Michelle menatap Sabina dan kakaknya dengan heran, seperti terjadi sesuatu di antara keduanya. Sebenarnya, sejak kemarin ia sudah merasakan keanehan itu. Tapi ia berusaha mengabaikannya.
Hari ini, mereka berpapasan menuju ruang makan. Lagi-lagi Sabina langsung menundukkan kepalanya dan berusaha menghindari tatapan Brian, membuat Michelle akhirnya bersuara.
"Sebenarnya kalian ini kenapa?"
Sabina dan Brian kembali bertatapan, tapi Sabina langsung mengalihkan pandangannya ke arah Michelle.
"Maksud putri Michelle apa?" Tanya Sabina pura-pura tidak mengerti.
"Apa yang terjadi pada kalian berdua?"
Brian mengedikkan bahunya acuh dan memilih masuk ke ruang makan. Michelle langsung menatap Sabina dengan tatapan memicing curiga.
"Tidak terjadi apa-apa putri Michelle. Mungkin itu hanya perasaanmu saja."
Michelle bersedekap dada. "Begitukah?"
"Ayo, kaisar dan permaisuri sudah menunggu untuk sarapan," ucap Sabina berjalan lebih dulu memasuki ruang makan.
Michelle mengetuk-ngetukkan jarinya di dagu, ia berpikir dengan serius. "Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Michelle pun memasuki ruang makan, lalu duduk di kursinya. Ia bisa melihat kakaknya sesekali mencuri pandang pada Sabina yang sedang meletakkan makanan di atas meja.
Begitu makanan sudah tersaji, Sabina pun undur diri. Ia berjalan menuju dapur melalui pintu yang terhubung dengan ruang makan. Di sana, Sabina sarapan bersama pelayan-pelayan yang lain.
"Sabina. Bagaimana kondisi bahumu?" Tanya salah satu pelayan di sana.
"Sudah lebih baik. Padahal tabib istana mengatakan sembuhnya akan lama karena lukanya cukup dalam. Tapi ternyata bisa secepat ini, tabib istana saja sampai keheranan."
"Mungkin dewa dan dewi membantu proses penyembuhanmu," celetuk salah satu dari mereka bermaksud bercanda, membuat yang lain tertawa.
Sabina tertawa, tapi pikirannya melayang mendengar ucapan itu. Mungkin benar jika dewa dan dewi membantu penyembuhannya, atau ternyata Cliodhna yang turut menyembuhkannya?
"Tapi kamu begitu berani, menghalangi anak panah itu agar tidak mengenai putri mahkota." Puji mereka dengan kagum.
Sabina tersenyum. "Sebenarnya itu hanya gerak reflekku sebagai seorang pelayan, karena bagaimanapun aku bertugas melayani putri mahkota. Jadi saat putri mahkota dalam bahaya, diriku langsung bergerak dengan sendirinya."
"Hei.. kalian tahu tidak? Katanya besok keluarga dari kekaisaran seberang akan berkunjung ke sini," ucap salah satu dari mereka mengalihkan topik pembicaraan.
"Hah? Kamu serius?"
Pelayan itu mengangguk. "Aku dengar dari madam Adele. Katanya mereka akan membahas perihal perjodohan putra mahkota Brian dan putri mahkota Teresa."
Sabina terdiam mendengar ucapan mereka. Entah kenapa ia menjadi tidak selera makan, ia hanya mengaduk-aduk makanan dipiringnya. Hatinya pun menjadi tidak karuan entah karena apa.
Sabina berdeham, menginterupsi mereka. "Maaf aku memotong pembicaraan kalian. Bukankah di sini hanya ada satu kekaisaran yaitu kekaisaran Neverland?"
Para pelayan itu menatap Sabina dengan aneh, seolah pertanyaan Sabina adalah suatu hal yang konyol untuk dipertanyakan.
"Kamu selama ini sebenarnya tinggal di mana?" Tanya salah satu pelayan sambil tertawa geli dengan pertanyaan Sabina, yang lain pun ikut tertawa.
Sabina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku tinggal di desa Kelna dan aku tidak terlalu peduli dengan dunia luar. Para kaum bangsawan saja, aku baru tahu saat ada pertemuan waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Neverland
FantasiaDunia ini tidak ada ujungnya, dia adalah permulaan, juga merupakan akhir.