30 - seperti sihir

18.9K 1.9K 294
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Rutinitas pagi dikediaman milik Tarendra selalu sama, pagi-pagi buta Ellie sudah menyiapkan sarapan lalu para penghuni rumah akan berkumpul dimeja makan untuk mengisi perut sebelum beraktivitas.

Langit yang cerah dan suasana yang cukup tenang membuat Tarendra merasa lebih bersemangat. Sarapan belum sepenuhnya habis tetapi kedua matanya sudah sibuk memeriksa beberapa file melalui iPad miliknya.

Sampai suara riuh dari pintu depan mengalihkan perhatian mereka semua. Ellie langsung merotasikan bola matanya malas saat mengetahui si biang keributan datang berkunjung setelah sekian lama absen.

"Pagi Kak Ellie!"

Tahu-tahu Jean sudah berdiri di belakang Tarendra, menyapa Ellie dengan senyum secerah matahari di luaran sana. "Makin cantik aja."

"Mau makan apa?" Ellie bangkit mengambilkan piring.

Walau terkadang menjengkelkan, Jean ini sudah seperti keluarga bagi mereka, sejak masih kecil anak itu sering kabur ke rumah Tarendra saat kesal dengan perlakuan keluarganya yang selalu pilih kasih. Jadi bisa dibilang bahwa Jean tumbuh besar dengan masakan Ellie juga.

"Nggak usah Kak. Aku ke sini mau ketemu Alby, mau—"

"Masih tidur, nggak usah diganggu." Potong tarendra tiba-tiba. Ia lalu melirik remaja yang seusia putranya itu dan menghela. "Sarapan dulu. Abis itu ke sekolah."

Tarendra ini menaruh harap yang besar kepada Jean, ia bahkan pernah berpikir untuk menjadikan anak itu penerusnya yang akan melanjutkan RAS kelak saat sudah cukup usia. Karena itu Tarendra selalu menyuruhnya untuk belajar lebih giat, ia ingin Jean bersekolah dengan benar, kuliah di kampus terbaik agar bisa mengelola RAS dengan benar. Juga sekaligus membuktikan kepada keluarganya bahwa ia mampu, bukan anak tidak berguna seperti yang selama ini mereka tuduhkan.

Tapi sepertinya Jean ini juga tidak begitu mendengarkan ucapan Tarendra. Kelakuannya tetap sama, sering bolos, berkelahi, sampai masuk di kantor polisi pun sudah pernah. Jika terus begini Tarendra jadi ikut mengkhawatirkan masa depannya.

"Udah sarapan tadi. Aku mau ketemu Alby aja, mau nganterin undangan!" Tutur Jean meletakkan sebuah undangan cantik di atas meja.

Tanpa mengatakan apapun Tarendra meraih undangan tersebut. Membacanya yang ternyata adalah sebuah undangan pesta ulang tahun dari putri pesohor negeri yang Tarendra ketahui sekarang menjadi kekasih dari keponakannya ini.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang