh dengan makanan. Sabina mengerucutkan bibirnya dan bersedekap dada.
Perjalanan pun seketika hening karena Sabina turut sibuk dengan makanannya. Melihat Grace makan dengan lahap, membuatnya lapar. Suasana begitu tentram karena biang rusuh tengah sibuk dengan kegiatannya, hanya terdengar suara kereta kuda yang melaju di tengah-tengah pepohonan yang rindang.
Tiba-tiba, sesuatu yang melesat dengan cepat melewati kuda milik Paul, membuat kuda itu memekik keras dan hilang kendali. Kereta kuda pun bergoyang dengan keras, Grace menjerit ketakutan bahkan sampai memeluk tubuh Sabina dengan erat.
Lantas, beberapa bandit yang bersembunyi di atas pohon pun melompat turun. Mengelilingi kereta kuda milik Paul dan menutup akses jalan mereka. Paul dan Matilda terlihat panik, Grace mulai menangis ketakutan, sedangkan Sabina berusaha bersikap tenang.
"Turun kalian semua! Serahkan harta kalian!"
"K-kami tidak punya barang berharga apa pun. Kami hanya rakyat jelata." ucap Paul dengan kedua tangan ke atas.
"Kalau aku bilang turun! Turun cepat!"
Akhirnya, mau tidak mau mereka turun dari kereta kuda dan langsung bersimpuh di samping kereta kuda dengan kedua tangan di atas. Para bandit itu pun mengobrak-abrik barang bawaan mereka dan menemukan kantong yang berisi beberapa koin perak.
"J-jangan ambil uang itu. Itu uang kami satu-satunya." ucap Matilda dengan penuh permohonan.
"Arrgghh.. berisik!" sentak salah satu dari mereka lalu menendang tubuh Matilda sampai tersungkur ke depan.
"Nenek." jerit Grace menghampiri Matilda dan langsung memeluk tubuh neneknya itu.
Saat salah satu dari mereka hendak menginjak Grace, tubuh bandit itu langsung terlempar jauh begitu Sabina menendang tubuhnya lebih dulu. Bandit itu menabrak pohon dan pingsan di tempat. Suasana pun hening, Paul dan para bandit itu menatap shock ke arah Sabina.
"Wahhh.. pelacur ini benar-benar cari mati." ucapnya menatap marah ke arah Sabina.
"Kita bunuh saja bos."
"Jangan dulu dibunuh bos. Kita setubuhi dulu secara bergilir, baru kita bunuh."
Tawa-tawa menyebalkan dari para bandit itu pun menggema di area tersebut.
Sabina tersenyum smirk, senyum yang terlihat menyeramkan bagi siapa pun yang melihatnya, "Lakukan." ucapnya sambil menggerakkan tangannya menyuruh mereka mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Neverland
FantasyDunia ini tidak ada ujungnya, dia adalah permulaan, juga merupakan akhir.