Aron menghentikan mobilnya. Adelia mengerutkan keningnya. Tempat ini tidak terlihat seperti hutan. Ada rumah kayu yang bagus di sana."Kita ada di mana?"
"Kau akan tahu setelah ini. Aku ingin memperkenalkan tempat ini padamu." Aron mengajak Adelia keluar.
Adelia melihat ke sekeliling dengan perasaan campur aduk. Antara rindu, sedih, dan bahagia. Sesuatu yang hilang belakangan ini terasa kembali lagi. Ia seperti kembali ke dalam mimpinya. Wilayah ini mirip dengan wilayag dimana ia tinggal. Bedanya, di sini memiliki rumah. Lalu di dalam mimpinya ia tinggal di rumah pohon serta goa.
Aron tersenyum melihay Adelia yang tidak berhenti memperhatikan sekelilingnya."Apa kau merasa dejavu?"
Adelia mengangguk."Tempat apa ini?"
"Ini bagian dari wilayah yang dibeli Kakekku. Jika aku bosan di lokasi tambang, aku akan datang ke sini. Aku menyulap hutan ini menjadi nyaman untuk hunian." Aron meraih tangan Adelia dan menggenggamnya.
Adelia terkesiap menatap tangannya. Tapi, Aron membawanya berjalan. Ia terpaksa mengikutinya.
"Ini rumah kayu, di dalamnya sudah pasti hangat dan nyaman." Aron hanya menunjuk rumah tersebut dan tetap memandu Adelia berjalan menelusuri jalan setapak.
Perasaan Adelia semakin tidak karuan. Semua terasa semakin nyata. Aron membawanya ke dalam hutan kecil itu. Lalu, mereka berhenti di sebuah jembatan.
"Adelia, tempat ini persis seperti mimpimu, kan?"
"Benar. Di dalam mimpiku ada kantor, ada goa, dan ada rumah pohon. Ya, mimpiku memang tidak mungkin ada di dunia nyata. Tapi, tempat ini sangat mirip. Aku merasa dejavu terus."
Aron bersandar di pagar sembari membuang pandangannya. "Tapi, ceritamu sama sekali tidak lengkap. Kau tidak menceritakan kalau kita sering bercinta di sini."
"Aku tidak menceritakannya karena itu memalukan." Adelia terdiam sejenak. Kemudian menatap Aron bingung."Tap-tapi, bagaimana kau tahu. Aku kan tidak bercerita pada siapa pun?"
Aron tertawa kecil. Ia menunjuk ke arah sungai."Kita pernah melakukannya di sana berempat, di dalam hutan sana, di dalam rumah pohon. Iya, kan?"
Wajah Adelia merah. Ia menatap Aron tak percaya."Ke-kenapa kau tahu? Apa kau~"
Aron memeluk pinggang Adelia. Kemudian berbisik di telinga wanita itu."Karena aku juga menjalani mimpi itu."
Adelia tertunduk malu. Ia menjauh dari Aron. Pelukan itu begitu terasan nyaman, tapi, ia tidak boleh menerimanya begitu saja. "Tapi, kau tidak langsung mengatakannya semalam."
"Aku hanya mengatakan tidak ingat apa-apa. Aku tidak menyangkalnya, kan?" Aron mengerlingkan matanya.
"Kau mempermainkanku!"
"Itu karena~aku merasa tidak akan bisa menahan diri. Kau tahu, sejak aku bangun aku terus memikirkanmu. Aku tahu itu hanyalah mimpi, tapi, itu membuatku gila. Aku bahkan tidak tertarik dengan kekasihku sendiri karena memikirkanmu. Tapi, akhirnya hubungan kami memang berakhir dengan sendirinya. Sepertinya inilah takdir kita."
Selama ini, Aron juga bertanya-tanya siapa wanita di dalam mimpinya. Sejak teebangun dari koma, ia selalu memikirkan wanita itu. Ia bahkan mengabaikan Kaira. Tetapi, seiring berjalannya waktu ia sadar bahwa itu hanyalah mimpi belaka. Konon katanya orang yang tidak sadarkan diri memang ada yang mengalami mimpi seperti melakukan perjalanan jauh dan lain-lain. Oleh karena itu ia mencoba untuk realistis dan melanjutkan hubungannya dengan Kaira. Tetapi, sosok Adelia memang selalu ada di pikirannya. Bahkan saat bercinta dengan Kaira, ia membayangkan wanita itu adalah Adelia.
Aron sangat kaget ketika melihat sosok Adelia di acara pertunangannya. Saat itu juga, Aron ingin berlari kencang dan memeluknya. Namun, hal itu tidak mungkin ia lakukan. Ia sedang bertunangan dengan Kaira. Ia menjadi lebih terkejut lagi ketika mendengar bahwa Adelia bangun bersamaan dengannya. Aron berniat mendekati Adelia setelah acara selesai. Lalu, ia akan mencari cara membatalkan pertunangan. Tapi, ternyata Kaira hamil dengan pria lain. Itu mempermudah segalanya.
"Jadi, kau bermimpi juga? Kenapa hanya kita berdua? Reiga dan Altair tidak bermimpi sama sekali." Adelia merasa sedikit aneh.
Aron membulatkan matanya."Oh, jadi maksudmu~kau ingin menjalin hubungan dengan mereka juga? Kau ingin bercinta dengan tiga pria sekaligus?"
Adelia meringis."Tidak begitu. Aku hanya heran dan masih sedikit bingung dengan semua yang terjadi."
"Ya, aku juga bingung. Tapi, mungkin ini memang takdir kita. Maksudku, memang hanya kita yang harus bermimpi dan menjalani kisahnya."
Adelia menatap Aron."Maksudmu?"
Aron mendekat dan memegang tangan Adelia."Maksudku~ kita memang ditakdirkan bersama, Adel. Kau sudah bercerai dan aku sudah putus. Kita dipertemukan dalam sebuah musibah. Lalu, kau bertemu dengan Rhodes yanh ternyata Kakak kandungmu. Melalui jalan itu kita bertemu. Bukankah itu takdir?"
"Benar, itu takdir." Adelia menghela napas lega.
"Tapi, maksudku adalah~sepertinya kita ditakdirkan untuk bersama. Adel, meskipun kita baru bertemu semalam bukankah kau merasa kita sudah kenal begitu lama?"
"Benar. Kita bahkan langsung saling mempercayai. Tidak ada rasa canggung saat kita bicara seperti ini. Aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi." Adelia membuang pandangannya. Sejak tadi Aron terus menatapnya dan itu membuatnya salah tingkah.
"Adel, bisakah kita memulai hubungan ini? Kau juga merasakan hal yang sama denganku, kan?" Aron merapatkan tubuhnya pada wanita itu. Ia memeluk pinggang Adelia.
Adelia tergagap karena itu terlalu dekat. Ia bisa merasakan embusan napas lelaki itu. Telinga Adelia terasa panas. Untuk menghindari wajah Aron, Adelia merapatkan kepalanya ke dada lelaki itu.
"Aku~ tidak tahu."
"Aku yakin kau merasakan hal yang sama. Hanya saja kau malu untuk mengatakannya. Tidak apa-apa. Kita masih punya banyak waktu." Aron memeluk Adelia dengan mesra.
Jantung Adelia berdebar kencang. Ia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Ia ingin mengatakan sejujurnya, tetapi, ia terlalu malu untuk mengatakan.
"Aron, bukankah aku harus wawancara kerja?" Adelia mengalihkan pembicaraan. Saat ini bukan waktunya untuk membahas soal perasaan.
"Aku bohong soal itu." Aron melepaskan pelukannya dan menatap wajah Adelia.
"Jadi, maksudmu aku tidak bisa bekerja di sini?"
"Benar. Itu hanya alasanku agar bisa membawamu ke sini."
Adelia menganga tak percaya."Astaga~kenapa? Apa aku tidak layak?"
"Kau tidak perlu bekerja, aku akan memberimu uang yang banyak. Bukankah~ kita akan menikah?" Aron mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir wanita itu.
"Kita baru saja bertemu, bagaimana bisa membicarakan pernikahan yanh seumur hidup itu." Wajah Adelia memerah. Ia tidak menyangka akan mendapatkan ciuman dari pria yang baru ia temui semalam.
"Ternyata Adelia di dunia nyata cukup pemalu, ya. Sangat berbeda dengan di dalam mimpi,"tatap Aron menggoda.
Adelia sangat mengerti apa maksud Aron. "Ternyata kau di dunia nyata sedikit dingin dan pemaksa."
Aron tertawa kecil."Ayo kita ke rumah. Jam makan siang sudah tiba."
"Apa ada orang di sana?"
"Tidak ada. Tapi, akan ada yang mengantarkan makan siang untuk kita." Aron memeluk pundak Adelia dan berjalan kembali ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BURNING ESCAPE
Romance21+ Orang tua Adelia tidak bisa menerima perceraiannya. Adelia diusir dan tersesat saat ia berjalan tanpa arah. Ia hidup bersama orang-orang di dalam hutan yang sedang menjalankan sebuah misi. Adelia ikut bekerja di sana dan terlibat dalam hubungan...