Cek-cek aja di karyakarsa ya sudah update sampai part 40-an. soalnya di sini sepi huhuhuh. Tapi tetap kuupdate sampai tamat kok
Adelia merasa lega ketika perbannya sudah dibuka. Ini hari keempat setelah kakinya terluka dan ia tinggal bersama Reiga. Pria itu sama sekali tidak buruk. Dia pria yang lembut dan menyenangkan. Hanya saja ia tetap harus berhati-hati.
Pagi ini, keduanya sudah mandi dan sarapan. Mereka juga sudah berpakaian dengan rapi.
Reiga mengusapkan salep ke luka Adelia. Itu hanya butuh waktu untuk mengering. Tidak perlu ditutup lagi."Akhirnya kau bisa berjalan-jalan. Tapi, kau harus berhati-hati. Tetap harus bersamaku."
"Aku mengerti. Aku tidak akan merepotkanmu lagi." Adelia menggerakkan kakinya.
"Aku berharap direpotkan secara terus menerus."
Reiga bangkit, kemudian mengecup pipi Adelia."Kau masih datang bulan?"
"Iya, ini hari ketiga. Kenapa? Kau mau melakukan sesuatu terhadapku?" Adelia menatap curiga.
Reiga tertawa."Kenapa menatapku seperti itu. Aku hanya ingin memastikan bahwa perutmu masih sakit atau tidak."
"Sudah tidak sakit." Adelia merasa bahagia sekali karena akhirnya ia bisa bebas bergerak.
"Oh iya, kita ke kantor, ya. Hari ini sebagian tim akan pulang. Tapi, sebagian masih tinggal di sana untuk beberapa urusan."
"Apakah Aron juga pulang?" Mata Adelia berbinar-binar.
Reiga mengendikkan bahunya."Aku tidak tahu mengenai hal itu. Aku hanya diberi kabar kalau akan ada tim yang kembali untuk membawa data. Bisa saja kembali, bisa saja tidak."
Wanita itu mengangguk mengerti. Reiga memainkan rambut wanita itu."Kau sangat merindukannya, ya?"
"Hmmm tidak juga."
Reiga memegang rambut Adelia yang menjuntai, lalu menciumnya."Kau sering menanyakannya. Aku sedikit cemburu."
"Ya mau bagaimana lagi. Aku tidak paham dengan situasi tersebut. Ya sudah, ayo kita ke kantor."
Reiga memegang tangan Adelia."Berjalanlah dengan hati-hati."
Pria itu membimbing Adelia saat berjalan. Hingga mereka tiba di kantor. Tempat itu sudah rapi, tidak seperti saat pertama kali Adelia dan Aron ke sana. Bentuknya benar-benar seperti sebuah kantor. Ada banyak meja dan kursi untuk bekerja. Beberapa meja dilengkapi dengan komputer atau laptop.
Adelia mengelilingi ruangan tersebut."Apakah kalau proyek dimulai, kantor akan pindah?"
"Akan pindah secara bertahap. Tapi, sebagian proyek akan didesain di sini. Semua perencanaan akan kita lakukan di sini." Reiga menuju meja di sudut ruangan."Ini mejamu. Tapi, kalau kau tidak suka, kau bisa pilih yang lain."
Adelia melihat kubikel yang berisi dua meja tersebut. "Tidak, aku suka di sini. Posisi yang sangat kusuka. Lalu, kau di sebelahku?"
Reiga menggeleng."Itu tempat Altair. Karena kalian harus sering berdiskusi. Aku dan Aron bisa duduk di mana saja. Di sana juga ada meja meeting, kami bisa menggunakannya."
"Iya. Kenapa harus kubikel, ini membuat ruangan terlihat sempit."
"Kau akan mendesain, lalu Altair juga harus fokus berhitung. Tidak bisa terkena cahaya atau gangguan di depannya. Oleh karena itu digunakan meja dengan penutup di depannya, yaitu kubikel,"jelas Reiga.
"Permisi!" Tiba-tiba saja suara berisik datang. Lalu, ada seseorang yang langsung berbaring di lantai.
Adelia terbelalak."Astaga, kalian kenapa?"
Rhodes tertawa."Kami baik-baik saja. Kami hanya meluruskan kaki."
Adelia melihat satu persatu orang yang masuk. Ia berharap salah satu yang datang adalah Aron.
Tetapi, pria yang terakhir kali masuk adalah Altair. Pria itu datang tanpa senyuman. Ada luka di alisnya."Kau terluka?"tanya Adel kaget.
Altair menoleh, ia mengangguk sambil memegang lukanya."Hanya luka kecil saat pengukuran."
"Ah, jadi ini berhasil?"
Altair mengangguk. Pria itu tidak memiliki banyak ekspresi. Beda halnya dengan Rhodes yang sudah tersenyum sejak awal. Altair yang sulit tersenyum itu ternyata harus satu tim dengannya.
"Aron akan kembali dalam beberapa hari lagi,"kata Rhodes pada Adelia.
Adelia menatap lelaki itu bingung.
"Kau mencari Aron, kan? Dia menitip pesan, agar kau bersabar menunggu. Dia juga minta maaf karena pulang lebih lama dari waktu yang dia janjikan."
"Iya. Terima kasih." Jantung Adelia berdebat kencang. Itu karena ternyata Aron masih mengingatnya selama di sana. Ia bahkan menitipkan pesan.
"Bukankah itu sangat manis?" Rhodes menggoda Adelia yang tampak senang mendengar berita dari Aron.
Adelia berdehem."Aku senang kalian baik-baik saja. Terima kasih sudah menyampaikan pesan Aron. Dia baik-baik saja, kan?"
"Iya. Dia lelaki yang kuat, jadi, dia akan selalu baik-baik saja."
"Tapi, aku tidak senang mendengarnya,"gerutu Reiga.
Rhodes mendengkus."Itu urusanmu." Kini ia menatap Adelia. "Bukankah kita sangat mirip." Rhodes berdiri di sebelah Adelia.
Altair dan Reiga menatap keduanya bergantian.
"Kalian memiliki kilauan rambut yang mirip. Begitu juga dengan bentuk mata dan bibir. Apa lagi kalau tersenyum.""Nah, benar kan~" Rhodes menjentikkan jarinya.
"Karena kalian mirip, kau tidak boleh mendekatinya." Reiga menatap Rhodes tajam.
Rhodes memeluk pundak Adelia."Aku akan mendekatinya sebagai Adik perempuanku. Jadi, Adelia, aku tidak sama seperti mereka."
"Mereka?"
"Ya, Aron, Reiga, dan Altair. Mereka itu berengsek." Rhodes berkata sambil tertawa.
"Berengsek kau!" Altair mengumpat, kemudian ia pergi.
"Hei, kau mau kemana?"teriak Reiga.
Altair muncul."Aku ingin ke toilet dan ganti baju. Aku akan datang dalam beberapa menit."
"Okey, Adelia menunggumu di sini."
"Aku tahu!"balasnya dengan nada ketus. Kemudian ia menghilang kembali.
"Bukanlah sebaiknya mereka istirahat dulu? Mereka baru saja melakukan perjalanan jauh." Adelia menatap Reiga.
"Kami menginap di perkampungan semalam. Jadi, kami sudah istirahat yang cukup. Terima kasih sudah mengkhawatirkan kami,"jelas Rhodes.
"Ah begitu, baiklah."
"Kakimu kenapa?"
"Oh, aku terpeleset di sungai. Reiga yang menyelamatkanku. Ini salahku karena pergi sendiri."
Rhodes berjongkok dan melihat lukanya."Ah, ini pasti sakit ya. Kau harus mengajak salah satu dari kami jika ingin berpergian. Jika kau takut pada mereka, kau bisa mengajakku."
"Berhentilah bicara omong kosong, Rhodes! Kau pembual yang hebat! Jangan percaya sepenuhnya dengan pria di sini."
Rhodes memegangi dadanya."Ah, kau tega sekali, Reiga. Padahal aku sangat serius. Adelia mirip sekali dengan Adikku."
"Apa kau punya fotonya? Aku penasaran kami semirip apa?" Jika memang ia mirip dengan adik Rhodes, maka ia akan berusaha percaya bahwa pria itu menganggapnya seorang adik.
"Ah, aku hanya memiliki foto sewaktu dia kecil. Kami berpisah karena sesuatu hal. Nanti kuperlihatkan fotonya padamu."
"Rhodes, berikan lembar kerjamu. Kita harus meeting setelah Altair datang." Reiga menuju meja meeting.
"Ayo, Adel,"ajak Rhodes.
Adelia mengangguk. Ia bergabung dalam meja besar yang berbentuk persegi panjang. Mereka menunggu Altair datang dan mendiskusikan banyak hal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BURNING ESCAPE
Romance21+ Orang tua Adelia tidak bisa menerima perceraiannya. Adelia diusir dan tersesat saat ia berjalan tanpa arah. Ia hidup bersama orang-orang di dalam hutan yang sedang menjalankan sebuah misi. Adelia ikut bekerja di sana dan terlibat dalam hubungan...