Hari yang ditunggu pun tiba, di mana keluarga dari kekaisaran Wonderland akan datang berkunjung.
Keluarga kekaisaran terlihat berdiri di dekat pintu masuk untuk menyambut keluarga dari kekaisaran Wonderland. Para pelayan pun turut berjejer di lorong istana itu, sedangkan Sabina berdiri di belakang Michelle.
Tak lama, keluarga kekaisaran Wonderland pun memasuki istana dan langsung disambut dengan hangat oleh kaisar Henry dan permaisuri Elizabeth.
Sabina memperhatikan satu persatu wajah mereka. Sang kaisar, Kenneth MacAlpin memiliki wajah tegas seperti kaisar Henry namun terdapat aura kelembutan diwajahnya. Sang permaisuri, Caroline MacAlpin wajahnya cantik dan aura keibuannya begitu kuat. Dan yang ditunggu-tunggu, sang putri mahkota, Teresa MacAlpin.
Gadis itu tersenyum begitu sumringah menatap Brian. Sabina memperhatikan interaksi keduanya dengan seksama. Walaupun Brian seperti tidak antusias, tapi pria itu tetap merespon Teresa dengan sopan.
"Ini pasti Michelle." Teresa terlihat menangkup wajah putri mahkota Neverland itu. "Ya ampun.. sudah berapa lama kita tidak bertemu. Dulu kamu masih sangat kecil, selalu mengikuti Brian dan aku ketika sedang main."
Oh, teman masa kecil rupanya. Sabina membatin dan tidak sengaja melirik Brian, yang ternyata pria itu juga sedang menatap kearahnya. Sabina buru-buru mengalihkan pandangannya, membuat Brian tersenyum geli.
Kaisar Henry pun mengintruksi mereka untuk lanjut berbincang di ruang keluarga. Sabina yang sadar, jika ia tidak memiliki kepentingan di sana pun memilih keluar. Berjalan-jalan di halaman belakang istana.
"Putri mahkota Teresa sangat cantik dan putra mahkota Brian malah menyukai wanita lain. Aneh-aneh saja." Sabina menendang-nendang batu yang ada di sana dan tidak sengaja malah mengenai seseorang.
"Aduhhhhh."
Sabina tersentak dan menutup mulutnya kaget saat melihat James yang tampak mengusap-usap kepalanya.
Pria itu menatap tajam ke arah Sabina. "Kau ini ada masalah apa, huh?"
Sabina berlari kecil menghampiri James. "Maaf tuan James, aku tidak sengaja."
"Kalau kau marah dan cemburu, tidak perlu melampiaskannya padaku."
"Hah? Cemburu kenapa? Cemburu pada siapa?" Tanya Sabina bingung.
"Lupakan."
Sabina mengerucutkan bibirnya dan memperhatikan James yang sedang mengusap-usap kudanya. "Siapa nama kuda ini?"
"Tidak ada nama."
Sabina berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Kamu memang tuan yang tidak perhatian pada peliharaannya."
"Aku tidak sekurang kerjaan itu dengan memberikan nama pada hewan-hewan di sini."
"Ya tidak perlu semua. Cukup kuda ini saja yang kamu beri nama."
"Tidak penting."
"Kalau begitu, aku yang akan memberikannya nama."
James menatap pada Sabina.
"Aku akan menamainya Luna," ucap Sabina dengan senyum cerianya.
James menganga mendengar ucapan Sabina. Ia pun menyentil dahi gadis itu dan membuat Sabina meringis. "Kuda ini jantan. Bisa-bisanya kau memberi nama Luna."
"Aku mana tahu jika kuda ini jantan. Aku hanya teringat dengan kucingku yang bernama Luna yang sudah mati. Jadi aku memberinya nama Luna," ucap Sabina yang teringat dengan kucingnya di dunia nyata. Kucing gembul itu mati karena tertabrak mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Neverland
FantasyDunia ini tidak ada ujungnya, dia adalah permulaan, juga merupakan akhir.