Part 2

1K 133 5
                                    

Adelia merasa hidupnya benar-benar sial sekarang. Bercerai, diusir orang tua, lalu sekarang ia tersesat di tempat yang asing dan menyeramkan. Ia bahkan sangat takut untuk keluar dari mobilnya. Tetapi, di sini sangat gelap. Ia tidak bisa berada dalam kegelapan ini berlama-lama. Adelia menangis sembari memukul setirnya.

Wanita itu menarik napas panjang, kemudian mencoba memeriksa isi tasnya. Mungkin saja ada power bank di sana. Ia bisa menghubungi siapa pun untuk meminta tolong. Atau ia juga bisa menghubungi Eliard. Pria itu pasti akan menolongnya.

Ini seakan sudah menjadi takdir. Adelia tidak menemukan power bank di tasnya. Ia harus menunggu orang lewat untuk meminta tolong. Jika tidak ada yang lewat, maka ia harus menunggu pagi untuk keluar dari mobil ini.

Wanita itu membuka jendela mobil agar udara bisa masuk. Ia hanya membuka sedikit karena takut. Matanya tak lepas dari pandangan di sekeililingnya. Entah sampai kapan ia akan terus seperti ini. Malam masih sangat panjang.
Adelia berdiam diri di sana, sesekali ia tertidur, lalu terbangun lagi dengan kaget. Begitulah seterusnya sampai ia terbangun karena ada yang mengetuk kaca jendela mobilnya.

Adelia tersentak, jantungnya berdebar kencang. Ia membesarkan matanya untuk memastikan apakah itu manusia atau bukan. Mereka membawa senjata tajam atau tidak. Ia benar-benar takut ditemukan oleh orang jahat di sini.

Orang yang mengetuk adalah seorang wanita dan pria. Melihat ada sosok wanita di sana, Adelia merasa lega. Ia memberanikan diri membuka kaca."Ha-halo!"

"Nona, kenapa berhenti di sini?"

"Mo-mobil saya mogok, kehabisan bensin,"jawab Adelia takut.

"Darimana kau berasal, Nona?"tanya orang itu dengan wajah heran dan bingung.

"Sa-saya dari arah Utara. Saya tersesat dan kehabisan bahan bakar." Adelia ingin keluar dari mobil, tetapi, ia masih takut."Apa di sini ada yang menjual bensin?"

"Jauh sekali, Nona. Sudah malam begini juga tidak ada yang buka."

"Hei kalian!" Suara keras muncul membuat Adelia tersentak. Ketakutannya kini bertambah.

Suara langkah datang mendekati sepasang pria dan wanita tersebut. "Kalian sedang apa? Sedang mengganggu orang?"

"Tidak. Dia sedang meminta bantuan karena mobilnya kehabisan bensin."

Adelia pun memberanikan diri untuk turun dan menghadapi mereka secara langsung. Ia harus bersikap sopan. Semoga saja mereka bisa membantunya keluar dari sini."Halo~"

Pria itu menatap Adelia bingung."Aku tidak tahu bagaimana cara kau tiba di sini. Tapi, ini tempat yang sangat jauh dan berbahaya."

"A-aku juga tidak tahu kenapa aku sampai di sini. Maaf karena sudah memasuki wilayah kalian. Aku berjanji akan langsung pergi ketika sudah mendapatkan bahan bakarnya." Adelia tersenyum dengan menaruh harapan yang sangat besar pada mereka.

"Malam ini tidak bisa, Nona. Kami akan membantumu besok,"kata pria yang baru datang. Adelia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena pencahayaan yang sedikit.

"Ba-baiklah, saya akan tunggu di sini sampai besok,"kata Adelia dengan kekecewaan dalam hatinya. Ia harus menunggu sampai esok tiba.

"Nona, tempat ini sangat bahaya. Sebaiknya Nona tinggal di perkampungan untuk malam ini,"kata sang wanita.

"Tap-tapi, saya tidak tahu wilayah ini. Apa saya boleh menumpang di perkampungan untuk malam ini?" Adelia berani berkata demikian karena wanita itu menyarankan lebih dulu.

"Baiklah, ayo ikut kami. Bawa barang berharga kamu. Kita akan kembali besok pagi. Semoga kita bisa mendapatkan bahan bakarnya."

"Te-terima kasih." Adelia senang bukan main. Walaupun ia menumpang di rumah orang asing, setidaknya ia tidak ketakutan di sini. Wanita itu mengambil tasnya, dan membawa tas berisi paksian. Sisanya ia tinggalkan saja di dalam mobil. Tak lupa menguncinya dengan baik.

Adelia mengikuti tiga orang tersebut dengan canggung.

"Na-nama saya Adelia,"kata Adelia memperkenalkan diri.

"Ah, namaku Nara,"balas wanita itu dengan nada riang. Kalau ini Henry, suamiku. Dan ini~ Aleron."

Adelia melihat ke arah Aleron."Terima kasih atas kebaikan kalian. Aku akan mengingatnya seumur hidupku."

Nara tertawa kecil."Kami memang harus menolongmu."

Adelia mulai merasa pegal karena perjalanan lumayan jauh. Selain itu ia juga membawa tas yang cukup berat.

Aleron atau biasa dipanggil Aron mengambil alih tas dari tangan Adelia."Aku bawakan."

"Te-terima kasih." Adelia merasa lega meskipun ia merasa sudah merepotkan. Ia akan memberi uang pada mereka nanti ketika ia akan kembali.

"Kita sudah sampai,"kata Nara pada Adelia.

"Kita ada di mana?"

"Di sinilah kampung kami."

"Ini perkampungan?" Adelia menatap beberapa titik cahaya dengan bingung. Perkampungan yang ada di pikirannya adalah sebuah wilayah yang dihuni banyak rumah dan kepala keluarga. Tetapi, ini hanya ada sekitar sepuluh rumah yang memiliki jarak berjauhan.

"Kalian istirajatlah, biar aku yang mengantar Adelia,"kata Aron pada Nara dan Henry.

"Ka-kau yang mengantar? Kenapa bukan Nara?"tanya Adelia kaget,"maaf, sudah tidak sopan. Tapi, aku terkejut."

"Adelia, percayalah padanya. Dia tidak akan menyakitimu,"bisik Nara.

Adelia menelan ludahnya. Ia pun mengangguk dan mengikuti Aron. Pria itu membuka sebuah rumah, atau lebih tepatnya seperti sebuah gubuk kayu dengan atap daun rumbia. Pencahayaan yang cukup di teras gubuk membuat wanita itu bisa melihat wajah Aron dengan jelas. Pria itu memiliki kulit kuning langsat dan rambut yang lebat. Jika dirawat dengan baik, rambutnya itu pasti akan tertata dengan baik dan halus.

"Semua orang di sini sudah berpasangan. Jadi, kau tidak bisa tinggal bersama mereka. Ini rumahku, kau bisa menggunakannya malam ini. Aku bisa tidur di tempat lain,"kata Aron sembari meletakkan tas Adelia ke dalam.

"Aku mengambil tempatmu malam ini. Maafkan aku."

Aron tersenyum, terlihat manis sekali "Hanya malam ini. Yang terpenting kau aman. Aku akan tidur di sana." Pria itu menunjuk sebuah gazebo di tengah-tengah pemukiman.

"Aku sangat berterima kasih,"ucap Adelia.

Pria itu mengangguk."Istirahatlah, besok kita harus bekerja keras mencari bahan bakar kendaraanmu."

"Terima kasih, Aleron." Adelia menutup pintu. Di dalam gubuk itu hanya ada ranjang, lemari, dan kursi kayu yang dilengkapi dengan meja. Wanita itu terduduk di sana sembari merenung atas apa yang terjadi padanya saat ini. Perlahan ia merasa mengantuk dan memberanikan diri untuk tidur. Untuk keselamatan diri, ia tidak mengganti pakaiannya. Ia hanya perlu tidur dan besok ia akan segera pergi dari sini.

💜💜💜

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang