Sekitar setengah jam kemudian, Altair kembali. Pria itu tampaknya baru selesai mandi. Penampilannya pun kembali rapi dan wangi. Wajahnya yang tampak serius itu masuk membawa buku catatan. Ia menghampiri Reiga dan memperlihatkan beberapa informasi penting. Yang dimana, Reiga harus melaporkan hal tersebut ke kantor pusat.
Reiga mengangguk-angguk."Oke, akan kubuat laporannya sekarang. Kalian bekerjalah."
Adelia menatap Reiga tak mengerti. Karena ia belum diberikan pekerjaan sama sekali.
"Aku harus membuat laporan, kau dan Altair berdiskusilah. Karena dia rekan kerjamu sekarang,"kata Reiga yang mengerti raut wajah kebingungan itu.
"Baik."
"Aku keluar sebentar. Nanti aku kembali lagi."
"Iya." Adelia menelan ludahnya. Ia memandang Altair yang berdiri sambil menatap buku catatannya.
Pria itu ke meja kerja."Adelia ke sini!"
Wanita itu datang dengan cepat.
"Duduk!"perintah Altair.
Adelia duduk dengan cepat dan menatap Altair.
"Aku sudah mendapat sebagian kondisi tanahnya. Seperti ini." Altair menunjukkan gambar kontur tanah yang tidak ia mengerti sama sekali.
"Ini~" Adelia memutar-mutar buku dan mengerutkan keningnya.
"Kau tidak bisa membacanya?" Mata Altair menyorotinya tajam.
Jantung Adelia berdebar kencang."Selama ini ia tidak pernah mengerjakan hal seperti ini." Saat ini, Adelia merasa bodoh. Karena ia sama sekali tidak pernah bekerja di lapangan. Lalu, biasanya ia hanya mendesain bangunan yang ukuran menengah saja. Sekali pun berada dalam tanah yang lembek atau apa pun itu. Ia menyerahkan semuanya pada teknik sipil dan orang di lapangan.
Altair mendecak. Kemudian ia menggambar ulang dengan cara yang mudah. Ia berharap wanita itu mengerti."Seperti ini. Kita tidak akan mengeruk tanah yang ini. Kita akan membuat bangunan sesuai tinggi rendahnya tanah. Dari pintu masuk terlihat seperti rumah satu lantai. Tapi ternyata ada tangga untuk turun."
"Ah, aku mengerti." Adelia mengembuskan napas lega. Setidaknya ia tidak terlalu bodoh dan Aron tidak akan menyesal sudah membawanya ke sini.
Altair mendorong catatan ke hadapan Adelia."Kau buat sketsanya sesuai dengan situasi tanah di sini. Aku akan melihatnya lebih dulu. Setelah deal oleh Aron dan Reiga, lanjutkan untuk dua dan tiga dimensinya."
"Baik, akan kumulai sekarang." Adelia sedikit merinding dengan sikap tegas dan dingin Altair.
"Buat sketsa di buku besar itu,"tunjuk Altair.
"Baik."
Adelia berjanji akan menjadi rekan kerja yang baik. Ia langsung mengerjakan tugasnya. Ia berkutat dengan buku dan pena. Lalu, entah pukul berapa Reiga datang membawa makan siang untuk mereka. Setelahnya, pria itu pergi. Adelia dan Altair makan berdua dalam keheningan. Altair tidak mengajaknya bicara selain urusan pekerjaan. Lalu, Adelia tidak berani berbasa-basi dengannya. Lalu, makan malam datang dan mereka berhenti bekerja. Tetapi, setelah itu, Altair meminta melakukan pekerjaanya kembali.
Ini sudah pukul dua dini hari. Wanita itu merasa lebih bekerja sejak pagi tanpa istirahat. Ia melirik Altair di sebelahnya. Pria itu tampak segar dan bugar. Padahal ia baru saja melakukan perjalanan jauh.
"Altair, aku boleh tidur?" Mata Adelia sudah berat sekali.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Altair melihat sketsanya. Keningnya berkerut "Kau baru mengerjakannya sampai sini?"
"Apa maksudmu sampai sini. Ini sudah banyak karena baru satu hari. Aku sudah menyelesaikan sketsa hampir satu gedung. Itu juga belum tentu akan disetujui, kan nanti?"balas Adelia tak terima. Baginya ini adalah pencapaian yang luar biasa.
Altair bersedekap sambil menatap Adelia. "Bagaimana dengan yang lainnya? Gudang dan penginapan pekerja. Ini baru kantor."
"Aku akan melanjutkannya besok, Altair. Ini sudah jam dua pagi. Manusia butuh istirahat."
Altair menarik napas panjang."Aku pun belum istirahat setelah perjalanan panjang."
"Maka dari itu istirahatlah. Agar hasilnya lebih baik." Adelia menggeram.
"Kalau begitu kau tidur saja di kamar itu." Altair menunjuk ke kamar dengan arah matanya.
"Hah? Kenapa di sana? Aku harus kembali ke rumah." Adelia ingin tidur dengan nyaman. Ia juga harus mengganti pakaian.
Altair menggeleng."Agar aku bisa membangunkanmu. Kau harus bangun pukul delapan pagi."
"Kenapa kau tidak punya hati." Wanita itu menggumam. Namun, ia sudah pasrah karena tidak kuat menahan kantuk lagi. Adelia mengangguk pelan. Ia melangkah ke kamar dengan gontai. Tidak ada pilihan lain, yang terpenting ia bisa tidur.
Kamar itu sudah rapi, berbeda sekali dengan sebelumnya. Di sana ada empat tempat tidur terpisah. Adelia memilih paling sudut. Begitu tubuhnya menempel di kasur, ia langsung terbang ke alam mimpi.
Sementara itu, Reiga dan Rhodes datang. Mereka kaget karena Altair masih bekerja.
"Dimana Adelia? Dia sudah pulang?"tanya Reiga sembari menyodorkan secangkir kopi pesanan lelaki itu.
"Dia ada di kamar. Baru saja tidur."
"Benarkah, kenapa tidak kau antar pulang?" Reiga menatap lelaki itu bingung."Kau berniat tidur bersamanya?"
"Itu agar dia bisa bangun lebih cepat besok dan lanjut bekerja."Altair menyesap kopinya.
Rhodes menggeleng heran."Astaga, Altair, dia bekerja sejak pagi sampai pagi. Kau tega melakukan itu padanya?"
"Ini kan urusan pekerjaan. Tidak ada istilah tega atau tidak. Aku ingin semua cepat selesai dan mulai pembukaan wilayah."
"Kau boleh bekerja keras. Tapi, jangan samakan kau dengannya. Tapi, ya sudahlah, yang pentimh dia sudah tidur,"kata Reiga yang membuka laptopnya.
Altair menyodorkan hasil pekerjaan Adelia pada Reiga."Ini hasil pekerjaannya. Bukankah sia-sia? Ini sama sekali tidak berguna."
Reiga memeriksanya."Setidaknya ini memanglah sebuah sketsa. Hanya saja, kurang cocok dengan wilayah ini. Kita bisa merevisinya. Jika diberi tahu, dia akan mengerti."
"Kenapa kau langsung berkata ini sia-sia. Dia sudah bekerja keras. Kau juga jangan terlaku keras padanya!"tambah Rhodes.
Altair memutar bola matanya."Astaga, kalian sedang menyerangku."
"Bersikaplah yang baik pada wanita!"
Rhodes mengambil alih pekerjaan Adelia. Ia memperhatikan dengan saksama."Sesuai dengan cerita Aron, Adelia baru bekerja sebentar, lalu ia menikah dan berhenti. Ia hanya harus mengasah skillnya saja."
"Memangnya harus mengasah skill di situasi yang penting ini?"tatap Altair tajam."Berapa lama kita harus menunggunya pandai? Seminggu? Sebulan atau bahkan setahun? Itulah kenapa kita harus merekrut orang yang berpengalaman.
Bukan dari belas kasihan seorang pria yang jatuh cinta.""Kenapa kau jadi menyebalkan!" Rhodes meletakkan hasil pekerjaan Adelia.
Altair menyeringai."Aku memang seperti ini. Aku tidak suka ada yang mengacaukan pekerjaanku."
Rhodes mendecak sebal."Lalu, memangnya apa yang akan kau lakukan? Kau juga tidak akan bisa mengganti Adelia."
"Jangan larang aku untuk bersikap keras padanya. Ini juga demi kebaikan bersama. Jangan campuri urusan pekerjaanku."
Reiga dan Rhodes bertukar pandang. Keduanya mengendikkan bahu. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Pekerjaan Altair tidak boleh diganggu demi kelancaran urusan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BURNING ESCAPE
Romance21+ Orang tua Adelia tidak bisa menerima perceraiannya. Adelia diusir dan tersesat saat ia berjalan tanpa arah. Ia hidup bersama orang-orang di dalam hutan yang sedang menjalankan sebuah misi. Adelia ikut bekerja di sana dan terlibat dalam hubungan...