Sabina berjongkok di hadapan Grace yang tengah duduk di sisi ranjang, menggenggam kedua tangan anak itu dan Grace hanya menatap Sabina dengan tatapan polosnya.
"Grace... Kamu tahu kan kalau aku bukan berasal dari Neverland?"
Grace mengangguk.
"Kamu juga tahu kan kalau dewi Cliodhna ada di dalam pikiranku. Dewi Cliodhna meminta bantuanku untuk menyelamatkan jantung pohon kehidupan agar dunia ini tidak hancur karena orang-orang jahat."
Lagi-lagi Grace mengangguk.
"Orang-orang jahat itu mulai bergerak. Kita harus pergi dari sini dan tinggal di istana Atlanterra agar aman."
"Berarti rumah ini akan kosong?" Tanya Grace dengan ekspresi sedih, karena bagaimanapun rumah ini adalah peninggalan neneknya, banyak kenangan di rumah ini.
Sabina terdiam, paham dengan apa yang dirasakan Grace. Perasaan bersalah menyeruak ke relung hatinya. Ini semua salahnya, orang baik seperti Matilda dan Grace yang harus menanggung semuanya. Kehidupan mereka yang tentram jadi seperti ini.
"Paman Paul yang akan menjaga rumah ini. Aku tidak bisa membiarkanmu tinggal bersama paman Paul. Jika semuanya membaik, kita akan kembali."
Grace terdiam. Otak kecilnya berusaha berpikir dengan keras. "Istana Atlanterra sangat jauh. Bagaimana kita bisa ke sana?"
"Kita bisa menggunakan kereta kuda punya nenek. Aku harus memastikan kamu aman di depan mataku. Jika kamu tinggal bersama paman Paul, aku sedikit susah untuk memantau. Aku bukan penyihir yang bisa menghilang dalam sekejap jika terjadi sesuatu padamu."
Grace tersenyum mendengar ucapan Sabina, lalu menganggukkan kepalanya. "Aku ingin ikut denganmu."
Sabina tersenyum lalu memeluk tubuh Grace sejenak. "Sekarang kita rapihkan barang-barang yang penting untuk dibawa ke istana Atlanterra."
"Hmm." Grace mengangguk semangat, lalu turun dari ranjang untuk membereskan barang-barangnya.
Sabina menarik napas. Ia menatap surat peninggalan Matilda yang sudah diremas, lalu memasukkannya ke dalam kantong bajunya. Ia pun mulai membereskan barang-barang yang menurutnya penting ke dalam tas besar, termasuk pakaiannya saat pertama kali tiba di dunia ini.
Setelah mem-packing cukup banyak barang, Sabina meletakkan barang-barangnya itu ke atas kereta kuda. Ia juga membantu Grace untuk naik ke atas kereta kuda. Sabina menarik napas lalu menatap rumah sederhana milik Matilda.
"Aku pasti akan pulang ke rumah ini. Tunggu aku," lirih Sabina lalu naik ke atas kereta kuda. "Sekarang kita ke rumah paman Paul dulu, kita harus berpamitan pada mereka."
Grace mengangguk dan Sabina mulai menjalankan kereta kudanya menuju rumah Paul.
Sesampainya di sana, rumah itu terlihat sepi karena pasti sepasang suami istri itu sedang berada di pasar. Sabina pun memilih menyelipkan surat yang sempat ia tulis di kotak surat yang berada di samping rumah.
"Paman Paul, bibi Barbara. Aku dan Grace pamit, jaga diri kalian. Maaf aku tidak bisa menceritakan semuanya sekarang, tapi suatu hari nanti aku pasti akan jujur pada kalian," gumam Sabina sambil menatap rumah itu dengan seksama.
Setelahnya ia kembali naik ke atas kereta kuda dan menjalankan kereta kuda itu meninggalkan desa Kelna.
"Kita sarapan dulu di pasar, oke?" Ucap Sabina yang membuat Grace mengangguk semangat, kebetulan ia juga sudah merasa lapar.
Sabina segera menjalankan kereta kudanya menuju pasar di mana biasa nenek matilda berdagang.
Sesampainya di pasar, Sabina mencari tempat makan yang terdapat lahan untuk kereta kudanya. Setelah berjalan cukup jauh, Sabina melihat tempat makan yang lumayan ramai dan terdapat lahan parkir yang luas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Neverland
FantasyDunia ini tidak ada ujungnya, dia adalah permulaan, juga merupakan akhir.