Snap

119 20 6
                                    

Kini kami berbelok, tapi sialnya didepan juga ada zombie yang menghadang.

"Kita harus berputar!"
perintah Rev, karena jalan satu-satunya adalah memutari lorong untuk sampai di tangga menuju rooftop.

DRAP!!!! DRAP!!!

GRAAAAAAA!!!!!!!!

GRAAAAAAAAA!!!!!!!!!!

Kami kembali berbelok, dengan cepat Rev langsung mendorong sebuah lemari besar berisi majalah-majalah rumah sakit.

Aku membantunya untuk mempercepat dorongan.

Drrk!

Lemari berhasil di dorong ke tengah, namun sia-sia saja zombie 1 dengan mudahnya memanjat lemari.

"Sial!"
decakku.

"Hei masuk sini!"
seru Maya telah membuka sebuah ruangan.

Tanpa tanggung-tanggung kami berlari masuk, ketika pintu akan kembali tertutup.

Tiba-tiba saja tangan-tangan zombie menahannya.

"Dorong terus!".
Seru Rev.

Aku hanya bisa diam, terus mengeluarkan semua energi ku untuk menutup pintu.

GRAAAAAAA!!!!!!!

Kepala zombie tiba-tiba melongok masuk, aku mendorong tubuh Maya untuk menjauh agar tidak tergigit.

Dor!

Dor!

Peluru menembus kepala mereka.

Penuh perjuangan, Rev berhasil menutup pintunya.

Napas ku berderu cepat melihat kepala zombie kini sudah gepeng akibat dorongan pintu.

BRAK!!

BRAK!!

Zombie berusaha menerobos masuk.

"Jangan buat suara apapun sampai semuanya tenang"
bisikku.

Mereka mengangguk, kami menutup mulut berusaha tidak memunculkan suara apapun.

Perlahan suara gedoran menghilang, napas lega ku kini berhembus panjang.

Aku menekan dahi kuat, berusaha menenangkan diri sebelum nanti lanjut berlari.

"Maafkan aku..."
tukas Maya.

"Kenapa Maya?"
tanyaku.

"Lenganku tergigit"
katanya menunduk.

"Apa!,"
mataku membulat sempurna, aku mendekat langsung memegangi kedua bahunya.
"kau berbohong kan!"
skeptis ku.

Maya mendongakkan kepalanya.
"... Ya, aku berbohong"
dia langsung tertawa pelan.

Aku memutar bola mata malas menanggapinya.
"Ini bukan hal yang lucu"
tekan ku.

Rev menyilangkan lengannya.
"Jangan bicara sembrono Maya, dalam kondisi seperti ini lelucon itu tidaklah lucu"

"Ya ya maafkan aku"
kekeh Maya.

"Lupakan, apa sekarang kita harus kembali pergi?"
tanyaku menyela keributan.

"Tunggu sebentar--"
Rev menempelkan telinganya di pintu, mendengarkan apakah ada zombie atau tidak.
"--aman"
jempolnya mengacung.

"Kita harus pergi"
ujarku.

Rev mengangguk, dia membuka pintu perlahan.

.
.
.

Aku mengintip keluar, menatap zombie yang kini tengah berdiri membelakangi kami.

DO YOU WANNA DIE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang