B.Y.E - 45

237 21 2
                                    


"Lo yakin gapapa? mau gue panggilin dokter ?? " Tangan Jessica terangkat menggenggam lengan Regina yang hendak bangkit dari tempat duduknya. Ia tersenyum tipis kemudian merentangkan kedua tangan meminta pelukan dari Regina.

Regina paham, ia dengan cepat menundukkan tubuhnya dan mendekap hangat tubuh Jessica. Kedua matanya berkaca-kaca merasakan pelukan lemah kedua tangan Jessica yang biasanya memeluknya begitu kuat.

"Lo bikin gue takut bocil! " Bisiknya lirih, Jessica kembali tersenyum dan mengusap punggung kakak tersayangnya.

"Jangan kek gini lagi, gue gak mau kehilangan adik gue "

"I-ya kak, maaf.. " Balas Jessica parau dan pelan, Regina mengangkat tubuh melepaskan pelukan kemudian mendaratkan kecupan hangat pada kening si gadis berlesung pipi. Jessica menggeleng pelan seraya mengusap air mata yang mengalir pada pipi si gadis barbar.

"J-angan na-ngis.."

"Sekarang lo udah bangun dan gue bahagia tentang itu.."

Jessica kembali memberikan senyuman tipis dari bibir pucatnya, tangannya menggenggam tangan Regina dan kembali memejamkan mata. Regina menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya dengan tangan yang masih di genggam Jessica, tangan satunya terangkat mengusap puncak kepala gadis itu dengan penuh kelembutan.

Namun genggaman itu terasa semakin melemas, Regina menatap panik pada tangan Jessica. Melepaskan genggaman tangan mereka kemudian menekan tombol darurat dengan wajah yang semakin menunjukkan ketakutan.

Seorang dokter dan perawat masuk tergesa dan mengambil alih tempat Regina, dengan serius memeriksa seluruh tubuh Jessica.

Regina berdiri tak jauh dari sana, menggigit kecil ujung kuku ibu jarinya dengan kedua mata yang mengembun. Detakan jantungnya pun semakin terasa menghentak seperti akan meledak.

"D-dokter.. " Gagapnya, dokter tersebut menghembuskan nafas lega kemudian membalikkan tubuh menatap Regina.

"Gapapa, pasien masih dalam pengaruh obat bius.."

"Hahhhh.. " Regina memejamkan mata dengan hembusan nafas leganya.

"Sekitar 2 jam lagi efeknya akan hilang dan pasien akan dipindahkan ke bangsal VVIP"

"Kenapa dipindah?? " Heran Regina

"Nyonya Adinda yang meminta agar kedua adiknya berada di satu ruangan" Jelas si perawat, gadis itu mengangguk paham.

"Kalo gitu saya permisi.. "

"Terimakasih dok, sus.. "








"Jessi gimana kak? baik aja kan?? " Tanya Andara lirih, Andera membungkukkan tubuh dan mengusap kepala sang adik.

"Kondisi Jessi cukup parah sayang, limpa nya pecah tapi Dara gak perlu terlalu khawatir ya, dokter udah nanganin Jessi kok.. "

"I-ini salah Dara kak, karena Dara, Jessi jadi gak fokus nyetir hiks.. " Andara menangis perih, Andera menatapnya iba.

"Semua udah terjadi sayang, Dara gak perlu menyesali apapun tapi jadikan ini semua pembelajaran ya.. "

"Iya kak hiks.. "

"Udah jangan nangis, secepatnya Dara bisa ketemu Jessi.. " Andara mengusap air matanya dan tersenyum senang.

"Beneran kak? " Andera mengangguk dengan senyuman hangatnya.

"Iya sayang, nanti Dara sama Jessi satu ruangan kok.. "




Sore harinya, keenam gadis lain telah berada di area parkir rumah sakit tempat Andara dan Jessica di rawat. Marion, Aluna, Judy, Felicya, Shareena juga Nanda. Mereka berjalan santai melewati beberapa koridor menuju ruangan VVIP yang berada lumayan jauh dari loby utama karena memang ruangan tersebut hanya di persiapkan khusus sesuai pesanan keluarga pasien.

B.Y.E...... (GxG) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang