48 - duka yang tak sama

16.8K 2.4K 484
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

******

Taman rumah sakit sudah mulai sepi saat Jesher dan Jean duduk disalah satu bangku kayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Taman rumah sakit sudah mulai sepi saat Jesher dan Jean duduk disalah satu bangku kayu. Keduanya masih mengenakan pakaian rumah sakit dengan perban melingkari beberapa bagian tubuh, bahkan Jean harus memakai arm sling untuk menopang lengan agar menjaga bahunya tetap aman.

"Je, bokap lo gimana? Masih dipenjara?" Jesher menjadi orang pertama yang melayangkan pertanyaan diantara mereka. Entah kenapa tiba-tiba saja terpikirkan oleh sosok Harsa yang setahun lalu hampir membunuh mereka.

"Masih." Jean mendengus tak suka dengan pembahasan yang satu ini, namun dia tetap menjawab dengan malas.

Menyadari perubahan suasana diantara mereka, Jesher akhirnya memilih diam, tak ingin memperpanjang pembicaraan perihal Harsa. Lalu untuk mengusir bosan, dia mulai mengamati satu-persatu orang yang berkeliaran di taman. Dari anak-anak yang riang hingga pasangan kakek-nenek yang berjalan pelan, Jesher menatap mereka dengan begitu banyak pertanyaan.

Mulai dari, bagaimana rasanya digendong oleh Ayah dan dipeluk Ibu saat sakit. Bagaimana rasanya bersanda gurau dengan teman-teman sekolah yang datang menjenguk. Lalu, seperti apa rasanya bisa hidup lama hingga diusia tua. Bahagia kah? Atau justru memuakkan?

Semua rasa penasaran itu menggantung dibenaknya. Namun saat melihat seorang nenek yang tersenyum lepas karena ulah sang cucu yang bernyanyi didepannya, Jesher mulai berpikir bahwa mungkin itu sangat menyenangkan.

Ya, sangat menyenangkan jika kita bisa melanjutkan hidup dengan orang-orang yang kita sayang dan menyayangi kita dengan tulus. Semua rintangan hidup mungkin tidak akan terasa sulit jika memiliki keluarga yang selalu memberikan dukungan dan menyediakan tempat bersandar.

Sungguh jenis kehidupan yang jauh dari garis takdirnya.

Jesher tidak bermaksud mendahului Tuhan dengan berkata bahwa dia memang ditakdirkan hidup sendiri hingga mati, tapi melihat situasi yang terjadi sekarang, mungkin dia akan berakhir dipanti jompo karena tidak memiliki keluarga atau sanak saudara.

Jadi, mati sebelum masa itu tiba sepertinya bukan ide buruk.

"Jesh, lo sama Om Tama ngomongin apa semalam? Gue penasaran."

Pertanyaan tiba-tiba Jean membuyarkan lamunan Jesher, pandangannya yang semula kosong berpindah memandang sepupunya yang tampak tak sabaran menunggu jawaban. "Nggak ngomongin apa-apa. Dia cuma meriksa luka gue aja."

"Terus lo janji apa sama Om Tama?" Tanya Jean lagi. Kini semakin penasaran setelah menyadari bahwa sweater yang sekarang Jesher pakai adalah milik Tama.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang