Part 19

515 66 7
                                    

Adelia merasa tersanjung sekaligus merasa ngeri. Ia masih sedikit waspada sekali pun ia sudah menyerahkan hidupnya pada pekerjaan ini. Semoga saja apa yang Aron katakan benar. Ia akan mendapatkan pekerjaan dan gaji yang diinginkan. Lalu, akan diperlakukan dengan baik.

Adelia menelan ludahnya."Terima kasih, entah bagaimana aku harus berterima kasih. Karena aku ini hanyalah orang yang tersesat. Lalu, kau dengan senang hati mengulurkan tangan membantumu."

"Ini kan tidak sekadar terima kasih. Aku juga mendapatkan sesuatu darimu. Tapi, maksudku, aku tidak sedang memanfaatkanmu. Aku memang menyukaimu. Oleh karena itu, aku selalu ingin menyentuhmu."

"Itu terjadi karena aku juga menyetujuinya. Jadi, kurasa tidak apa-apa. Asalkan menggunakan pengaman."

Aron meraih tangan Adelia, lalu mencium telapak tangannya. Lalu ia menghisap jari wanita itu. Adelia menelan ludah. Seketika ia merasakan desiran di sekujur tubuhnya.

"Adelia~"panggil Aron dengan suara parau."Kau hatus tahu bahwa, kecantikanmu sulit dideskripsikan. Kau memiliki kecantikan tersembunyi yang hanya bisa dilihat oleh para pria."

"Jangan membuatku semakin bingung,"protes Adelia dengan malu-malu. Ia tidak bisa menempatkan ucapan Aron. Apakah itu sebuah pujian atau sebuah rayuan semata.

"Kau harus menerima kasih sayang yang diberikan kepadamu. Entah itu dariku, Reiga, Altair, atau Rhodes. Terimalah kasih sayang itu dalam bentuk apa pun,"kata Aron.

Adelia mematung. Ia semakin bingung. Pembicaraan mereka saat ini selalu dikaitkan dengan ketiga pria itu. Belum sempat Adelia berpikir lebih jauh, Aron sudah menciumnya. Bibir Aron terasa dingin. Sepertinya suhu sudah mulai naik karena ini sudah malam hari.

Adelia masih berdiam diri. Aron melumat bibirnya. Sapuan lidah pria itu membuat Adelia membuka mulut. Lidah Aron menelusup ke dalam mulut wanita itu. Lidah keduanya bertautan. Ciuman hangat yang begitu menuntut.

Ciuman terlepas dan keduanya mengambil napas. Adelia membuka celana Aron. Milik lelaki itu mencuat. Adelia menggenggam dan mengusap-usap puncaknya. Aron masih menunggu apa yang akan dilakukan Adelia selanjutnya. Adelia menundukkan kepalanya. Kejantanan Aron kini masuk ke dalam mulut wanita itu. Terasa hangat dan basah. Pria itu menengadah dan mengerang. Lidah Adelia menari-nari di permukaan kulit kejantanannya. Lalu, wanita itu menghisapnya dengan kuat.

Aron mengusap-usap kepala Adelia. Lalu, ia meremas-remas dada wanita itu."Sayang, itu~" Aron menjauhkan kepala Adelia. Ia hampir saja mengeluarkan cairannya.

Adelia menyeka bibirnya. Aron membuka pakaian Adelia, kemudian menindih tubuh wanita itu. Satu tangannya memasuki milik Adelia. Di sana sudah terasa basah dan hangat. Sementara mulutnya menghisap gundukan kenyal wanita itu. Adelia membuka pahanya lebar-lebar agar jari Aron memasukinya dengan leluasa. Adelia merasa dirinya menjadi sangat binal. Padahal ia tidak merasakan apa pun saat bersama Eliard. Mungkin karena Eliard juga tidak berusaha dengan keras.

Aron melepaskan jemarinya. Lalu, ia membalikkan tubuh Adelia. Ia menciumi punggung telanjang wanita itu. Di sana sangat sensitif hingga Adelia merasa semakin bergairah.
Kedua tangannya bertumpu, lalu ia menungging.

Aron menepuk bokongnya cukup keras. Gairah keduanya semakin membara. Aron berlutut, lalu memasuki Adelia.

"A-Aron!" Adelia menghentikan gerakan Aron.

"Kenapa, sayang?"

"Pe-pengamannya,"kata wanita itu mengingatkan.

"Astaga aku lupa. Hampir saja aku terlena. Di dalam sini begitu hangat dan sempit." Aron mengerlingkan matanya. Kemudian Ia menarik pengaman dari saku celana dan mengenakannya. Lalu, ia memasuki Adelia kembali.

Aron menghunjam sampai kaki Adelia gemetar dan lelah. Lalu, cairannya menyembur.

Malam ini, Aron menghabiskan seluruh tenaganya untuk memasuki wanita itu. Mereka bercinta, lalu istirahat. Begitu tenaganya pulih kembali, ia akan kembali mengajak Adelia bercinta. Aron tidak peduli jika esok harus melakukan perjalanan panjang. Ia ingin memuaskan dirinya saat bersama Adelia.

Kantung bening yang diikat ujungnya bertebaran di lantai. Masing-masih berisi cairan. Mulai berwarna yang kental hingga sedikit encer. Aron dan Adelia tidur tanpa mengenakan pakaian. Tubuh Adel dihiasi dengan bercak merah. Aron suka memberikan gigitan kecil di area pundak dan punggung.

Pukul tiga pagi, Aron terbangun. Ada sebuah ketukan yang ia kenal. Pria itu mengenakan celananya, lalu turun untuk membuka pintu. Altair berdiri di sana. Ekspresi pria itu langsung berubah. Aura rumah ini terasa sangat berbeda.

"Kau sedang menabung untuk perjalanan kita, ya?" Altair menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aron mengangguk."Begitulah."

"Apa itu cukup?"

"Sepertinya tidak. Tapi, bisa mengurangi, kan?" Aron tertawa.

"Sepertinya dia cukup kuat. Karena kau pasti melakukannya berkali-kali malam ini?"

Aron mengangguk."Benar. Apa kita sudah akan pergi?"

Altair menunjuk tim yang sudah siap di belakangnya. "Tinggal kau saja."

"Tunggulah di sana. Aku harus berpamitan dengan kekasihku. Lima menit lagi aku akan keluar."

Altair mengangguk. Aron menutup pintu dan menghampiri Adelia dengan hati-hati. Ia mengusap pipi Adelia dengan lembut."Sayang~"

"Eungg~" Adelia menggumam.

Suara wanita itu terdengar seperti desahan. Aron mengigit bibirnya. Miliknya kembali mengeras. Aron mengusap punggung Adelia dengan lembut. Wanita itu tak kunjung terbangun. Justru miliknya yang kini bangun.

Aron menghela napas berat. Ia melepaskan celananya. Lalu menindih tubuh Adelia. Ia memasuki wanita itu dari belakang. Adelia terjaga karena tubuhnya terguncang.

Ia mengerjap dan berusaha sadar sepenuhnya. Ternyata Aron sedang menghunjamnya. Adelia meremas selimut dan ia mendesah. Wanita itu tidak tahu kalau di depan sana ada sekelompok pria yang sedang menunggu Aron. Tentu saja mereka dapat mendengarkan suara Adelia.

Aron berusaha melakukannya dengan cepat. Ia sadar bahwa ada yang sedang menunggunya. Namun, untuk urusan satu ini, ia tidak bisa menunda. Aron mempercepat gerakannya, lalu menarik miliknya. Cairannya terbuang ke lantai.

Adelia menatap Aron kaget. Ternyata pria itu tidak menggunakan pengaman."Aron?"

"Aman kok. Maaf, ya, mengagetkanmu. Aku harus pergi sekarang. Mereka sudah menungguku di depan."

Adelia mengenakan pakaiannya dengan cepat."Sekarang? Ini masih gelap."

Aron pergi ke toileg untuk membersihkan diri seperlunya. Lalu, ia mengenakan pakaian yang baru. Sementara Adelia menunggu di ruang tami dengan sedih. Tak lama, Aron muncul dengan pakaian lengkap. Ia berdiri di hadapan Adelia."Aku pergi, ya, sayang?"

Adelia mengangguk."Segera kembali. Aku akan merindukanmu."

"Aku juga akan merindukanmu." Aron mengecup kening Adelia. Lalu, ia membuka pintu.

Altair memasang wajah datar pada Aron."Lima menit apanya?"

"Maaf, ada sesuatu barusan." Aron memeluk Adelia yang berdiri di ambang pintu."Aku pergi, sayang. Jaga dirimu baik-baik. Akan ada yang datang mengantar makanan. Kau bisa menanyakan informasi mengenai aku padanya. Intiplah dulu dari jendela jika ada yang mengetuk."

"Iya. Hati-hati."Adelia melambaikan tangannya. Aron dan yang lainnya mulai menghilang dalam kegelapan.

Adelia menutup pintu dan menguncinya. Lalu ia kembali ke kamar. Ia membersihkan sampah-sampah sisa percintaan mereka.  Adelia tersenyum geli, bukankah mereka bercinta begitu hebat semalam?

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang