Part 7

723 74 4
                                    

Adelia merasa sunyi. Ia membuka tirai jendela dan melihat pemandangan gemerlap kota. Hatinya terasa hampa. Ia mencoba menghubungi orang tuanya, tetapi, mereka tidak menjawab. Adelia benar-benar sedih. Tidak ada yang tahu ia tersesat begitu jauh, mengalami hal buruk dan menakutkan. Tidak ada yang menanyakan bagaimana kabarnya saat ini. Begitu ramai keluarga yang ia punya, tidak ada satu pun yang menyadari bahwa ia tidak ada.

Mungkin orang tuanya dudah bercerita di sana. Karena seharusnya ia juga ikut ke acara pernikahan tersebut. Semua rencana berubah. Semua menjadi mimpi buruk. Adelia tidak tahu harus bagaimana. Pikirannya sangat buntu untuk saat ini.

Adelia tidak patah arang. Ia mencoba menghubungi orang tuanya meskipun ini sudah tengah malam.

"Adel?" Ada suara di seberang sana.

Jawaban dari seberang sana seperti guyuran air hujan di tengah kemarau. Ia sangat bahagia dan lega. Ia tahu, Mamanya pasti akan mengerti.

"Mama~"ucap Adel parau.

"Ini Bude."

"Oh, Bude~" Adelia sedikit kecewa, tetapi, setidaknya ia bisa bicara dengan anggota keluarganya."Mama mana, Bude?"

"Mamamu tidur. Seharian dia nggak enak badan. Katanya banyak pikiran."

"Oh gitu, ya~" Adelia tahu kalau itu disebabkan olehnya."Kalau Papa ada, Bude?"

"Papamu lagi pergi ngopi sama Pakde. Kamu di mana?"

"Adel ada di Hotel, Bude. Papa usir Adel,"kata Adel dengan nada sedih.

"Ya kamu, sih, pakai cerai segala. Udah gitu nggak ngabarin orang tuamu dulu. Wajar mereka marah dan syok. Untung aja nggak jantungan!" Wanita tua itu mengomeli Adel.

"Maaf, Bude. Adel tahu kalau Adel salah. Kalau gitu, Adel nyusul aja ke sana, ya. " Adel sudah siap untuk dimarahi habis-habisan. Yang penting ia masih bisa bersama orang tuanya lagi.

"Adel, seharusnya kau tidak mempermalukan orang tuamu dengan perceraian mendadak. Kau tidak tahu betapa sakit hatinya orang tuamu. Ibumu menangis seharian di sini. Padahal seharusnya kami sedang bersenang-senang atas pernikahan. Tapi, kau mengacaukan segalanya." Wanita itu masih terus mengomeli Adelia.

Hati Adelia berdenyut. "Bude, perceraian itu kan takdir. Tidak ada pasangan menikah yang ingin bercerai." Adelia mengatakannya dengan tangan gemetar.

"Badai dalam rumah tangga itu hal biasa, Adel. Kau harus menghadapinya tanpa melukai orang tuamu.  Sebagai anak adopsi seharusnya kau tahu diri."

Adelia terperanjat. Ia tidak menyangka akan mendengarkan kalimat yang tidak pantas itu. Siapa pun itu tidak berhak mengatakan demikian. Ia tahu apa kesalahannya, tetapi, tidak lantas ia langsung disebut sebagai anak adopsi. "Siapa yang anak adopsi. Hati-hati kalau bicara, Bude. Aku tahu sedang berbuat salah, tetapi, kalimat itu sangat tidak pantas."

"Kau memang anak adopsi, Adel. Tanya saja pada Eliard. Dia tahu semua kebenarannya. Papamu sangat menyayangimu. Ia bahkan tidak mendengarkan keluarganya demi membelamu. Tapi, apa yang kalu lakukan sekarang? Itu sangat kejam. Dia terlalu memanjakanmu, jadinya seperti ini. Pada akhirnya terbukti kalau kau memang akan mencoreng nama keluarga!"

Adelia mematung beberapa saat. Ia tidak akan percaya dengan ucapan wanita tua itu. Ucapan seperti itu bisa saja keluar ketika orang sedang marah."Aku ingin bicara sama Mama, Bude. Tolong berikan."

"Tidak, Adel, dia sangat menderita hari ini. Sebaiknya kau tahu diri. Pergilah daripada menyusahkan adikku lagi."

"Astaga, Bude?" Adelia tercekat."Aku ini keponakan, Bude. Kenapa tega sekali. Aku hanya bercerai, bukan mencuri atau membunuh."

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang