Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak terduga.
Bocah 17 tahun mantan anggota kelompok buronan?
Tapi itulah faktanya.
--------------------
#...
Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.
.
.
.
.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
******
Sudah hampir 15 menit Tarendra berdiri di balik pintu kaca, matanya terpaku pada sesi latihan pasukan RAS yang diawasi langsung oleh Danu. Namun, yang menarik perhatiannya saat ini hanyalah sang anak yang sedang ikut bergabung, memperlihatkan keahlian bela diri abal-abalnya yang hanya menguji kesabaran Danu.
Jesher itu tipe petarung jalanan, gerakannya tidak berdasarkan pada bela diri tertentu seperti yang anggota RAS lain lakukan. Dia benar-benar melakukan perlawanan sesuai instingnya saja, dan hal itu memiliki kelebihan juga kekurangan diwaktu yang sama.
Sudah beberapa hari terakhir anak itu rutin berada di kantor, mengikuti jadwal latihan tanpa absen. Ia bahkan mulai berolahraga dengan disiplin, juga sesekali ikut serta dalam rapat, mendengarkan diskusi strategi untuk misi besar yang semakin dekat. Tekadnya sudah bulat untuk ikut serta dalam hari yang ditunggu-tunggu itu, tapi Tarendra justru merasa berat untuk menyetujui keinginannya.
Menghela napas panjang, Tarendra akhirnya memutuskan untuk masuk. Langkahnya tenang, nyaris tanpa suara. Namun, tetap saja kehadirannya langsung menarik perhatian semua orang yang di ruangan itu. Bahkan Jesher yang tadinya sedang duduk selonjoran karena lelah, spontan berdiri melihat Ayahnya.
"Kenapa?" tanya Danu. Biasanya Tarendra masuk tiba-tiba begini, hanya jika ingin menyampaikan hal penting saja.
Bukannya menjawab pertanyaan Danu, Tarendra justru menatap putranya dengan ekspresi datar, sebelum akhirnya berujar pelan, "Ayo. Kalau kamu bisa mukul kepala Ayah, kamu boleh ikut. Tapi kalau enggak, kamu diem di rumah."
Jesher yang mendapat penawaran seperti itu langsung menyetujuinya tanpa pikir panjang. "Oke! Sekali aja 'kan?" katanya penuh semangat, tanpa mempertimbangkan bagaimana caranya menyentuh kepala Ayahnya yang jelas sangat andal dalam pertarungan.
Tarendra mengangguk. Ia melepas jasnya dengan santai, menyerahkannya pada Danu yang hanya menatap malas, seakan tahu apa yang akan terjadi.
Melihat itu, beberapa anggota yang tadinya berlatih di atas matras langsung menepi, memberi ruang untuk bapak-anak itu berduel. Mereka saling bertukar pandang, merasa tak begitu tertarik, karena merasa sudah bisa menebak hasilnya.
Tidak ada aba-aba seperti pertandingan lain. Jesher langsung menyerang bahkan sebelum Tarendra benar-benar dalam posisi siap. Namun, semua serangan yang ia layangkan dengan penuh tenaga justru ditepis dengan mudah. Bahkan, Tarendra sesekali menambahkan pukulan ringan di bahu atau lengan Jesher, membuatnya tersentak kecil, kesal karena tak bisa membalas.