57 - tidak berdaya

3.1K 1.1K 320
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


******

"Om kayaknya capek banget."

Tama menghela napas panjang begitu mendengar ucapan Jean. Wajah lelaki bergelar dokter itu tampak letih, pun lingkaran hitam di bawah mata semakin mempertegas kondisinya yang belakangan jadi kurang tidur. "Bukan lagi. Rasanya kayak mau meninggal," gumamnya lalu menyandarkan punggung pada bangku taman.

Jean tertawa pelan menanggapi keluhan Tama. Ia mengerti betul betapa melelahkannya pekerjaan sang dokter. Menangani banyak pasien sudah cukup menguras tenaga, apalagi sekarang ada Jesher, yang kondisinya butuh perhatian ekstra.

Mengingat sepupunya yang satu itu, Jean jadi termenung. Dia sudah melihat sendiri seperti apa keadaan Jesher setelah dipindahkan ke ruang rawat, remaja yang selama ini ia kenal kuat dan lincah bahkan sudah tidak bisa melakukan apapun sendirian, sekedar mengangkat sendok saja tangannya gemetaran.

"Jesher bisa sembuh 'kan Om?" Jean bertanya dengan nada pelan, seolah tak mau menambah beban pikiran lelaki disampingnya.

"Bisa," jawab Tama singkat. Pandangannya turun melihat satu cup kopi yang ia bawa. "Kamu juga tahu dia sejago apa. Jesher bisa balik kayak dulu lagi. Cuman kita harus sabar aja ngadepin tingkahnya. Emosinya bener-bener nggak stabil"

Jean tersenyum kecil dan segera menggeleng. "Bukan kita, tapi Om Rendra aja," elak Jean. Pasalnya saat kemarin datang menjenguk, ia merasa sikap Jesher terhadapnya biasa saja, berbeda saat sedang bersama Tarendra yang malah jadi canggung cenderung cuek.

"Itu karmanya sendiri. Sekarang biarin dia yang usaha buat perbaiki hubungan mereka." Tama menyesap kopinya, kemudian mengalihkan perhatian ke taman rumah sakit yang masih ramai. Orang-orang berlalu lalang, membawa suasana sore yang tenang, tersenyum saling menguatkan meski menyimpan banyak cerita dibalik langkah mereka.

Ada salah satu pasien yang terlihat mulai membaik, Tama tanpa sadar mengulas senyum teduhnya mengingat bagaimana lelaki tua itu berjuang untuk sembuh, lalu dukungan dari anak dan istrinya menjadi sumber semangat yang diakui sangat berarti. Tama juga berharap Jesher bisa merasakan hal yang sama, sebab kini anak itu dikelilingi oleh orang-orang yang mengharap kesembuhannya dengan ketulusan juga doa yang mengalir setiap hari.

"Semoga aja, abis ini kita bisa bener-bener tenang ya, Je. Nggak ada lagi yang sakit."

Air muka Jean berubah sendu. Sejujurnya ia justru meragukan hal tersebut, menghadapi Wira sama saja menyetor nyawa. Meski ada rasa senang karena perjuangan itu sudah menemukan titik terang, tapi Jean tak bisa menampik bahwa ada ketakutan yang datang atas apa yang akan terjadi kedepannya. "Iya. Aku juga maunya nggak perlu ada acara pemakaman."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 8 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang