Part 39

239 49 3
                                    

Adelia terbangun dari tidurnya. Karena tidak bisa banyak bergerak, maka ia menghabiskan sebagian waktunya untuk tidur. Ian tertarik untuk melihat ponsel atau menonton televisi. Karena hal itu tidak ia lakukan selama di dalam hutan.

Wanita itu menatap langit-langit. Sampai detik ini dia berpikir bahwa ia dibawa ke rumah sakit karena kecelakaan bersama tiga pria itu. Ia sangat yakin semua bukan mimpi. Aron, Reiga, dan Altair begitu nyata. Ia menginginkan lelaki seperti mereka untuk menjadi pendampingnya.

Adelia menghela napas panjang. Chris dan Hana menoleh. Ternyata mereka tidak sadar kalau Adelia sudah bangun.

"Adel~" Chris menghampiri anaknya itu. Ia menggenggam erat tangannya. Rasa bersalah masih menggelayuti pikiran."Bagaimana keadaanmu? Apa badanmu ada yang sakit?"

Adelia menatap Chris."Hanya sakit sedikit, Pa. Nanti juga sembuh, kan?"

Chris mengangguk kuat."Benar, nanti akan sembuh." Mata pria paruh baya itu berkaca-kaca."Maafkan Papa, ya. Papa tidak bermaksud membuatmu seperti ini. Papa hanya tidak ingin masa depan anak Papa buruk."

"Tidak apa-apa, Pa. Semua bisa dibicarakan kembali. Papa sudah mendengar langsung dari Eliard, kan?"

"Iya, sudah."

"Jadi, tidak apa-apa, kan kalau kami berpisah. Itu bukan sebuah aib."

Chris mengangguk. Tangannya memegang tangan Adelia dengan gemetar."Benar sekali. Yang terpenting sekarang kau sehat dan bahagia."

Air mata Adelia menetes. Ia teringat mimpinya yang tidak dianggap anak lagi. Ia harus tinggal di hutan bersama orang asing. "Jadi, apa aku masih boleh tinggal di rumah Papa?"

"Itu rumahmu. Kau bisa tinggal bersama Papa selama yang kau mau." Air mata Chris pun tumpah. Sepanjang hari selama tiga minggu ia menyalahkan diri sendiri. Penyesalan terbesarnya adalah menolak perceraian Adelia dan mengusirnya.

Hana tersenyum harus melihat suaminya. Kini tidak ada masalah lagi di keluarga mereka. Hana memegang pundak suaminya dan tersenyum."Cepat pulih, ya, Adelia. Kita akan pulang ke rumah."

"Iya, Ma. Mama~Papa maafin Adelia ya."

Chris memeluk Adelia."Anakku sudah kembali ke rumah."

Adelia tersenyum lega. Setidaknya apa yang ia khawatirkan dalam mimpinya tidaklah menjadi kenyataan. Orang tuanya langsung menerima kondisinya yang sudah bercerai dengan pria pilihan mereka. Lalu, tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Mama, apa benar aku ini anak adopsi?"

Hana terperangah. Chris menatap istrinya bingung. Matanya merah menahan tangis dan amarah yang datang bersamaan. Melihat ekspresi keduanya, jantung Adelia berdegup kencang. Mungkinkah itu benar.

"Siapa yang memberi tahumu? Apakah Eliard?" Suara Hana bergetar.

Adelia tertegun. Ia menelan ludahnya. "Eliard? Itu artinya aku benar-benar anak adopsi?" Di dalam mimpinya, Eliard tahu mengenai statusnya sebagai anak adopsi. Ini sebuah kebetulan lagi.

"Maaf, Adelia, kau anak Mama dan Papa. Kau anak kami." Chris segera mengkondisikan situasi.

Adelia tertawa lirih."Mama, Papa~ aku tidak apa-apa. Aku hanya bertanya. Sekali pun aku memang anak adopsi, aku tetaplah anak Mama dan Papa. Aku akan tetap bersama kalian."

"Jadi, kau sudah tahu? Padahal Papa menutupinya serapat mungkin. Memang Eliars tidak dapat dipercaya,"kata Chris parau.

"Jadi, Adel bukan anak Mama dan Papa sungguhan?" Adelia menahan air matanua jatuh sampai suaranya bergetar.

Hana menangkup wajah Adelia lalu memeluknya erat."Maaf tidak pernah memberi tahumu.

Adelia menangis. Ternyata ada satu kebenaran lagi yang ia tahu lewat mimpi. Dan ternyata itu benar-benar fakta. Mungkinkah mimpinya memiliki arti atau sebuah petunjuk untuknya.
Adelia menarik napas panjang dan berusaha menenangkan dirinya. "Tidak apa-apa, Ma. Aku siap mendengarkan."

"Tapi, Adel kau adalah anakku~"ucap Chris lirih.

"Sampai kapan pun Mama dan Papa adalah orang tuaku. Tidak ada yang boleh membantah itu. Tapi, aku hanya ingin tahu kisahku. Maaf kalau itu membuat Mama dan Papa tersinggung."

"Tapi, Papa tidak mau kamu sedih dan merasa dibuang oleh orang tua kandung kamu. Papa tidak mau kamu sedih lagi, Nak~" Chris tidak mau merusak kebahagiaannya saat ini.

"Papa, tidak apa-apa. Aku sudah memiliki Papa dan Mama sekarang." Adelia meyakinkan keduanya.

"Baik, Adel, bagaimana pun kamu harus tahu kisahnya. Suka atau tidak suka, kita harus memberi tahunya, Pa."

Chris pun mengangguk pasrah.

"Mama tidak bisa memiliki anak, jadi, kita memutuskan untuk mengadopsi anak. Kita pergi ke Yayasan dan melihat kamu yang baru tiba di sana tiga hari." Hana tersenyum mengenang hari itu. Hari dimana ia merasa telah hidup kembali. Kehadiran Adelia membuat ia semangat menjalani kehidupan pasca pengangkatan rahimnya.

"Apakah aku ini anak haram yang tidak diinginkan?" Adelia menguatkan hatinya. Ia siap mendengarkan apa pun. Sebab alasan kenapa ia diadopsi tidak ada dalam mimpi.

Hana menggeleng kuat."Tidak. Kau anak yang hadir dalam sebuah pernikahan."

"Lalu, kenapa mereka membuangku? Kenapa Ayahku tidak ada dalam pernikahan?"

"Kami tidak mendapat informasi mengenai mereka." Lalu Hana teringat sesuatu. Sebelum membahasnya, ia harus menceritakan kisah sebenarnya pada Adeia.

"Kata Pemilik Yayasan, Orang tua kamu menikah kontrak. Ibumu harus melahirkan anak laki-laki. Tetapi saat lahir, ternyata yang lahir adalah perempuan. Ayahmu kecewa dan membatalkan kontrak. Sebab, kontrak akan berlaku jika anak itu laki-laki. Ibumu frustrasi karena diceraikan begitu saja. Jadi, dia menitipkanmu ke Yayasan tersebut. Itu saja yang Mama tahu."

Adelia meremas tangannya sendiri. Ia tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun. Perasaannya saat ini kosong dan hampa. Ternyata anak perempuan adalah sebuah kesalahan.

Chris memegang tangan Adelia."Tapi, bagi Papa kau adalah peri kecil yang membuat hidup kami berubah. Sejak kau datang ke rumah ini, karir papa meningkat pesat. Kau adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan pada Papa."

Adelia tertawa lirih, kemudian ia tidak bisa menahan diri lagi. Ia menangis. Ia bukan menangisi nasibnya. Ia menangis bahagia karena ia diadopsi oleh keluarga ini. Meskipun kemarin sempat ada kesalah pahaman, semua sudah berakhir.

Chris menangkup wajah Adelia."Sampai kapan pun kamu adalah anak Mama dan Papa. Bukan anak mereka."

"Iya, Pa, Ma~ terima kasih sudah hadir dalam hidup Adel." Ketiganya berpelukan haru.

Dalam beberapa hari, Adelia sudah diperbolehkan pulang. Hanya saja, Adelia belum bisa banyak beraktifitas karena kakinya. Saat ini ia berfokus untuk menyembuhkan hati dan fisiknya.

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang