Ini sudah malam. Adelia sudah mengganti pakaian yang nyaman dan hangat. Sesekali ia menggerakkan kakinya agar tidak kram. Ia harus bisa mengandalkan dirinya. Reiga tidak mungkin bisa selalu ada di sisinya.
Wanita itu menghela napas panjang. Ia bersandar dan merindukan Aron. Bagaimana kabar lelaki itu. Menunggu memang sangat membosankan. Namun, tidak ada yang bisa ia lakukan selain berdiam diri. Andai saja ia lebih berhati-hati, ia bisa keluar lagi besok dan menikmati udara segar.
Adelia ingat bahwa Reiga akan datang malam ini. Namun, ini sudah pukul delapan lebih lima belas menit. Tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Pintu diketuk pelan, lalu terbuka begitu saja. Adelia sempat merasa takut, ia lupa mengunci pintu. Untungnya itu adalah Reiga.
Pria itu masuk dan tersenyum. Ia membawa makan malam untuk Adelia."Maaf, aku lama, ya. Aku harus rapat dan makan malam bersama yang lain."
"Sama sekali tidak masalah, Reiga. Tapi, apa rapatnya sudah selesai?"
Pria itu mengangguk."Sudah. Seharusnya aku mengajakmu. Tapi, aku sudah memberi tahu mereka bahwa kau cedera."
Adelia memekik."Maafkan aku. Aku tidak tahu kalau aku harus ikut. Lain kali beri tahu saja. Aku akan datang."
Reiga menyodorkan kotak makan pada Adelia."Aku ingin kau istirahat dulu. Makanlah~"
"Terima kasih." Adelia menerima kotak makan. Ia memang sudah lapar.
"Oh, ya, aku membawakanmu sesuatu." Reiga mengeluarkan iPad dari ransel yang dikenakannya.
"Ipad? Kenapa?" tanya wanita itu bingung.
Reiga duduk di atas kasur Adelia karena kursinya asa di sudut ruangan."Kau pasti bosan, terlebih kakimu sakit. Jadi, kuberikan iPad ini. Di dalamnya terdapat banyak game. Kau bisa memainkannya."
Hati wanita itu seketika tersentuh."Ini akan sangat berguna. Terima kasih karena sudah memikirkanku. Aron memberikan aku banyak buku. Tapi, ada di atas."
"Akan kuambilkan. Kau bisa mengisi waktumu dengan main game dan juga membaca." Pria itu bangkit.
"Aku jadi semakin tidak enak. Aku benar-benar tidak berguna."
Reiga menaiki anak tangga sambil tertawa. Ia mengambil beberapa buku. Lalu meletakkannya di atas meja."Dengan begini aku bisa tenang jika tidak ada di dekatmu."
"Kenapa kau mengkhawatirkanku? Aku ini orang asing."
"Jika sudah ada di sini, kau bukan orang asing lagi. Kita harus saling memedulikan,saling menyayangi,"ucap Reiga. Kalimatnya dapat diartikan secara umum, tetapi, ia memaknainya secara khusus. Terserah jika Adelia memaknainya secara umum.
Reiga memperhatikan bagaimana Adelia makan. Jika tidak sedang berbicara, wanita itu lebih sering melamun. Mungkin saja wanita itu memikirkan masalah hidupnya. Perceraian bukan sesuatu yang mudah. Ada sebuah perasaan yang harus dienyahkan demi sebuah kebahagiaan mereka atau bahkan hanya untuk salah satunya.
"Jika boleh tahu, apa pembahasan mengenai rapat malam ini?" Meskipun tidak hadir, Adelia harus tahu mengenai progres pekerjaan. Setidaknya ia tidak terlihat hanya menumpang hidup di sini.
"Persiapan untuk menyambut Aron dan tim. Alat berat dan para pekerja. Lalu, tentu saja merincikan pembiayaan dan lain-lain."
Adelia selesai makan. Ia terbiasa menghabiskan makannya dengan cepat. Reiga meletakkan bekas makan wanita itu ke dapur.
Adelia membuka iPad, lalu melihat banyak permainan di dalamnya."Bagaimana kalau kita bermain bersama?"
Reiga mengangguk setuju."Baik,tapi, aku tidak yakin kau bisa memainkannya."
"Apa itu?"
"Ludo King."
Adelia tertawa."Itu sangat mudah, aku akan mengalahkanmu!"
"Astaga, kau sedang melawanku. Ayo mulai sekarang!"balas Reiga dengan semangat.
Keduanya mengadu kemampuan. Bermain dalam beberapa ronde. Lalu, Adelia memenangkannya.
Adelia tertawa."Aku menang!"
"Astaga!" Reiga meringis,"bagaimana kalau kita main sekali lagi?"
"Oke!" Adelia mengubah posisi duduknya. Lalu, ia merasakan sakit yang tidak terkira. Wanita iti berteriak sambil memegang kakinya.
"Ke-kenapa?"tanya Reiga panik.
"Sa-sakit sekali. Sepertinya aku tidak hati-hati saat bergerak."
Reiga meluruskan kaki Adelia, lalu memeriksanya. Ia menyingkap celana panjang yang dikenakan wanita itu sedikit."Lukanya terbuka saat kau menekuk kaki secara spontan. Darahnya sampai keluar. Aku harus membuka perban dan mengobati ulang.
Adelia mengigit bibirnya. Lagi-lagi ia membuat kesalahan yang berakhir merepotkan orang lain.
Reiga bangkit dan pergi ke area dapur. Di sana terdapat kotak obat."Maaf, Rei, aku merepotkanmu lagi."
"Ck, sudah kubilang tidak ada yang merepotkan. Aku harus menaikkan celanamu agar bisa membuka perban." Reiga berusaha menggulung celana Adelia ke atas. Pria itu menatap Adelia."Sepertinya kau harus membuka celanamu."
"A-ap-apa?" Adelia tergagap. Celana yang ia kenakan memang pas pada tubuhnya. Oleh karena itu sulit untuk digulung hingga bagian lukanya.
Reiga menyodorkan selimut untuk menutupi paha wanita itu."Kau tidak mungkin bergerak. Bukalah pelan-pelan dan tutup."
"I-iya,"jawab Adelia dengan wajah merah.
"Aku ambil air hangat dulu." Reiga pergi ke dapur.
Adelia menutup bagian paha hingga ke lutut. Lalu secara perlahan ia menurunkan celananya. Setelah celananya turun sampai betis, ia kesulitan untuk menghempaskannya. Tiba-tiba Reiga datang dan menarik celana itu.
Reiga membuka perban yang telah berdarah. Lalu.membersihkan lukanya. Ada bagian yang bengkak, maka ia mengompresnya dengan air hangat."Kau tidak boleh membuat gerakan yang membahayakan. Lukanya bisa semakin lebar. Kita belum memiliki tim medis di sini."
Adelia mengangguk malu."Iya, maafkan aku."
"Aku perban lagi, ya. Kalau kau tidak tahan dengan rasa sakitnya, kau bisa minum obat penghilang rasa sakit." Reiga merapikan kotak obat dan mengembalikan ke tempat semula. Pria itu mencuci tangan, lalu kembali ke sisi Adelia.
"Terima kasih."
"Sepertinya aku tidak bisa meninggalkanmu di sini. Jadi, aku akan menginap di sini,"kata Reiga memutuskan.
Adelia terkejut karena keputusan seperti itu sangat mudah diucapkan Reiga. Tapi, pria itu pasti bermaksud baik. Jika ia semakin terluka, maka itu akan semakin merepotkan Reiga. Sementara masih banyak pekerjaan yang harus pria itu kerjakan.
"Baiklah, jika itu maumu. Tap-tapi~" Adelia menelan ludahnya.
Reiga melihat ke atas."Aku bisa tidur di atas. Kau tidur di sini. Bagaimana?"
Adelia menghela napas lega."Ah, baiklah. Kau bisa menggunakan kasur dan bantal milik Aron."
Pria itu mengangguk."Kau istirahat saja. Berbaringlah yang nyaman." Reiga menarik selimut wanita itu hingga menutupi kakinya.
"Baik, Reiga." Adelia menghempaskan tubuhnya. Denyutan di kakinya mulai berkurang. Pria itu mengobatinya dengan baik.
Reiga mengambil salah satu buku yang menarik perhatiannya. Pria itu berbaring di setelah Adelia sembari membaca. Adelia menelan ludahnya. Ia merasa kaget dan tidak nyaman. Tetapi, sepertinya Reiga tidak sadar dengan apamyang ia lakukan. Pria itu hanya fokus pada komik detektif yang dibacanya.
Adelia berusaha tenang dan meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Ia memejamkan mata, memaksakan diri untuk tidur. Ia akan berpura-pura tidak tahu kalau Reiga berbaring di sebelahnya. Dengan begitu, tidak akan ada pembicaraan lanjutan.
Suara napas teratur yang memecahkan keheningan menarik perhatian Reiga. Pria itu melirik, lalu tersenyum. Adelia sudah tidur dengan nyenyak.
Reiga meletakkan kembali bukunya ke atas meja. Ia mematikan beberapa lampu, lalu kembali tidur di sebelah Adelia. Ia sama sekali tidak berniat ke lantai tiga sesuai dengan ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BURNING ESCAPE
Romance21+ Orang tua Adelia tidak bisa menerima perceraiannya. Adelia diusir dan tersesat saat ia berjalan tanpa arah. Ia hidup bersama orang-orang di dalam hutan yang sedang menjalankan sebuah misi. Adelia ikut bekerja di sana dan terlibat dalam hubungan...