Part 31

331 59 5
                                    

Adelia berjalan ke sungai. Volume airnya terlihat normal karena beberapa hari ini tidak hujan. Tetapi, tetap saja udara di sini lumayan dingin. Wanita itu duduk di tepi sungai. Kali ini benar-benar di tepi__ di atas tanah. Bukan di atas bebatuan seperti waktu itu. Ia duduk di atas rerumputan ditemani suara gemercik air. Sesekali ia mendengar suara burung dan serangga. Tanpa ia sadari, waktu sudah berlalu. Ia sudah di sini lebih dari satu minggu. Ia tidak berniat mengaktifkan ponselnya. Mingkin saja orang tuanya sedang mencarinya. Tetapi, kenapa baru sekarang. Mereka lebih memilih pergi bersenang-senang daripada mencarinya.

Adelia menarik napas panjang. Ia baru sebentar ada di sini, tetapi, sudah banyak hak yang ia lewati. Ia sudah tidur dengan dua pria, Aron dan Reiga. Kedua pria itu baik dan manis. Keduanya tampak ingin melindunginya. Namun, nagaimana mungkin ia menjalani hubungan dengan dua pria sekaligus. Ia harus memilih salah satunya saja.

Ada hal yang tidak Adelia pahami. Sejak menikah dengan Eliard, ia sama sekali tidak tertarik bercinta. Ia hanya melakukan sekali dengan mantan suaminya itu. Setelah itu, ia tidak menginginkannnya lagi. Tapi, apa yang terjadi di sini. Ia dan Aron melakukannya berkali-kali, lalu ia sendiri menyukainya. Ini sungguh memalukan. Adelia sendiri tidak bisa mengerti kenapa semua ini terjadi. Lalu, ia bisa melakukannya juga dengan Reiga. Ia merasa memiliki banyak ketertarikan terhadap pria yang bisa membuatnya nyaman. Berbicara soal bercinta, ia belum melakukannya selama beberapa hari ini setelah selesai datang bulan.
Miliknya sekarang tengah berkedut. Ia teringat dengan Aron. Semoga saja lelaki itu segera kembali. Lalu, ia dan Aron bisa bermesraan lagi.

Apakah Aron adalah satu-satunya pria yang membuatnya tertarik? Tidak, ia juga tertarik dengan pria lain. Tetapi, jika itu hanya ada satu tidak menjadi masalah.

Paha Adelia bergesekan pelan. Ia membayangkan masa-masa bercinta dengan Aron dan Reiga. Secara kebetulan, keduanya tidak ada di sini. Ia harus bersabar menunggu Aron dua hari lagi.

Suara berisik di antara dedaunan kering mengejutkan Adelia. Ia mengawasi titik tersebut. Matanya membesar untuk memastikan apa yang ia lihat. Itu adalah seekor ular. Ia tidak suka dengan hewan tersebut. Adelia berlari menjauh. Ular tersebut tidak mengejarnya, tetapi, entah kenapa ia ingin berlari sejauh-jauhnya.

Adelia masuk ke kantor dengan langkah bergemuruh. Altair kaget dan menoleh."Adelia? Kenapa kau berlari? Seperti melihat sesuatu?"

"Oh, aku melihat ular di dekat sungai. Aku langsung berlari ke sini." Wanita itu meneguk segelas air untuk menenangkan diri.

Altair tertawa kecil."Oh, begitu."
Adelia bahkan tidak sadar ia berlari ke kantor. Seharusnya ia pulang saja, jadi, bisa langsung istirahat. Jika sudah di dalam kantor, ia merasa tidak enak hati membiarkan Altair bekerja sendirian. Ia mendekat ke arah Altair.

"Kau sibuk? Ada yang bisa kubantu?"

"Ada dokumen yang baru masuk di email. Tolong diarsipkan, ya. Ini emailnya. Semua orang sedang pergi dan sibuk. Jadi, kita hanya bekerja berdua saja sampai Aron dan tim kembali." Altair berkata tanpa melihat Adelia.

"Ah, baik." Kini Adelia terjebak lagi dalam pekerjaan baru. Seharusnya ia istirahat dulu saja. Besok baru kembali lagi. Tetapi, semua sudah terjadi, tidak bisa ditarik kembali. Adelia duduk kembali di meja kerjanya dan melakukan perintah Altair.

Suasana menjadi hening setelah keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Apa kau membutuhkan bantuanku?"tanya Altair memecahkan keheningan.

"Ya? Bantuan?" Adelia melihat pekerjaannya."Kurasa tidak. Ini bisa kuatasi sendiri. Ini juga hampir selesai."

Altair menggeeleng."Bukan mengenai pekerjaan."

Adelia menatap Altair dan mengernyit."Lalu apa?"

Altair mengigit bibir bawahnya. Ia seperti sedang memilih kata yang tepat untuk mengungkapkannya. "Keinginanmu~maksudku gairahmu yang saat ini sedang bergejolak hebat."

"A-apa?" Adelia menelan ludahnya. Ia terkejut karena Altair tahu apa yang sedang ia rasakan sekarang. Tidak, itu ia rasakan saat sedang ada di sungai. Yang ada saat ini hanyalah sisa-sisa gairahnya.

"Maaf, aku tidak mengerti." Meskipun begitu, ia tidak perlu mengakui bahwa apa yang Altair katakan benar.

Altair menatap wanita itu dengan serius. Ia tahu betul apa yang Adelia rasakan saat ini. Itu pasti sangat menyiksa. "Aku tidak sedang merendahkan atau mengejekmu. Tapi, aku tahu kalau saat ini kau sedang sangat ingin bercinta."

Wajah Adelia merah. Ia tetap berusaha menyembunyikannya. "Bagaimana kau yakin akan hal itu? Aku bahkan diam saja dan bekerja. Aku juga tidak sedang menggodamu, kan?"

"Benar. Tapi, aku memiliki penciuman yang sensitif. Aku bisa mencium cairan milikmu dari sini. Bahkan aku bisa tahu apakah kau baru saja bercinta dengan Aron atau tidak. Atau kau dengan Reiga."

Adelia tertunduk malu. Ternyata di balik diamnya Altair, pria itu menyimpan banyak rahasia. Lebih parahnya lagi, pria itu bisa tahu apa yang ia lakukan dari penciumannya saja. Namun, semua itu tidak perlu ia pikirkan. Tidak perlu disanggah atau dibenarkan. Anggap saja itu hanyalah anggapan Altair. Semua orang bisa saja melakukan kesalahan.

"Kau tidak perlu merasa malu. Aku tidak berpikiran apa pun tentangmu. Tapi, aku tahu betul perasaanmu saat ini." Ucapan Altair membuat Adelia semakin tersudut. Ia sama sekali tidak ingin membahas hal ini. Ia akan mengatasinya sendiri. Anehnya, Altair memawarkan dirinya dengan penuh percaya diri.

Adelia menelan ludahnya. Rasanya sudah cukup ia bercinta dengan Aron dan Reiga. Ia juga menganggap hubungannya dengan Reiga adalah sebuah kebetulan karena situasi yang ada. "Tidak apa-apa. Aku tidak merasa seperti itu. Sepertinya kau salah."

"Kau terlihat tersiksa, oleh karena itu aku menawarkan bantuan. Tapi, jika kau tidak bersedia, itu bukan masalah."

"Semua baik-baik saja, Altair. Aku bisa mengatasinya,"balas Adelia cepat.

Altair mengangguk, kemudian melanjutkan pekerjaannya. Situasi menjadi hening seperti sedia kala. Terdengar suara mouse milik Adelia dan juga coretan pena milik Altair.

Adelia melihat jam tangannya. Ini sudah sore. Sepertinya ia akan kembali ke rumah. Ia ingin menikmati semangkuk mi instan sambil menonton film. Sudah lama sekali ia tidak melakukannya. "Aku sudah selesai. Apa ada lagi yang bisa kubantu?"

"Tidak ada, Adel, terima kasih. Kau boleh pulang. Sampai ketemu lagi besok."

Adelia bergerak ragu. Ia melihat Altair masih bekerja. Ia merasa kasihan pada pria itu."Kau masih banyak pekerjaan?"

"Tidak akan ada habisnya." Pria itu terkekeh.

"Istirahatlah sesekali. Aku tidak pernah melihatmu tidur,"kata Adelia iba.

"Apakah nanti aku boleh ke rumahmu?"

Wanita itu mengangguk."Silakan, datanglah saat makan malam. Kita bisa makan bersama."

"Baik, sampai nanti." Altair melambaikan tangannya.

Adelia akhirnya benar-benar kembali ke rumahnya. Ia melipat pakaian dalamnya yang ia jemur lalu menyimpannya dengan rapi. Seyelah itu membersihkan rumahnya itu karena sudah beberapa hari tidak dihuni.

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang