Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak terduga.
Bocah 17 tahun mantan anggota kelompok buronan?
Tapi itulah faktanya.
--------------------
#...
Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.
.
.
.
.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
******
Di dalam ruang rapat yang sepi dan tertutup, Satya duduk berhadapan dengan Danu dan Rival yang mewakili Tarendra untuk membahas rencana mereka menjatuhkan Wira melalui Hedy. Sejenak, ketiganya saling menatap dalam kesunyian, membaca satu sama lain, sampai akhirnya Danu yang memulai pembicaraan dengan cukup tenang.
"Apa jaminan yang bisa kamu kasih? Saya nggak mungkin percaya gitu aja. Bisa jadi ini rencana kamu buat dapat informasi tentang kita dan nantinya malah kamu laporin ke Hedy." Danu bertanya dengan nada datar namun penuh selidik. Kedua matanya tak lepas tapi setiap gerak gerik Satya dari seberang meja.
"Gue serahin Julia sama kalian. Gue—"
Kekehan Danu menghentikan ucapan Satya. Lelaki itu tampak tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar, seakan meremehkan jaminan yang Satya ajukan. "Pacar kamu itu 'kan? Kamu mau saya percaya?"
"Julia itu lebih berharga dari nyawa gue! Kalau bukan karena Hedy ngancem gue pake Julia, gue lebih milih mati ditangan mereka." Kedua alis Satya menukik tajam, bersungut menjelaskan seberapa penting sang kekasih dalam hidupnya. "Cuma dia yang gue punya. Nggak ada jaminan lain."
Danu melempar tatapannya pada Rival, mencari persetujuan dari pemuda itu namun sepertinya Rival telah sepenuhnya mendukung niat Satya, terlihat dari bagaimana tatapannya penuh yakin saat memberikan anggukan kecil.
"Pak. Sekarang, Julia lagi diawasin sama orang suruhan Hedy. Kalau Pak Danu setuju, saya bakal minta anggota RAS buat selalu jagain Julia dari jauh, biar dia tetap aman sekalipun anak buah Hedy mau macam-macam." Rival menyampaikan dengan lancar. Pandangannya lalu beralih pada Satya yang tersenyum tipis karena pembelaannya. "Nggak ada salahnya kita coba, Pak. Emang Wira nggak bakal bisa kita hancurin dengan mudah, satu-satunya cara ya mereka harus hancur dari dalam."
"Tarendra gimana?"
"Pak Rendra juga udah setuju, Pak," jawab Rival meyakinkan. Dia juga telah membicarakan ini dengan Tarendra, dan sang atasan telah memberikan lampu hijau untuk rencana mereka.
"Ya udah. Kalau Tarendra bilang gitu," Danu akhirnya mengangguk setuju. Dia memang selalu percaya dengan keputusan sahabatnya, dia tahu Tarendra tidak mungkin memberi jawaban tanpa ada pertimbangan serius. Danu juga tahu Tarendra sangat perhitungan, apalagi sekarang, melihat putranya yang menjadi korban, sahabatnya itu pasti akan membalas dendam dengan cara kotor sekalipun.
"Biar saya perjelas ya, Satya. Rencana kita itu ngibulin Hedy, jadi, saya bakal ngasih kamu beberapa informasi tentang RAS, biar Hedy percaya. Di sini saya bakal berkorban banyak, karena itu, jangan sampai ini gagal." Danu mengetukkan pulpennya dipermukaan meja, menatap tajam pada Satya menunjukkan kesungguhannya. "Kita jebak dia. Bikin seolah-olah dia udah menang, tapi disisi lain kamu harus gali informasi tentang mereka juga. Saya tahu beberapa anggotanya mata duitan, dan saya bisa bayar berapa pun asalkan itu menguntungkan kita."