Part 6

746 78 4
                                    

Pintu diketuk pelan. Aron melompat dari atas ranjang dengan spontan. Ia meraih pakaian dan mengenakannya. Ia tahu bahwa salah satu timnya datang. Sebelum keluar, Aron memastikan Adelia masih tidur dengan nyenyak. Ketukan pelan itu tidak akan membangunkannya.

Aron membuka pintu utama. Ia mendapati Henry berdiri dengan tatapan penuh selidik."Kau menginap di sini?"

Aron mengangguk."Bersama Adelia."

"Wah, luar biasa. Mobil pesananmu sudah datang. Kau mau pergi ke mana?"

"Mengantarkan Adelia pulang. Wanita sehalus dia tidak mungkin tinggal di sini, kan?" Aron tertawa kecil.

"Ahh, kau mengantarnya pulang? Aku jadi khawatir dengan hatimu setelah dia pergi."

Aron mendecak dan mendorong Henry. Ia menghampiri mobil yang dibawa Henry."Terima kasih. Aku akan ke Kota dalam beberapa hari."

"Aku tahu, berhati-hatilah. Kalau begitu aku pergi sekarang." Henry pamit pada Aron usai mengantarkan mobil.

Aron menutup pintu dan kembali ke kamar. Saat masuk ke kamar, ia melihat Adelia sudah berpakaian dengan wajah malu-malu. Sepertinya ia menyadari ada sesuatu yang salah terjadi semalam. Semalam pikirannya sedang kacau. Ia tidak paham dengan apa yang terjadi. Tetapi, ia akan melupakannya.

"Kau sudah bangun, ya."

"Aku mendengar kau sedang berbincang di luar."

"Oh, itu~temanku membawa mobil. Kita bisa pulang,"kata Aron dengan senang.

Adelia tersenyum lebar. Akhirnya ia bisa mendapatkan pertolongan. Secara spontan ia memeluk Aron."Terima kasih."

Aron membalas pelukan Adelia secara perlahan. Tiba-tiba saja ia merasa berat untuk mengantarkan Adelia pulang. Ia ingin wanita itu bersamanya lebih lama lagi. Namun, ia tidak boleh melakukan itu. Adelia memiliki kehidupan lain.

"Ayo kita ambil kopermu. Setelah itu kita langsung berangkat."

Adelia mengangguk dengan mantap. Mereka segera meninggalkan tempat itu dan pergi ke perkampungan. Aron menaikkan tas dan koper Adelia ke mobil. Setelah itu mereka menempuh perjalanan beberapa jam untuk sampai tiba di rumah orang tua Adelia.

Aron sangat mengenal komplek perumahan yang mereka kunjungi saat ini. Hanya saja ia tidak berkata apa pun.

"Ini rumah orang tuaku,"kata Adelia sambil membuka pintu mobil.

Aron ikut turun dan menurunkan koper-koper Adelia. Sementara Adelia memencet bel karena pagar terkunci.

Asisten rumah tangga datang dan menyapa Adelia."Non Adel?"

Adelia tersenyum."Iya, Mbak  ini Adel. Tolong bukakan pintunya."

Asisten rumah tangga itu celingukan. Ia menatap Aron yang menurunkan tas. Adelia melihat ke arah Aron."Mobil saya mogok, jadi, naik taksi." Wanita itu berbohong.

"Tapi, maaf, Non, saya tidak bisa membuka pintu. Ini permintaan Bapak."

"Ya sudah kalau gitu tolong panggilkan Bapak saja, Mbak, atau Ibu,"kata Adelia dengan nada putus asa. Apakah kesalahan yang ia lakukan negiti fatal, hingga ia tidak bisa masuk ke rumah yang ia tinggali sejak kecil.

"Mereka pergi ke nikahannya Mbak Ayu. Katanya sih Bapak dan Ibu ke sana seminggu."

"Oh~iya, ya, aku lupa. Tapi, masa saya nggak boleh masuk, Mbak? Saya nggak punya tempat tinggal."

"Maaf, Non Adel. Saya nggak berani. Saya juga nggak tega, tapi, lihat sendiri ada cctv."

"Ya udah, Mbak, nggak apa-apa. Aku pergi dulu." Adelia berjalan menjauh menghampiri mobil Aron. Pria itu duduk di dalam, memperhatikan Adelia.

Adelia membuka ponselnya dengan kecewa. Grup keluarga sangat ramai. Ia berpikir orang sedang mempertanyakan keberadaannya. Tetapi, ternyata mereka sedang membagikan momen kebersamaan saat pernikahan sepupunya itu terlaksana. Air mata Adel menetes. Ia tidak menyangka kalau keberadaannya akan diabaikan seperti ini. Perceraian bukanlah sesuatu yang ia inginkan.

Aron menghampiri Adel. "Kau kenapa? Kenapa tidak masuk?"

Adelia berjongkok sembari mengucek matanya yang perih. Ia tidak ingin menangis, tetapi, air matanya ingin terus keluar.

Aron membawa wanita itu masuk ke dalam mobil. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sepertinya Adelia mendapatkan penolakan lagi.

Adelia mengusap air matanya yang terus mengalir. "Aku tidak bisa pulang. Sepertinya aku harus menginap di hotel sementara. Lalu, aku akan mencari tempat tinggal lain yang lebih murah."

"Tapi, mencari tempat tinggal tidak semudah itu, kan?" Aron menghela napas berat. Ia kembali turun dan memasukkan koper Adelia kembali ke mobil.  Pria itu melajukan kendaraannya dengan pelan.

"Aron, maaf sudah merepotkanmu lagi. Aku minta tolong antarkan aku ke hotel saja. Setelah itu kau boleh pergi."

Aron mengangguk. Ia segera mencari hotel terdekat. Pria itu mengantarkan Adelia sampai ke kamarnya. Ia memastikan wanita itu mendapatkan tempat yang nyaman.

Adelia sedikit lega karena pada akhirnya ia memiliki tempat tinggal. Ia bisa mencoba menghubungi orang tuanya lagi nanti saat mereka kembali.

"Aron, terima kasih,"ucap Adelia. Ia merasa sudah sangat merepotkan pria itu.

"Yang penting kau sudah aman sekarang. Kau sudah ada di tempat yang kau kenal."

"Iya."

"Lalu, apa rencanamu selanjutnya?"tanya Aron. Ia melihat Adelia sedang kehilangan arah.

Adelia menggeleng. "Aku tidak tahu. Aku masih syok. Sepertinya aku akan tinggal beberapa hari. Lalu, aku mencari pekerjaan dan tempat tinggal baru yang murah. Seperti kost-kostan."

Aron mengusap rambut Adelia dengan lembut."
"Apa pekerjaanmu sebelumnya?"

"Arsitek. Aku berhenti bekerja setelah menikah,"jawab Adelia. Ia cukup menyesal karena harus resign karena menikah.

"Keren sekali!" Aron cukup kaget dengan pekerjaan Adelia. Ia pikir Adelia adalah orang yang bekerja dalam bidang keuangan.

"Kalau begitu, bagaimana jika kau bergabung di dalam tim kami." Entah kenapa Aron mengajak Adelia bergabung. Padahal mereka tidak sedang merekrut pekerja baru.

"Tim? Bekerja di mana?"

"Di perkampungan. Aku hanya bisa memberi tahu jenis pekerjaannya setelah kau setuju. Karena pekerjaan itu rahasia."

Adelia tidak ingin kembali ke tempat menyeramkan itu lagi. Lebih baik ia mencari pekerjaan di sini saja. Ia akan lebih tahu caranya bertahan hidup."Aku akan memikirkannya nanti. Terima kasih sudah menawarkan padaku. Aku ingin fokus menyelesaikan masalahku lebih dulu."

Aron tersenyum kecewa. Ia ingin Adelia kembali bersamanya. Namun, ia tidak akan bisa meminta atau memaksanya. Mungkin saja tempat itu memang tidak cocok untuknya."Ya sudah kalau begitu." Aron mengeluarkan kartu nama dan menyerahkan pada Adelia.

"Apa ini?"

"Kartu namaku. Mungkin saja kau membutuhkanku. Jika aku tidak ada di sana, minta saja mereka menghubungiku."

"Aron, terima kasih banyak."

Aron mengangguk."Kau harus istirahat, Adel. Jaga kesehatanmu."

"Kau langsung kembali ke perkampungan?"

"Tidak. Aku akan ke kantor dan menginap satu atau dua malam di sini. Setelah itu aku akan kembali ke perkampungan. Kalau begitu, aku pamit, ya?" Aron bersiap-siap pergi.

Adelia mengangguk."Terima kasih banyak. Maaf telah merepotkanmu." Wanita itu memberikan pelukan sebelum mereka berpisah.

Hati Aron terasa berat sekali. Ia tidak ingin meninggalkan Adelia, tetapi, ia sadar bahwa ia adalah orang asing. Entah mereka akan bertemu lagi atau tidak.

Aron meninggalkan gedung hotel dengan sedikit hati yang patah.

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang