💫 - Dua Puluh Sembilan

724 59 18
                                    

Sabina berdiri di depan lukisan dewi Cliodhna. Ia memperhatikan dengan seksama lukisan tersebut, mulai dari atas sampai ke bawah. Tangannya terulur untuk menyentuh lukisan tersebut, ia begitu kagum dengan detail lukisannya.

"Kalian jadi terlihat mirip, kan?"

Sabina menoleh ke arah Michelle yang berdiri disampingnya. "Aku merasa terhormat mendengarnya. Tapi tetap saja, dewi Cliodhna tidak ada tandingannya."

"Aku sudah mengetahui semuanya. Kalau kamu dan yang lain akan pergi ke wilayah Glimmer."

"Ya. Aku harus mempersiapkan diri."

Michelle menjadi mellow. Air matanya menetes membasahi pipinya. "Maafkan aku karena memberikan beban ini padamu, kak. Maafkan aku karena kamu harus memikulnya sendiri. Maafkan aku atas segalanya."

Sabina menatap Michelle dalam diam, lalu menarik putri mahkota kekaisaran Neverland itu ke dalam pelukannya. Ia mengusap punggung dan kepala Michelle dengan sayang, membuat Michelle semakin menangis dengan terisak.

"Tidak ada yang perlu disalahkan. Ini takdirku, putri Michelle. Justru aku akan sakit hati jika kamu benar-benar dijadikan tumbal untuk pemanggilan arwah Daragh."

Michelle memeluk Sabina dengan begitu erat dan mencengkram pakaiannya. Ia menangis sampai sesenggukan dan Sabina hanya bisa terdiam sambil terus mengusap punggung Michelle.

Di ujung lorong, terlihat Elizabeth dan Henry yang memperhatikan mereka. Permaisuri kekaisaran Neverland itu pun tidak bisa menahan air matanya. Rasanya, ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk membalas jasa Sabina pada mereka.

*
*
*
*
*

"Pilihlah. Kamu ingin kuda yang mana untuk perjalanan ke Glimmer nanti?" Tanya Brian yang mengajak Sabina ke Istal, bangunan yang digunakan untuk menyimpan kuda dan sebagai tempat kuda beraktivitas seperti makan dan tidur.

Sabina berjalan lebih dulu, memperhatikan kuda-kuda yang ada di sana. "Mana yang lebih kuat? Aku ingin yang jantan."

"Kuda-kuda di sini tidak ada yang tidak kuat. Semuanya kuat," ucap Brian lalu berhenti di salah satu kandang kuda di sana. Ia menunjuk kuda berwarna coklat itu. "Yang ini namanya Bellator. Daya tahan tubuhnya yang prima, dapat bertahan di cuaca ekstrim, mampu beradaptasi di lingkungan baru dengan cepat, dan mampu melompat dengan sangat tinggi."

Sabina menatap kuda tersebut dan kuda itu membalas tatapan Sabina. Hewan itu bergerak ke sana kemari, seolah sedang menunjukkan pesonanya pada Sabina.

"Kalau yang itu." Brian menunjuk kuda yang berada di seberang kandang Bellator. Kuda itu berwarna putih dan kakinya yang berwarna hitam. "Namanya Sterling. Memiliki punggung yang kuat dan berotot, walaupun begitu dia memiliki kepribadian yang lembut."

Sabina menghampiri kuda bernama Sterling itu. Lucunya, kuda itu mendekat dan menjulurkan kepalanya, seolah berkata 'ayo usap kepalaku'. Sabina tersenyum kecil dan mengusap kepala kuda itu dengan lembut.

"Yang di samping Sterling ini, namanya Maverick. Walaupun penampilannya terlihat begitu menawan, dia mempunyai kekuatan yang luar biasa dan pergerakannya yang sangat agresif," ucap Brian menunjuk kuda berwarna hitam tersebut.

Sabina bergeser. Berdiri di depan kandang Maverick, menatap kuda hitam itu. Maverick membalas tatapan Sabina dan ia bisa merasakan aura tidak biasa dari kuda tersebut. "Apa dia pernah membunuh seseorang?"

Brian mengangguk. "Sebenarnya dia kuda liar. Aku menemukannya di hutan saat sedang mengecek beberapa wilayah di kekaisaran Neverland. Karena tidak ada pemiliknya, aku pun membawanya ke sini. Tapi, baru sehari tinggal di sini, dia sudah membunuh salah satu ksatria saat akan dimandikan."

The Legend of NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang