B.Y.E - 51

227 24 1
                                    

"Tuhan, pertanda apa ini? apa ini sebuah teguran atas perilaku kami? 
Tapi, mengapa harus dia? mengapa harus sekarang? 
Disaat kami meyakini setelah badai berlalu hanya akan ada pelangi yang mengiringi hari kami, namun nyatanya kami kembali di rundung topan."

"Tuhan, tolong kembalikan ceria yang kemarin aku rasakan. Mengapa sulit sekali untuk sekedar menarik sudut bibirku untuk mengulas senyuman?
Tuhan, setelah duka yang merundungku kemarin, apakah aku tak pantas mendapatkan kebahagiaan yang berlangsung lama?
Aku tak ingin lagi kehilangan, meski itu bagian dari kehidupan tapi, bisakah aku meminta jeda dari setiap air mata?"

"Bertahan lah gadis barbar, jangan pernah berpikiran untuk pergi dariku. Aku disini bersamamu, akan selalu ada untukmu.
Buktikan ucapanmu untuk meminangku dan mengucapkan janji suci di atas Altar bersamaku. Aku menunggumu dan tepati janjimu!"











Helaan nafas gusar saling bersautan di sebuah ruangan bercat putih yang cukup luas, terlihat wajah-wajah gelisah dan ketakutan dari para gadis yang berada disana. Menunggu dengan cemas untuk seorang gadis lain membuka kelopak indahnya. Genggaman tangan dan rengkuhan mereka berikan, saling menguatkan satu sama lain.

"Arghhh.. hah.. hah.."

Hingga tak lama lamunan mereka buyar dan membawa langkah mereka mendekat ke arah ranjang dimana si gadis telah tersadar seraya mencengkram erat kepalanya.

"Re, sayang.." 

"H-hai sayang.." Sapa Regina lemah saat melihat kekasihnya, ia mengedarkan pandangan kemudian terkekeuh kecil.

"M-muka kalian kenapa? Hey, gue belum mati!"

"Regina!"

"Kak!"

"Padus lo pada? Kompak bener.." Ujar Regina pada Jessica dan Andera yang menegurnya bersamaan. Ia mengalihkan pandangan pada kekasihnya, tangannya terangkat dan mengusap wajah Yovanka.

"Aku gak suka wajah sembab kamu, aku gapapa sayang.."

"Kamu bikin aku takut.." Lirih Yovanka menahan tangisnya, Regina menggeleng dan berusaha memberikan senyuman terbaik.

"Hey, kamu itu kekuatan aku, kalo kamu sedih apa jadinya aku, hm?" 

"Perlu gue panggilin dokter?" Regina menoleh pada Danissa, ia menahan tangan si gadis dan menggeleng.

"Gak usah, gue gapapa kok.." 

"Kalian gak perlu berlebihan, gue beneran gapapa, sakit dikit gak ngaruh hehe.." Ia mengedarkan pandangan pada satu persatu gadis yang kini menatapnya kesal.

"Emang aneh tuh cewek!" Gumam Adinda kesal kemudian membalikkan tubuh berjalan ke arah sofa setelah mengacungkan jari tengah pada Regina.

"Re, lo kapan warasnya sih?" Itu Andera yang juga kesal akan ucapan dan mimik wajah sahabatnya.

"Lo kapan berenti marah-marahnya?" Andera mendelik kemudian menghentakkan sebelah kakinya dan berjalan menghampiri kakak iparnya, Regina terkekeuh.

"Buton, Marry.." Yang di panggil kemudian mendekat ke arah ranjang.

"Kenapa kak?" 

"Beliin gue cilok di parkiran depan.."

"Re, lo gak boleh makan sembarangan!" Sergah Danissa menyela ucapan yang akan Yovanka lontarkan.

"Lebay lo, itu Cilok Danissa, bukan kotoran!" Vanka menatap Danissa yang hendak menimpali ucapan kekasihnya, mengisyaratkannya untuk diam.

"Cil, lo mau?" Tawar Regina pada Jessica

B.Y.E...... (GxG) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang