64 - duka

18.1K 2.1K 659
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

******

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

******

Hujan deras di malam itu seolah menjadi cerminan dari perasaan Satya ketika menerima kabar dari Ellie bahwa Jesher telah tiada. Ia langsung bergegas menembus hujan, tubuhnya menggigil merasa kedinginan, tapi itu tak cukup untuk menghentikan langkahnya yang tergesa menuju tempat di mana Jesher berada.

Napasnya memburu saat ia mempercepat langkah. Lalu, tepat di depan ruang UGD ia melihat Danu keluar dengan wajah kelam. Sorot matanya, yang biasanya tegas, kini meredup tanpa binar, tak sengaja ia lihat saat mereka berpapasan ketika lelaki itu pergi.

Namun, Satya tak punya waktu untuk berbasa-basi. Ia segera masuk, dan berhenti begitu saja ketika kedua matanya menemukan sebuah brankar dengan tubuh yang tertutup kain putih dari ujung kaki hingga kepala. Di sampingnya, ada Jean yang yang tampak begitu rapuh, bertumpu pada tepi brankar agar tetap berdiri.

"Jean..." Satya memanggil lirih, suaranya hampir tenggelam oleh gemuruh hujan di luar sana.

Jean menoleh perlahan. Menampilkan wajah penuh luka dan jejak-jejak tangis yang masih terlihat jelas. Bahkan saat remaja itu akhirnya membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, air matanya kembali jatuh dengan begitu mudahnya.

"Jesher...." ucap Jean tercekat, dadanya terasa begitu sesak. "Gue minta maaf, nggak bisa jagain dia."

Degup jantung Satya semakin menggila, menghentak begitu keras hingga kedua kakinya terasa lemas. Namun hatinya begejolak, ada desakan dalam dirinya untuk memastikan berita buruk itu dengan mata kepalanya sendiri. Jadi, meski berat, ia tetap melangkah mendekati brankar di mana Jesher terbaring.

Tanpa ragu, ia menyibak kain yang menutupi tubuh itu.

Napasnya tercekat ketika mendapati wajah Jesher yang terlihat tenang, seolah sedang tertidur biasa. Diamatinya satu per satu luka yang telah dibersihkan, hingga satu tanda kecil yang dikelilingi memar samar di sisi leher Jesher menarik perhatiannya.

Detik itu, ada perih yang langsung menusuk jauh ke dalam jiwanya. Dia tidak bodoh untuk menyadari apa yang telah dialami sahabatnya.

Satya kemudian menangkup wajah itu dengan hati-hati. Dingin yang langsung menusuk permukaan kulitnya seolah mengantarkan sebuah kenyataan pahit, sesuatu yang tidak bisa ia sangkal.

Untuk itu, tidak ada sepatah kata pun yang bisa keluar dari mulutnya, lidahnya kelu dan hatinya terlalu sakit untuk bisa mengeluarkan suara.

Tangannnya lalu meremat kuat kain putih tersebut. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan amarah yang perlahan memenuhi dirinya. Namun, saat sudut matanya menangkap kehadiran Rival di ambang pintu, semua emosi yang coba ia redam itu meluap begitu saja.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang