💫 - Dua Puluh Satu

849 73 28
                                    

Michelle duduk di sofa samping jendela dengan memeluk kedua kakinya dan meletakkan dagunya di atas lutut. Tatapan matanya menatap lurus keluar, memperhatikan pemandangan sekitar istana Atlanterra.

Ia sedang bersedih karena mendengar matilda meninggal dunia dan itu membuat Sabina tidak bisa ikut ke kekaisaran Wonderland.

Ia sudah sumringah saat melihat kedatangan James kembali ke istana, sayangnya pria itu hanya datang seorang diri dan menceritakan kenapa Sabina tidak bisa ikut pulang.

Ia menghela napas lalu terdengar ketukan pintu kamarnya, ia menoleh dan mendapati ibunya yang berdiri di depan pintu.

“Boleh ibu masuk?”

Michelle tersenyum. “Masuk saja bu. Kenapa harus ijin segala?”

Elizabeth tersenyum dan masuk ke dalam kamar putrinya itu. Ia duduk di hadapan Michelle dengan kaki kanan yang bertumpu pada kaki kirinya. “Memikirkan Sabina?”

Michelle tersenyum tipis sambil membenarkan posisi duduknya.

“Tenang saja. Sabina tidak akan diberhentikan, mungkin hanya kondisinya yang tidak memungkinkan untuk ikut ke kekaisaran Wonderland. Kematian seseorang tidak ada yang tahu, putriku. Dan juga pertunangan Brian tidak mungkin diundur hanya karena Sabina tidak bisa ikut kita.”

“Aku tahu, bu. Aku hanya sedih sesaat saja. Tidak mungkin saat pertunangan kakak, aku malah menampilkan wajah sedih hanya karena kak Sabina tidak ikut. Cuma bagaimana ya aku menjelaskannya, aku merasa aman jika ada kak Sabina disekitarku, bukan berarti aku tidak percaya dengan penjagaan para ksatria istana. Tapi, ibu pasti paham maksudku.”

Elizabeth tersenyum. “Ya. Aku paham, nak.”

“Sebenarnya ada beberapa hal juga yang ingin aku bicarakan denganmu, bu.”

“Katakanlah.”

“Semakin dekat dengan pertunangan kak Brian. Aku merasa apa pertunangan ini benar?”

“Kenapa kamu berbicara seperti itu?” Tanya Elizabeth heran.

Michelle menghela napas. “Ibu memang tidak merasakan perubahan pada kak Brian? Sikap kak Brian akhir-akhir ini itu sebagai bentuk pemberontakannya pada ayah, tapi ayah tidak mau mengerti. Ayah terlalu memaksakan kehendak, aku takut kedepannya malah berantakan. Aku bukannya tidak menyukai kak Teresa dan orang tuanya, hanya saja aku sedih melihat kak Brian seperti itu.”

Elizabeth terdiam mendengar ucapan putrinya.

“Selama ini ayah sering menjodohkan kak Brian dengan para putri dari kaum bangsawan mana pun. Begitu kak Brian menolak, ayah tidak pernah protes. Tapi saat ayah tahu kalau kak Brian menyukai kak Sabina, ayah langsung memaksanya untuk bertunangan dengan putri mahkota dari kekaisaran sebelah.”

“Michelle. Orang tua hanya ingin yang terbaik untuk anaknya.”

Michelle menggeleng. “Terbaik untuk ayah dan ibu, bukan untuk kak Brian. Apa karena kak Sabina adalah seorang pelayan jadi kalian tidak ingin kak Brian bersanding dengannya?”

“Maafkan ibu,” lirih Elizabeth sambil mengusap kepala putrinya. “Kamu seharusnya paham bagaimana watak ayahmu.”

Michelle mengangguk. “Aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan kak Brian dan kak Teresa. Lagi pula James sepertinya menyukai kak Sabina. Aku akan menjodohkan mereka saja.”

Elizabeth tersenyum geli. “Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?”

“Terlihat jelas dari tatapan James ke kak Sabina. Tapi James masih menghargai kak Brian yang menyukai kak Sabina. Tapi karena kak Brian akan bertunangan, sepertinya itu kesempatan untuk James mendekatinya.”

The Legend of NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang