"Rencana gagal."
Pranggggg.
Bunyi pecahan botol kaca yang dibanting oleh pria berjubah hitam itu menggema di ruangan yang tampak temaram. Napas pria itu tersenggal karena emosi yang membara.
"Bodoh! Membunuh putri mahkota saja kalian tidak becus!"
"Rencana ini gagal karena pelayan pribadi putri mahkota ikut campur. Aku juga heran, bagaimana bisa pelayan itu mengetahui ada racun di dalam puding itu."
"Melawan pelayan saja kalian tidak bisa!"
"Sepertinya kali ini kaisar tidak sembarangan mempekerjakan seseorang."
"Aku tidak mau tahu! Siapa pun yang berada di samping putri mahkota, harus kalian bunuh juga!"
Mereka saling menatap satu sama lain, lalu menganggukkan kepalanya. Pria itu mengibaskan jubahnya dan berbalik pergi. Setiap langkahnya menimbulkan kengerian, tatapan pria itu sangat tajam, menatap lurus ke depan.
Ia masuk ke dalam ruangan dengan nuansa merah dan hitam. Di tengah ruangan itu terdapat peti mati yang berisi seseorang. Peti mati itu di kelilingi oleh pilar-pilar dan sulur-sulur dedaunan tampak menyambung satu sama lain.
"Sebentar lagi. Sebentar lagi," ucapnya dengan tangan yang mengepal erat. "Sebentar lagi aku akan berkuasa." Ia pun tertawa dengan begitu gilanya.
Suasana di ruangan itu menjadi mencekam. Burung-burung yang hinggap di pohon yang mengelilingi bangunan besar itu pun berterbangan, bersamaan dengan tawa pria itu yang terus menggema.
*
*
*
*
*"Apa ada sesuatu yang mengganggumu, putri Michelle?" tanya Sabina yang tengah menyisir rambut Michelle, ia sedikit heran karena sejak tadi Michelle terus menghela napas.
"Satu bulan lagi pangeran Chris akan berulang tahun. Aku belum menyiapkan kado yang spesial dan juga gaun."
Bibir Sabina berkedut mendengar ucapan Michelle. Hari ulang tahun masih satu bulan lagi, tapi majikannya ini sudah pusing memikirkan gaun? Okelah kalau dia memikirkan kado, sedangkan ini? Gaun yang dia pikirkan, padahal di dalam lemari banyak sekali gaun-gaun yang indah.
"Bukankah kamu masih memiliki gaun yang indah di dalam lemari?"
Michelle mengerucutkan bibirnya. "Itu baju lama semua. Aku ingin baju baru, aku ingin tampil beda di acara ulang tahun pangeran Chris."
"Sepertinya kamu begitu menyukainya."
Senyum Michelle mengembang dengan sempurna, ia membalik badannya untuk menatap Sabina. "Apa begitu ketara?"
Sabina tertawa pelan. "Orang yang baru pertama kali bertemu dengan kalian, pasti akan memiliki pikiran yang sama denganku."
Dalam sekejap, senyum manis Michelle digantikan dengan ekspresi sedih. Ia kembali menatap cermin. "Tapi, aku tidak tahu apakah pangeran Chris memiliki perasaan yang sama denganku."
"Tentu saja pangeran Chris menyukaimu juga. Memangnya siapa yang bisa menolak pesona putri mahkota kekaisaran Neverland?" ucap Sabina menyemangati Michelle, membuat senyum gadis itu kembali mengembang.
"Begitukah?"
Sabina mengangguk yakin.
"Kamu sudah seperti seorang cenayang."
"Anggap saja seperti itu," ucap Sabina dan tiba-tiba ia memiliki ide diotaknya. Ia pun bersimpuh di samping Michelle yang duduk di kursi riasnya. "Putri Michelle. Apa aku boleh mengutarakan ide yang ada dipikiranku ini?"
"Apa itu?"
"Ijinkan aku merancang gaun untuk kamu kenakan saat pesta ulang tahun pangeran Chris. Kamu sebutkan saja ingin gaun yang seperti apa, nanti aku buatkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Neverland
FantasyDunia ini tidak ada ujungnya, dia adalah permulaan, juga merupakan akhir.