Happy Reading
-
-
-
-
-
-
-
Respect buat kalian yang tetep vote dan komen meskipun udah mencapai targetPagi ini bandara terlihat ramai seperti hari biasanya. Keluarga Mogens mengantar putra tunggal mereka yang akan pergi belajar ke negara lain. Meskipun anak tunggal, Amira sebagai seorang ibu tidak boleh terbawa perasaan. Baginya, Mahesa harus mandiri dan berkembang dengan baik.
Begitu juga dengan Albert, sebagai seorang ayah ia ingin Mahesa menjadi sosok lelaki yang bertanggung jawab. Meskipun terlahir dari keluarga yang kaya raya, Mahesa tetap harus belajar bagaimana cara mempertahankan kejayaannya.
Melihat potensi dalam diri putranya, Albert berharap Mahesa bisa membawa nama baik keluarga melebihi dirinya. Setelah Mahesa berangkat, baru ia akan mempersiapkan Aira untuk menjadi menantu keluarga Mogens.
Meskipun tidak berasal dari keluarga dengan status sosial yang tinggi, tidak membuat Albert tutup mata dengan kelebihan yang di miliki Aira. Sejauh ini, Aira terlihat bisa mengimbangi Mahesa, entah sebagai partner atau pasangan.
"Kalo ada yang ketinggalan langsung telfon Bunda ya, Abang?"
"Iya, Bunda."
"Sini peluk dulu."
Setelah memeluk Ayah dan Ibunya, Mahesa langsung menarik Aira ke pelukannya. Menangkup wajah Aira yang sembab dan menciumnya.
"Gak usah nangis, gue pasti pulang kok."
"Sejauh apapun, gue bakal tetep balik lagi ke lo, Ay."
Aira kembali menangis, rasanya ia tidak bisa berhenti mengeluarkan air matanya. Padahal semalam ia merasa baik - baik saja.
"Tuan hati - hati disana ya, jangan cari cewe lain."
"Iya, sayang. Gue janji bakal selesain ini semua secepatnya. Janji tungguin gue ya?"
"Janji."
Pemandangan yang tidak biasa, Amira pikir Mahesa yang akan menangis. Karena biasanya Mahesa yang tantrum, meskipun karena hal sepele.
"Ayah, Abang nitip Aira ya. Kalo ada apa - apa kabarin." Albert hanya mengangguk.
"Udah ya, gue ke pesawat dulu bentar lagi take off."
"Kalo udah sampe kabarin Aira ya."
"Pasti."
Mahesa menutup pertemuan mereka dengan mencium kening Aira. Pipi Aira memerah karena Mahesa menciumnya di depan orang tuanya.
"Gue berangkat, Ay."
"Hati - hati ya, Tuan."
Mahesa melangkahkan kakinya menjauhi Aira dan keluarganya. Aira menatap punggung Mahesa dari belakang, rasanya ia masih ingin menangis.
Amira langsung merangkul Aira setelah Mahesa tidak terlihat lagi. Ia cukup paham, dulu ia juga ditinggal Albert kurang lebih selama 3 tahun. Rasanya memang campur aduk, tapi dari situ mereka jadi tahu dan semakin yakin untuk bersama menghabiskan waktu seumur hidup.
"Pesawat Abang udah take off. Ayo kita pulang, Aira pasti gak nyaman nangis disini."
Aira mengangguk dan mengikuti perkataan Amira. Sedangkan Albert hanya mengikuti mereka dari belakang.
-°°-
Saat ini Aira sedang video call dengan Mahesa. Terlihat diseberang sana Mahesa baru bangun dari tidurnya, ia tidak memakai atasan dan masih di atas ranjangnya.
"Aaaaay, cape banget perjalanan kemaren. Gue gak bisa minta pijet sama lo."
"Emang sampe jam berapa kemarin?"
"Gue sampe jam 12 malem, gila ya."
"Mandi dulu, nanti sarapan sama apa? Di apartemen ada makanan kan?"
"Aman, ternyata Grandpa udah siapin semuanya disini."
"Syukur deh."
"Kira - kira gue bisa bertahan berapa lama ya?"
Raut wajah Aira terlihat bingung.
"Maksudnya gimana?"
"Jauh dari lo, kira - kira berapa lama gue bisa tahan."
Aira hanya tersenyum mendengarnya, waktu paling lama mereka tidak bertemu adalah 2 minggu.
"2 minggu lagi gue pulang deh."
Aira melotot, Mahesa ini ada saja tingkahnya. Padahal baru sehari mereka berpisah, ia sudah membicarakan mengenai kepulangan.
"Baru sehari loh disitu."
"Emang kenapa? Kan rumah gue disitu."
"Ya gak 2 minggu juga, kalo kaya gitu cape di jalan doang dong."
"Tapi 2 minggu aja udah lama, Ay."
"Makanya pelan - pelan, 4 minggu, 6 minggu terus dua bulan."
"Aaaaaaaay~"
"Itu lama bangeeeet~"
"Jangan - jangan sebenernya lo gak mau ketemu gue ya?"
"Lo gak sayang sama gue~"
"Pasti lo mau cari cowo lain."
"Seneng ya lo ditinggal gue."
"Emang si keliatan lo gak sayang sama gue."
Setelah mengatakan kalimat terakhir, Mahesa membelakangi ponselnya dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Aira hanya menghela nafas, mulai sudah Mahesa dengan dramanya. Padahal baru sehari berpisah.
"Gak kaya gitu, coba dengerin Aira ngomong dulu."
Terlihat diseberang sana Mahesa tidak mengindahkan perkataan Aira. Pasti akan lebih sulit membujuk Mahesa ketika jauh.
"Aira cuma gak mau Tuan cape di jalan, apalagi pasti disitu juga sibuk."
Belum ada tanda - tanda Mahesa mau membuka selimutnya.
"Aira juga gak pengen jauh dari Tuan, Tuan liat kan kemaren Aira nangis di Bandara."
Terlihat rambut Mahesa mulai muncul, ia hanya membuka selimutnya sebatas hidung.
"Nanti kalo Aira ada uang lebih, Aira minta izin Tuan sama Nyonya buat main kesitu deh."
Mahesa yang mendengarnya langsung berbinar, ia melupakan sesi dramanya tadi. Otaknya langsung membayangkan, pasti akan sangat seru membawa Aira tinggal dengannya disini.
"Beneran ya?"
"Iyaa, sayang."
"Aaaaaaaa Ayaaaa."
"I love you, Ay."
"I love you more, my dearest young master."
TBC
-
-
-
-
-TIBA - TIBA KEPIKIRAN PENGEN PUNYA NAMA PANGGILAN KHUSUS, GAMAU DIPANGGIL AUTHOR. ADA YANG PUNYA SARAN GAAA?
Maaf telat update yaa, aku lagi sakit. Kemaren² juga sibuk bgt. Makasih udah baca ceritaku yaaa. Sehat² kaliaaan.
1.700 vote + 600 komen + 20 followers for next chapter yaaaaa
Kamis, 13 Juni 2024.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHESA
Teen FictionHanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menata...