36 - yang terjadi

17.5K 1.7K 328
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

Dimalam gelap yang dingin dan mencekam, Jesher, anak laki-laki yang kala itu masih berusia sembilan tahun berdiri dengan tubuh gemetar. Mata yang berkaca-kaca menatap satu persatu para orang dewasa disekitarnya sebelum berhenti pada tiga lelaki berseragam yang dipaksa berlutut dengan tangan terikat dan kepala yang ditutupi kain. Mereka nampak tidak berdaya.

"Kalau masih mau hidup, kamu harus buktikan kamu pantas ditempat ini," bisik Wira yang berdiri tepat di belakang Jesher. Lelaki itu kemudian tersenyum sinis menunggu pertunjukan dimulai.

Jesher menelan ludah, dua bola matanya terus bergerak liar menatap tiga kepala dihadapannya. Bagaimana bisa dia mengakhiri hidup seseorang dengan begitu mudahnya? Dia tidak berhak untuk melakukan hal tersebut.

"Hidup itu hanya seputar membunuh atau dibunuh. Jadi, kalau kamu melewatkan kesempatan ini...." Wira tersenyum melihat bagaimana keringat sebesar biji jagung membasahi pelipis anak itu. "Kamu harus tanggung konsekuensinya. Ngerti 'kan?"

Ancaman itu menusuk bagai pisau tajam, membuat Jesher tanpa sadar mengeluarkan isakan dengan mata berlinang air mata. Sejenak ia memejam, mencoba mengumpulkan sisa-sisa keberanian dalam dirinya. Lalu dengan napas tertahan, ia mulai mengangkat pistol dengan dua tangan, mengarahkan moncongnya pada lelaki yang ditengah.

Detik itu suasana menjadi begitu hening hingga Jesher bisa mendengar detak jantungnya yang seperti akan meledak. Cahaya lampu berpendar dari satu bola lampu yang bergoyang ditengah-tengah ruangan menciptakan bayangan menakutkan yang menambah suasana menyeramkan ditempat itu.

"Tembak sekarang!"

Jesher menutup mata rapat-rapat saat tangan gemetarnya menarik pelatuk, dan suara ledakan pistol yang memekakkan telinga berhasil memecah keheningan diruangan itu. Saat membuka mata Jesher bisa melihat bahwa peluru yang ia lepaskan dari jarak dekat telah menembus tubuh lelaki yang berada diposisi tengah.

"Lagi."

Jesher menatap Wira tak percaya. "T-tapi..."

Anak itu tercekat saat Wira tiba-tiba menodongkan pistol tepat dikepalanya. Ditangan kecilnya, senjata api itu terasa semakin berat hingga nyaris ia jatuhkan.

"Lagi! Tembak sampai saya bilang berhenti!" suara Wira semakin mendesak, nadanya penuh ancaman. "Kalau tidak, kepalamu yang saya tembak."

Terpaksa, dengan sangat terpaksa Jesher kembali mengangkat pistol tersebut. Dengan pandangan buram yang ditutupi oleh air mata dan isak tangis yang mengudara ia lagi-lagi menarik pelatuknya.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang