Part 10

720 80 4
                                    

Adelia kembali ke kamarnya. Ia berbaring dan menatap langit-langit. Pertemuannya dengan Eliard sama sekali tidak membuatnya tenang. Dia akan pergi ke luar kota lalu berjanji akan kembali? Memangnya itu dapat dipercaya. Adelia menertawakan dirinya sendiri. Ia begitu menyedihkan.

Adelia membuka pesan grup yang ramai sekali. Mereka membagikan foto kebersamaan. Mereka tampak bahagia. Mereka baik-baik saja meskipum ia tidak ada di sana. Sampai detik ini ia tidak bisa percaya bahwa ia adalah anak adopsi. Ia ingin mendengarnya langsung dari orang tuanya. Ini sedikit membingungkan karena semua akta mengatakan bahwa ia adalah anak kandung Ayahnya.

Adelia meringis, perutnya terasa perih. Mungkin karena ia terlalu banyak memikirkan masalah.
Ia mencoba menghubungi Mamanya. Semoga saja ada jawaban. Adelia tidak banyak berharap. Ia sudah mendapat kekecewaan selama beberapa hari ini.

"Adel~" Suara lemah dan lembut itu terdengar.

Tubuh Adel lemas seketika. Namun di sisi lain ia sangat lega."Ma~" Adel ingin menangis dan mengadukan banyak hal, tapi, ini bukan saatnya.

"Ada apa, Del? Mama sedang jalan-jalan sama yang lain."

Hati Adelia menjerit. Mereka di sana bersenang-senang, sementara ia sedang tersiksa di sini. Paling tidak mereka harus memberi kepastian terhadap dirinya.

"Kenapa Mama tidak mengabari kalau pergi? Kenapa tidak mengajakku?"tanya Adelia tercekat.

"Papa pikir kamu butuh waktu, Adel. Jadi, kami memutuskan untuk membiarkanmu pergi. Kau pasti akan datang bersama Eliard, kan?"tanyanya dengan nada penuh harapan.

"Mama, apakah Mama masih berharap aku dan Eliard kembali? Sekali pun pernikahan kami tidak bahagia?" Syara Adelia bergetar. Ia ingin menangis sekencang-kencangnya. Namun, ia tidak ingin kehilangan pembicaraan ini.

"Kalian pasti bisa, Adel, kalian hanya butuh waktu untuk bersabar."

Jawaban itu membuat Adel tidak bisa terima.
"Mama, apa benar aku ini anak adopsi?"

"A-apa? Siapa yang berkata begitu? Apa Eliard?"

"Apa itu benar, Ma? Bude yang memberi tahu."

"Kapan dia memberi tahu?"

"Mama, apa itu benar? Aku juga sudah mengkonfirmasi pada Eliard. Dia juga mengiyakan. Ma, aku bukan anak Mama?" Air mata Adelia menetes.

"Kamu anak Mama dan Papa. Kita bicarakan nanti, Adel, saat Mama dan Papa kembali minggu depan. Pastikan kau datang bersama Eliard. Kami hanya ingin kamu bahagia."

Adelia tertawa lirih."Bukan itu kebahagiaanku, Mama."

"Adel, kita bicarakan nanti. Mama sedang ada kesibukan."

"Mama, tunggu~" Sambungan terputus. Adelia terlihat sangat putus asa. Ia memeluk lututnya dan menangis sampai sore.

Matahari mulai turun di ufuk barat. Adelia dengan mata perih menatap pemandangan itu. Tidak ada artinya ia terus seperti ini. Ia adalah anak adopsi yang sepertinya dibenci oleh keluarga besar. Ia pernah mendengar bahwa saudaranya iri karena semua harta oeang tuanya akan diwariskan pada Adelia. Mungkin karena statusnya sebagai anak adopsilah yang membuat mereka tidak rela. Seharusnya harta itu bisa jatuh ke tangan saudara sang Ayah.

Adelia menarik napas panjang. Lalu, melihat ke atas nakas. Ia melihat kartu nama yang diberikan oleh Aron. Wanita itu mengigit bibirnya.
Haruskah ia memulai kehidupan baru ini. Adelia pergi ke toilet, ia merendam tubuhnya di bathup. Ia merenung sepanjang menit, lalu ia memutuskan untuk pergi dari hiruk pikuk kota ini.
Ia menuntaskan mandinya. Kemudian berpakaian rapi dan menuju kantor Aron.

Sementara itu, Aron menggeliat. Ia menyerahkan sisa pekerjaannya pada Asistennya untuk dirapikan. Ia berjalan ke tepi dinding kaca. Sore ini begitu cerah, sangat cocok untuk duduk santai menikmati cemilan manis dan kopi. Tapi, itu semua akan menyenangkan jika ia ditemani Adelia. Padahal ia sudah berusaha lupa akan wanita itu dengan menyibukkan diri. Sekarang ia harus ingat lagi. Apa yang sedang dilakukan Adelia sekarang? Mungkinkah ia dan mantan suaminya pergi ke kamar dan melakukan sesuatu. Meskipun katanya mereka tidak saling cinta, hal itu bisa saja terjadi. Aron benci dengan pikirannya saat ini.

"Aron, kau pergi jam berapa besok?" James masuk ke ruangan Aron.

"Siang saja. Supaya aku tiba di sana sore hari. Barang-barang pesanan mereka masukkan saja ke mobil. Aku akan bawa sopir,"kata Aron.

"Semuanya sudah masuk ke mobil. Sisanya hanya keperluanmu saja. Itu pun jika kau ingin membelinya,"balas James.

"Hmmm~"

"Kau menginap di mana?"

"Di hotel. Aku tidak ke kantor lagi besok. Jadi, pastikan tidak ada yang tertinggal." Aron mengingatkan. Ia melangkah mengambil kunci mobilnya dan pergi ke hotel.

Saat di perjalanan ia berpikir untuk menemui Adel lagi. Tapi, ia takut jika Adelia dalam situasi tidak bisa menerima kehadirannya. Mantan suaminya bisa saja masih ada di sana. Atau mereka sedang pergi menyelesaikan masalahnya.

Aron tiba di hotel, lalu menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia merasa begitu lelah.

Adelia menembus kemacetan menuju gedung besar yang merupakan kantor Aron. Ia tidak yakin bisa masuk dengan mudah. Tetapi, ia harus mengambil kesempatan ini. Ia akan menerima tawaran Aron dan memulai hidup baru.

Tidak ada yang mengenali Adelia di sana. Ia hanya menunjukkan kartu nama pemberian Aron sebagai bukti bahwa ia mengenal pria itu. Ia sungguh lupa bertukar kontak dengannya.  Kartu nama bertanda khusus itu membuka jalan bagi Adelia. Ia dipersilakan naik dan menunggu di ruangan khusus.

James yang masih ada di sana segera datang setelah diberi tahu. Ia tidak tahu bahwa akan ada tamu spesial Aron yang akan datang. Ia sama sekali tidak berpesan apa-apan

Langkah James melambat melihat sosok wanita duduk di sofa. Keningnya mengkerut. Selama ini ia tidak pernah meletakkan seorang wanita dalam tamu khusus. Mungkinkah itu adalah~

Adelia melihat ada yang datang. Ia berdiri dan menyapa James."Selamat sore, saya Adelia, temannya Aron."

"Ah~temannya Aron? Aku James." James menjabat tangan Adelia. Sepertinya wanita itu adalah wanita yang ditolong Aron."Apa kau ingin bertemu dengan Aron?"

Adelia mengangguk malu."Iya, benar. Ini sedikit memalukan, kami seorang teman tapi tidak bertukar kontak. Jadi, aku tidak bisa menghubunginya untuk bertemu."

"Aku mengerti. Tapi, Aron sudah pergi satu jam yang lalu. Aku akan menghubunginya sekarang." James menelepon Aron. Sayangnya pria itu selalu mengabaikan ponselnya. Apakah daya baterai ponselnya terisi penuh atau sudah kosong. Seperti saat ini, tidak bisa dihubungi sama sekali.

Adelia menunggu dengan sabar.

"Sepertinya Aron sedang tidur. Katanya dia kelelahan,"jelas James. Ia tidam bisa berbuat apa-apa. Namun, ia tidak bisa membiarkan Adelia pergi begitu saja. Aron juga pasti mengharapkan keberadaan wanita itu."Aron sedang menginap di Hotel Luxiourus. Kau bisa menemuinya di sana."

"Ah begitu, ya, pasti akan sulit karena aku tidak bisa masuk dengan mudah." Adelia tidak nyaman jika masuk ke hotel orang lain.

James tersenyum penuh arti."Aron pasti sedang menunggumu. Aku percaya padamu, Adelia. Aku akan memberimu akses masuk." Kau akan pergi ke sana bersama Sopir.

"Ah i-itu tidak perlu. Aku akan datang lagi besok."

"Aron tidak akan datang ke kantor besok. Dia akan berangkat pagi-pagi sekali. Jadi, kesempatanmu untuk bertemu dengannya hanyalah malam ini,"kata James berbohong.

Adelia menatap kartu akses masuk yang disodorkan James. Ia merasa bimbang, haruskah ia pergi?

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang