Pagi ini, Adelia mengepak pakaiannya ke dalam tas. Sesuai perjanjian dengan orang tuanya, hari ini ia akan pulang. Setelah ia mandi dan rapi, ia turun untuk sarapan.
Semua orang menoleh saat Adelia datang. Wanita itu menjadi kikuk sendiri saat mendapatkan perhatian seperti itu.
"Kau sudah mau pulang, sayang?" Marina menghampiri Adelia.
"Iya, Ma. Aku sudah janji akan pulang hari ini. Aku akan mampir lagi lain kali."
Marina tersenyum, ia menatap Adelia dwngan lembut seperti anaknya sendiri."Kau harus sering ke sini, karena ini rumahmu juga."
"Iya, Ma."
"Letakkan tasmu di sini. Kita sarapan dulu." Marina memeluk lengan wanita itu.
Adelia melirik ke arah Aron dan Rhodes. Aron tersenym penuh arti. Sementara Rhodes terlihat tenang saja.
"Adel, Aron menawarkan untuk mengantarkanmu pulang. Aku sudah menolaknya, tapi, Aron tetap menawarkan karena dia akan pergi ke arah pertambangan."
"Kau kan ada agenda penting hari ini,"kata Aron santai,"aku, sih, masih cuti ya karena tunangan. Ya walaupun tunangannya sudah berakhir."
"Kita tanyakan langsung pada Adelia saja,"kata Marina memutuskan. Ia menatap Adelia."Adel, di antara dua pria tampan ini~ mana yang kau pilih untuk mengantarmu pulang?"
"Ah itu~" Pertanyaan Marina membuatnya malu. Ia akan memilih, tapi, bukan karena tampan melainkan ia sudah berjanji pada Aron semalam."Karena Kakak sibuk, aku bersama Aron saja. Kebetulan Aron akan ke arah sana, kan?"
"Benar. Aku akan mengantarmu sampai ke dalam rumah."
"Baiklah,"kata Rhodes sedikit kesal. Ia merasa khawatir jika tidak mengantarkan Adelia. Tetapi, Aron bukanlah pria yang akan menelantarkan adiknya.
"Aku akan memberi kabar kalau sudah di rumah, Kak,"kata Adelia agar Rhodes tenang.
"Baiklah."
Aron tersenyum kemenangan. Pria itu tidak terlihat seperti pria yang baru saja dikhianati pasangan. Ia terlihat tenang dan tidak memiliki beban sama sekali. Setelah makan pagi, Adelia dan Aron pun pergi.
Adelia merasa dejavu. Ini seperti dalam mimpinya, saat Aron mengantarkan ke rumah. Tapi, situasi kali ini tentu tidak akan sama persis seperti dalam mimpi.
Mereka tiba di rumah. Kening Adelia berkerut karena rumah terkunci dan lampu dalam keadaan nyala. Ia mengambil kunci di tempat rahasia dan membukanya.
"Aron, silakan masuk."
"Terima kasih."
Pria itu masuk dan duduk di ruang tamu. Adelia ikut duduk dan menghubungi orang tuanya.
"Mama, kenapa rumah sunyi? Aku baru sampai di rumah."
"Kau di rumah? Bukannya kau di rumah Kakakmu?"
"Aku sudah pulang, Ma, sesuai janji."
"Oh, Adel~" Mama baru saja pergi. Ada undangan dari sahabat Papa di Luar kota. Mama pikir kamu menginap lagi karena Rhodes mengatakan demikian."
"Aku sudah pulang, Ma. Ya sudah tidak apa-apa, nikmati saja waktu Mama. Oh, ya, Ma~ aku harus interview kerja di luar Kota. Mungkin satu atau dua hari lagi aku kembali."
"Apa? Kenapa tiba-tiba?"
"Iya, Ma, baru aja ada panggilan kerja. Adel pulang sebentar untuk mengambil pakaian. Setelah ini langsung pergi."
"Ya sudah, nanti beri tahu Mama di mana lokasinya, ya. Aduh~ Papa sudah marah. Kita harus boarding."
"Iya, Ma, hati-hati."
Adelia memutuskan sambungan. Sementara itu ia baru sadar bahwa Aron sedang memperhatikannya."Maaf, aku menelepon Mamaku. Ternyata sedang pergi keluar Kota."
"Iya, aku akan bertemu dengan mereka lain kali."
Aron tersenyum."Kubuatkan minum dulu, ya?"
"Tidak perlu. Kau bersiap-siap saja, kita akan pergi. Kita juga baru sarapan, kan?" kata Aron tidak sabar.
Adelia mengangguk mengerti."Baiklah, mohon ditunggu." Wanita itu berjalan cepat ke kamarnya. Ia mengganti pakaian. Lalu ia mengirim pesan pada Rhodes, memberi tahu bahwa ia gelah tiba di rumah dengan selamat.
Adelia membawa tas sandang yang agak besar. Ia membawa satu stel pakaian ganti. Mungkin saja bisa kotor, lalu ia harus bertemu dengan orang penting untuk wawancara. Ia membawa beberapa make up seperti bedak, lipstik, dan pensil alis. Tidak lupa membawa parfum. Sepertinya ini agak berlebihan, tetapi, entah kenapa ia ingin membawanya. Semoga saja Aron tidak bertanya-tanya.
Setelah yakin dengan apa yang ia bawa, ia segera menemui Aron. Pria itu sedang menatap foto-fotonya yang ada di ruang tengah.
"Ah, itu fotoku sewaktu kecil dan remaja,"jelas Adel.
"Aku tahu, karena~ itu sangat mirip denganmu." Aron tersenyum, kemudian memperhatikan penampilan Adelia."Kita berangkat sekarang? Perjalanan sedikit panjang. Semoga kau tidak bosan, ya."
"Tidak. Ini demi masa depanku."
"Benar. Ayo~"
Adelia kembali dejavu. Situasi ini benar-benar seperti ini persis seperti mimpinya. Ia juga tidak mengerti kenapa pada akhirnya bisa berada dalam satu mobil dengan Aron. Hanya dengan satu kali percakapan semalam, ia dan Aron melakukan perjalanan bersama. Dan itu disebabkan karena pekerjaan. Persis seperti di dalam mimpi.
"Aron, bolehkah aku bertanya?" tanya Adelia saat mereka telah jauh meninggalkan rumah.
"Silakan~"
"Posisi apa yang akan ditawarkan kepadaku? Aku hanya ingin bersiap-siap untuk wawancara. Aku harus tahu, kan?"
"Tidak ada wawancara. Langsung masuk saja, kan aku Bosnya,"kata Aron sambil tetap fokus menyetir.
"Ah, memangnya boleh seperti itu. Meskipun aku ini Adiknya Rhodes, kau harus tahu kemampuanku. Aku harus tetap melewati prosedurnya."
Aron tersenyum penuh arti."Begitu, ya~ aku akan memberi tahu nanti setelah sampai. Kita juga tidak langsung wawancara. Kita istirahat dulu sebentar di kantor."
"Be-begitu, ya."
"Kau sudah memberi kabar Rhodes kalau kau sudah tiba di rumah?"
"Sudah. Aku juga sudah memotret diriku agar dia percaya. Sepertinya dia sedikit ragu padamu." Adelia tersenyum geli.
"Itu karena aku membawa Adiknya. Untuk hal lain, dia tidak pernah ragu."
Adelia menatap jalanan. Mereka semakin jauh dari pusat kota dan mulai memasuki wilayah yang jauh dari keramaian.
"Dimana kita kecelakaan? Aku sama sekali tidak ingat ,"kata Adel.
"Sepertinya sudah lewat. Aku sengaja tidak memberi tahumu. Aku khawatir kau akan trauma."
"Terima kasih sudah memedulikanku. Sepertinya tempat ini tidak sejauh di dalam mimpi. Di dalam mimpiku butuh waktu sekitar lima jam dari rumah."
"Kita pakai jalan pintas. Kita sudah memasuki wilayah khusus. Ini adalah jalan yang kita buka untuk mobil pengangkut kita lewat."
"Wah,begitu ya." Adelia menatap ke luar jendela. Suasananya begitu mirip dengan mimpinya. Wanita itu tersenyum lirih. Sekarang ia tidak bisa membedakan situasi lagi. Apakah ini juga mimpi atau benar-benar nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
BURNING ESCAPE
Romance21+ Orang tua Adelia tidak bisa menerima perceraiannya. Adelia diusir dan tersesat saat ia berjalan tanpa arah. Ia hidup bersama orang-orang di dalam hutan yang sedang menjalankan sebuah misi. Adelia ikut bekerja di sana dan terlibat dalam hubungan...