Part 5

1K 100 7
                                    

Adelia melepaskan pelukan Aron setelah ia tenang.

"Untuk malam ini kau masih harus menginap di perkampungan ini lagi,"kata Aron.

"Tapi, jika aku menginap di sana kau akan tidur di luar lagi. Di sini kan dingin. " Adelia merasa tidak enak hati. Mereka sudah menolongnya dengan sangat ikhlas.

Aron tertawa."Itu bukan masalah. Atau kau mau menginap di sini? Di sini ada listrik dan jaringan.

Adelia melihat ke sekeliling. Banyak pohon besar dan tidak jauh dari sana ada sungai kecil."Tapi, tempat ini sepi. Selain itu aku takut ada yang datang dan mereka tidak mengenaliku."

"Aku berpikir, mungkin saja setelah ini orang tuamu menghubungi."

"Mungkin saja. Tapi, aku takut. Tidak apa-apa kok. Setidaknya besok aku akan pulang,"balas Adelia.

"Ya sudah kita di sini saja. Lagi pula perjalanan pulang juga sangat jauh. Temanku akan datang ke sini besok." Aleron memutuskan. Ia kasihan pada Adelia yang harus jalan kaki lagi di tengah keputus asaannya tersebut.

"Menginap di sini? Di sini?" Adelia menunjuk tempat mereka duduk.

Aleron terkekeh."Tidak. Tidak jauh dari sini ada rumah. Kita menginap di sana saja."

"Ada orang lain?"

"Tidak ada. Tetapi, jika kau tidak bersedia tidak apa-apa. Kau bisa memilih."

Adelia menggeleng sembari tersenyum."Ya sudah. Kita menginap di rumah itu saja. Kau juga pasti lelah menemaniku sampai di sini. Tetapi, barang-barangku ada di sana."

"Kita ambil pakai mobil besok. Setelah itu kita pulang ke rumahmu." Aron memberikan pilihan lain.

"Baiklah." Adelia mengangguk setuju.

Aleron berdiri dan mengulurkan tangannya."Ayo kita ke rumah sekarang. Supaya kau bisa istirahat."

Adelia menyambut uluran tangan Aleron. Tidak lupa membawa ponselnya dan mengikuti lelaki itu.

Mereka tiba di rumah kayu yang tersembunyi di balik pohon besar. Rumahnya tampak usang, tetapi, memiliki kunci yang bagus. Pintu terbuka dan mereka masuk. Lagi-lagi, Adelia tertipu dengan tampilan luarnya. Rumah itu memiliki interior yang bagus.

"Maaf, ya, ruang tamunya masih penuh. Barang-barang belum diatur karena masih sibuk."

Adelia melihat barang yang dimaksud. Itu adalah kotak-kotak besar yang memenuhi ruangan. Tetapi, ditata dengan rapi sehingga mempermudah mereka untuk melangkah. Kotak sebesar itu, entah apa isinya. Adelia sedikit penasaran. Tetapi, untuk menghargai orang yang telah menolongnya, ia tidak akan bertanya macam-macam.

Aron membuka pintu kamar. Hanya kamar itulah satu-satunya ruangan yang bisa digunakan. Sisanya belum dirapikan.

"Ada lampunya, kan? Ini gelap sekali, kata Adelia.

"Oh, iya ada." Aron menyalakan lampu. Ternyata di luar sedang mendung sehingga langit menjadi gelap lebih cepat."Sepertinya mau hujan. Semoga saja listriknya tidak mati."

"Ah, begitu ya." Adelia tampak cemas. Ia memaklumi hal tersebut. Di sini banyak pepohonan, jika dibiarkan bisa saja pohon tumbang dan mengenai kabel listrik dan menyebabkan korsleting.

"Lampunya tetap bisa nyala kok, cuma listriknya yang mati." Aron menenangkan. Ia mulai mengecek keadaan sekeliling rumah. Ia memastikan semua keamanan telah dilaksanakan.

Petir terdengar sangat kencang. Baik Adelia maupun Aron melompat kaget. Tidak lama setelah itu, listrik mati. Suara hujan perlahan muncul.

Aron menghampiri Adelia di kamar. Hanya lampu kamar yang menyala. Adelia menatap ke luar jendela, di sana sangat mengerikan.
Aron segera menutup tirai.

"Kau sering menginap di sini?"tanya Adelia karena suasana begitu hening.

"Sesekali saja untuk memastikan keadaan."

"Berapa usiamu sekarang?"

"Dua puluh delapan."

"Ah, kau lebih muda dariku. Usiaku dua puluh sembilan."

"Itu hanya setahun." Aron tertawa kecil. Ia duduk di sebelah Adelia karena di lantai sangat dingin. Ia lupa menambahkan karpet di sini.  Tetapi, siapa yang menduga akan ada dalam situasi seperti ini.

"Sunyi sekali. Ternyata begini kehidupan seseorang jika tidak memiliki siapapun." Adelia memeluk lututnya.

"Tapi, di sini ada aku, Adelia. Ya, walaupun aku ini orang asing."

"Aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Lalu, kau tampan juga, jadi, aku tidak takut,"kata Adelia dengan jujur.

"Aku tampan?" Aron tertawa."Sebenarnya bisa saja yang lain menolongmu. Tetapi, mereka menyerahkan semua padaku. Itu karena statusku yang tidak memiliki kekasih atau istri."

"Syukurlah kalau begitu. Jika kau memiliki pasangan, aku akan menyakiti mereka."

"Jika aku memiliki pasangan, aku tidak akan ada di sini, Adelia. Aku sudah pergi setelah mengantarmu,"kata Aron jujur.

Adelia menatap Aron. Itu kejujuran yang membuatnya takjub. Secara tidak langsung Aron menunjukkan bahwa ia pria yang setia. Pria itu menoleh dan menyadari Adelia tengah menatapnya. Ia membalas tatapan tersebut. Aron memegang pipi Adelia, mengusapnya lembut. Wajahnya mendekat dan mencium bibir wanita itu. Wajah Adelia terasa panas. Ia menatap Aron dengan mata elangnya yang indah. Aron mencoba menciumnya lagi, Adelia memilih untuk tidak bergerak. Bibir Aron kembali menyapu bibirnya. Adelia merasakan kelembutan dan kehangatan di sana. Pernikahannya yang hambar, membuat ia merasakan perbedaan yang sangat signifikan antara Eliard dan Aron. Aron memang orang asing, tetapi, Adelia tidak bisa menolak pesona lelaki ini. Dalam pikiran yang berkemelut, Adelia membalas ciuman Aron. Keduanya berbagi kehangatan dalam derasnya hujan yang turun.

Ciuman Aron mulai turun ke leher wanita itu. Adelia tampak semakin bergairah dan menyerahkan tubuhnya. Ia berbaring dan membiarkan Aron mencumbunya. Satu persatu pakaiannya terlepas. Setiap inchi tubuhnya disapu oleh kehangatan bibir Aron.

Aron membuka paha Adelia. Milik wanita itu telah basah oleh cairannya. Pria itu memasuki Adelia secara perlahan.

Adelia meringis kesakitan. Ini bukan yang pertama. Ia pernah melakukannya dengan Eliard, hanya sekali. Keduanya mencoba untuk menjalin hubungan mesra, tetapi, setelahnya perasaan mereka sama sekali tidak berubah. Justru tersisa rasa penyesalan kenapa hal itu terjadi.

"Ini yang pertama?"tanya Aron dengan napas memburu.

Adelia menggeleng."Aku pernah melakukannya sekali. Tapi, aku tidak tahu kenapa sakit."

"Mungkin yang sebelumnya tidak masuk dengan tuntas,"kata Aron sembari menekan miliknya. Atau mungkin saja miliknya terlalu besar untuk menembus milik Adel yang baru satu kali dimasuki oleh mantan suaminya.

"Ah!" Adelia berteriak ketika milik Aron menembusnya sampai ke dalam. Ia tidak merasakan sakit lagi. Miliknya justru terasa sangat gatal, benar-benar gatal. Ia meremas lengan Aron kuat.

"Sakit?"

"Tidak sama sekali, tapi, itu ga-gatal,"jawab Adelia malu.

"Oh itu~" Aron tersenyum. Ia mengecup bibir Adelia, lalu menghunjam cepat.

Adelia mendesah, miliknya terasa penuh. Dirinya sangat bergairah. Ternyata bercinta senikmat ini. Lantas ,kenapa ia tidak merasakan hal seperti ini dengan Eliard. Atau mungkin karena sejak awal baik ia maupun Eliard sudah membangun tembok yang tinggi.

"Kau suka, sayang?"bisik Aron.

Adelia mengangguk dengan wajah merahnya. Ia memeluk Aron erat, lalu memejamkan matanya. Tubuh berisi Aron menindih tubuhnya lebih kencang lagi. Aron menghunjam dengan cepat dan mengerang. Pria itu menjauh dari Adelia dan menggenggam miliknya. Cairan miliknya memenuh tangan itu. Adelia memandangnya saja, ia ingin cairan itu dibuang di dalam rahimnya saja. Tetapi, itu tidak mungkin. Ia bisa saja hamil. Itu akan menyulitkannya mengingat ia dan Aron baru saja kenal.

💜💜💜

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang