Part 18

520 71 2
                                    

Sudah terbit di karyakarsa sampai part 25

Adelia terbangun. Ia tersentak karena langsung ingat terakhir kali ia ada di goa. Saat ini posisinya ada di atas sofa. Tubuhnya ditutup oleh selimut. Wanita itu melihat ke sekelilingnya. Ini adalah tempat yang asing. Ia baru pertama kali melihatnya. Tidak ada siapa pun di sana. Lalu, samar-samar ia mendengar suara orang berbicara.

Adelia berjalan, ia menemukan tangga kecil. Ia menuruninya dengan hati-hati. Semua orang memandang ke arah tangga. Ternyata Adelia masih ada di dalam goa. Ternyata goa ini memiliki dua lantai.

"Halo, Adel," sapa Reiga.

Adelia tersenyum malu. Ia melihat ada banyak tas di sekeliling mereka. Tas itu besar dan terlihat berat."Maaf aku ketiduran."

"Kau kelelahan. Jadi, kupindahkan ke sofa agar lebih nyaman. Selain itu di sini juga banyak barang dan berisik,"jelas Aron.

"Terima kasih. Maaf aku tidak membantu, malah ketiduran."

"Ini semua pekerjaan lelaki. Duduklah, Adel,"kata Altair. Ia sedang mencoba mengenakan tas ransel yang besar itu.

Adelia menghampiri Aron. Lalu, ia sedikit menempel pada pria itu. Ia merasa ingin bermanja-manja. Pria itu sudah akan pergi besok. Lalu, ia tidak akan melihatnya dalam waktu yang lama.

Aron tersenyum, ia memeluk pinggang Adelia."Kenapa? Kau butuh sesuatu?"

"Tidak ada,"jawab Adelia dengan suara pelan.

"Sebentar lagi kita makan siang." Aron mengecup puncak kepala Adelia.

Reiga, Altair, dan Rhodes menyaksikan kemesraan itu merasa iri. Mereka hanya bisa menunjukkan wajah datar. Aron melihat ketiganya melalui ekor matanya. Ia hanya bisa tertawa di dalam hati.

"Duduklah dulu, Adel. Kita hampir selesai,"kata Reiga sebelum hatinya semakin terbakar cemburu.

"Iya, Reiga. Hmmm apa hanya kalian yang akan pergi?"

"Tidak. Beberapa orang yang tinggal di Perkampungan juga akan ikut,"balas Reiga.

Adelia mengangguk. Ia memperhatikan semuanya sibuk. Melihat barang uang dibawa sebanyak itu, sepertinya mereka akan pergi dalam waktu yang lama. Ia tidak tahu apakah bisa menjalani harinya tanpa Aron di sini.

Setelah selesai, makanan pun datang. Mereka makan bersama. Namun, Adelia memilih untuk diam. Hatinya terasa tidak tenang dan cemas. Ada rasa takut dan kehilangan yang begitu besar.
Setelah makan, mereka kembali menata barang-barang yang akan dibawa. Sampai akhirnya sore tiba. Aron mengajak Adelia kembali ke rumah.

Adelia tidak bisa menutupi keresahan hatinya. Itu jelas terlihat pada raut wajah cantiknya. Begitu mereka masuk ke dalam rumah,Adelia memeluk Aron dengan wajah sedikit murung.

Aron tersentak. Ia menatap wajah wanita itu. "Ada apa, sayang? Ada yang mengganjal di hatimu?"

Adelia mengangguk dan berkata dengan nada manja. "Aku hanya merasa kehilangan, karena kau akan pergi cukup lama."

"Ah, begitu ya. Ya ampun." Aron membalas pelukan Adelia."Aku pergi untuk bekerja, kan? Setelah itu kita akan bertemu lagi. Aku akan berhati-hati dan kembali dengan selamat. Aku janji."
Adelia terdiam. Ia ingin percaya, tetapi, ia benar-benar takut tinggal di sini sendirian.

Aron menangkup wajah wanita itu."Sepertinya kau tidak puas dengan jawabanku? Seandainya aku bisa membawamu, aku akan melakukannya. Tapi, ini perjalanan yang cukup berisiko. Kau harus tetap di sini."

"Aku takut kau kenapa-kenapa dan tidak kembali. Lalu aku menunggu tanpa kepastian di sini,"balas Adelia.

Aron tertawa. Ia merasa senang mendapat perhatian seperti itu."Ada banyak orang di sana. Aku baik-baik saja. Aku pasti kembali. Aku janji."

"Apakah aku benar-benar sendiri di sekitar sini?"

"Tidak. Tetap ada yang berjaga di sekitar sini. Aku kan sudah berjanji untuk menjamin hidupmu." Aron kembali memeluk Adelia."Aku senang karena kau takut kehilangan aku."

"Kau satu-satunya yang kumiliki di sini. Aku mempertaruhkan hidupku padamu,"kata Adelia tercekat.

"Kau tidak hanya memiliki aku di sini. Kau juga memiliki Reiga, Altair, dan juga Rhodes. Tapi, ingat, hanya mereka. Yang lain,kau tidak perlu memikirkannya. Kau hanya perlu tahu bahwa mereka bekerja untukku."

"Bagaimana bisa mereka juga milikku?" Adelia tertawa geli,"itu sedikit berlebihan. Tapi, aku senang karena mereka bisa menerimaku di sini."

"Mereka menerimamu lebih dari yang kau tahu. Mereka akan memperlakukanmu dengan baik. Sama seperti aku memperlakukanmu. Kau hanya perlu memberi rasa percaya pada mereka,"jelas Aron.

Adelia terlihat bingung. Hubungan seperti apa yang dijelaskan oleh Aron. Ia hanya mengangguk dan tidak ingin bertanya lebih dalam lagi.

"Sekarang, aku harus istirahat. Kau mau menemaniku?" Aron mengulurkan tangannya mengajak Adelia ke kamar.

Adelia tersenyum sembari menyambut uluran tangan Aron. Pria itu menggenggam tangannya dan membantunya menaiki anak tangga.

Aron berbaring. Ia sedikit kelelahan karena mempersiapkan segala kebutuhan. Sementara Adelia duduk di sebelah Aron. Lalu, ia teringat sesuatu. Wanita itu bangkit dan mengambil novel yang dibelikan Aron. Ia menemani Aron tidur sembari membaca buku. Ternyata buku yang dipilihkan Aron sangat bagus. Ia sangat suka dengan alurnya.

Setelah satu jam tidur, Aron membuka matanya. Ia melihat Adelia masih membaca buku. Pria itu tersenyum dan memeluk pinggang Adelia."Kau sedang baca, sayang?"

Adelia menutup bukunya dengan spontan. Ia sedikit kaget karena tiba-tiba saja dipeluk."Oh, kau sudah bangun? Apa aku mengganggu?"

"Tidak. Tidurku sudah cukup. Aku akan tidur lagi malam nanti."

"Sebaiknya kau tidur yang lama. Perjalananmu akan panjang dan memakan waktu yang lama, kan?"

Aron mengangguk."Kau suka bukunya?"

"Aku suka. Kita memiliki selera yang sama."

"Itu seleramu. Aku tidak begitu suka membaca." Aron tersenyum geli.

"Ah, sulit kupercaya." Adelia menutup wajahnya.

Aron menatap wajah Adelia yang tepat di atasnya. Kemudian tangannya mengusap wajah wanita itu. Adelia membalas tatapan Aron. Entah bagaimana bisa ia sangat percaya pada pria asing ini. Di saat hidupnya sedang tidak memiliki arah, ia justru menyerahkan segala hidupnya pada Aron. Sejauh ini, semua berjalan baik-baik saja. Adelia berharap, ke depannya juga menjadi sangat baik. Setidaknya sampai ia memiliki cukup uang dan mencari pekerjaan baru.

"Kau sedang memikirkanku?"tebak Aron.

"Ya, seperti itu. Tapi, itu bukan apa-apa."

"Percayalah padaku dan juga tiga pria itu. Hidupmu akan terjamin di sini,"kata Aron menekankan sekali lagi.

"Iya, aku mengerti." Adelia menyimpan buku di belakangnya. Kemudian berbaring di sebelah lelaki itu."Setelah kau kembali, aku akan segera bekerja, kan?"

"Iya. Tapi, jika kau belum mulai bekerja. Kau sudah mendapatkan gaji dariku. Katanya, Reiga, Altair, dan Rhodes juga akan memberimu uang."

Kening Adelia mengkerut."Kenapa mereka ikut memberiku uang? Maksudku ini bukan tentang uang saja. Aku hanya ingin tidak menganggur di sini. Aku tidak mau menjadi beban kalian berlama-lama."

"Tidak, kau bukan beban. Kau pasti akan langsung bekerja. Kantornya ada di atas. Tempat kita berteduh sewaktu hujan. Tempat di mana kita pertama kali bercinta."

Wajah Adelia merah ketika Aron mengingatkan pada peristiwa tersebut."Bukankah di sana banyak barang?"

"Nanti ada yang membersihkan. Kau akan bekerja di sana bersama Altair. Aku, Reiga, dan Rhodes juga akan di sana. Yang lain juga pasti akan datang."

"Tidak ada wanita di sini?"

Aron menggeleng."Satu-satunya adalah Nara. Tapi, sekarang kau satu-satunya wanita di sini."

"Kenapa tidak ada?"tanya Adelia penasaran.

Aron mengendikkan bahunya."Entahlah, kami tidak mau saja. Ketika kau datang, aku menerimanya dengan senang hati. Tidak ada rencana, semua terjadi begitu saja."

💜💜💜

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang