Part 11

785 88 8
                                    

Suasana dalam kamar presidential suite itu begitu tenang. Aron tidur dengan nyenyak di atas ranjang empuk dan lembut. Sudah lama ia merindukan tempat tidur yang nyaman. Selama di perkampungan ia hanya tidur di ranjang yang keras.  Tetapi, semua itu akan terbayarkan jika misi mereka berhasil nanti.

Meski dalam keadaan nyenyak, pendengaran Aron sangat sensitif.  Itu adalah caranya bertahan hidup di perkampungan dari musuh. Nada akses pintu terbuka. Aron secara spontan membuka matanya. Sorot matanya berubah menjadi tajam. Pria itu bergerak perlahan. Ia membuka laci nakas, mengambil benda berwarna hitam lalu turun dari ranjang dengan hati-hati. Pria itu berjalan tanpa mengeluarkan suara. Ia bisa mendengar suara langkah orang yang masuk.

Aron menghampiri dengan menempelkan tubuhnya ke dinding. Aron menarik pelatuk. Saat mereka semakin dekat, Aron mengarahkan senjatanya.

Adelia memekik, matanya membesar ketakutan. Tubuhnya menegang. Sebuah pistol tepat di depan bola matanya.

"A-Adel?" Aron terkejut dan buru-buru menyingkirkan pistolnya. Adelia terduduk di lantai karena syok. Nyawanya hampir saja melayang.

Aron bersimpuh memegang kedua lengan Adelia."Ma-maafkan aku. Aku tidak bermaksud menggunakan pistol itu padamu. Aku pikir ada orang asing yang masuk."

Adelia memegang dadanya yang berdegup kencang. Ia tidak bisa berkata-kata untuk saat ini. Aron mengambil air minum dan memberikannya pada Adelia.

"T-thanks,"kata Adelia sembari mengembuskan napas lega. Ia bergeser mencari dinding untuk bersandar.

"Maaf, ya, kau pasti kaget." Aron merasa bersalah sekali. Ia meletakkan pistol di depan mata wanita yang sedang ia incar.

Mata Adelia terpejam."Kau juga kaget karena kedatanganku yang tiba-tiba. Aku juga minta maaf."

"Kenapa kau bisa masuk?"tanya Aron bingung. Yang memiliki akses masuk hanya ia dan James. Tidak ada yang boleh memberikan akses kepada orang lain, bahkan pihak hotel sekali pun. Sebab ini adalah hotel milik Kakeknya.

"Aku ke kantormu. Kau tidak ada di sana, lalu, James memberikan kartu akses masuk. Seharusnya aku memencet bel saja." Adelia mulai sedikit tenang. Namun, ia menyesal karena masuk begitu saja.

Aron meraih tubuh Adelia dan memeluknya."Tidak apa-apa. Aku yang salah."

"Kenapa kau menyimpan pistol di kamar?" Adelia sedikit menggerutu.

"Itu untuk menjaga diri. Aku tidak akan menggunakannya di depanmu lagi." Aron bangkit,"ayo duduk di sofa."

Adelia berjalan dengan gemetar. Ia mengedarkan pandangannya melihat kamar mewah itu. Jika dilihat dari tipe kamar, bukankah Aron adalah pria yang memiliki banyak uang.

Aron duduk di sebelah Adelia sambil mengusap-usap punggungnya. Ia yakin kalau Adelia belum tenang sepenuhnya. "Kenapa kau mencariku?"

Adelia menelan ludahnya. Sejujurnya ia sedikit malu untuk mengatakan hal ini. Saat di perjalanan, hatinya pun mendadak ragu. Apakah keputusannya untuk mengikuti orang asing ini adalah benar. Tetapi, ia tidak ada tempat lagi. Ia juga harus bekerja. Mencari kerja di usianya saat ini kemungkinan sedikit sulit. Jika pun ada, ia tidak langsung bisa mendapatkannya. Ia harus mengambil kesempatan di depan mata. "Apa tawaranmu masih berlaku? Aku ingin bekerja denganmu."

Mata Aron menyipit."Kenapa? Kau tidak berhasil menemui orang tuamu?"

Adelia mengangguk."Ceritanya sedikit rumit dan panjang. Tapi, aku sudah tidak punya tempat di sana. Aku harus melanjutkan hidupku sendiri."

"Bagaimana dengan mantan suamimu?"

"Aku meminta tolong padanya untuk meluruskan masalah ini. Tapi, dia tidak bisa. Jadi, aku akan melupakan yang terjadi. Aku akan memulai hidup baru. Jadi, apakah boleh aku ikut bekerja denganmu?" Tatap Adelia penuh harap. Semoga saja Aron tidak tersinggung karena ia menolak tawaran Aron sebelumnya.

Aron mengangguk-angguk mengerti. Ia turut bersedih atas apa yang terjadi pada Adelia. Tetapi, ia merasa senang karena Adelia menerima tawarannya."Aku akan pergi besok, jadi, kau bersedia ikut denganku?"

Adelia mengangguk."Iya, aku akan ikut."

Aron tersenyum senang."Baiklah."

"Aku akan mendapatkan gaji, kan?"

"Tentu saja. Jika memang gajinya tidak sesuai dengan harapanmu, aku akan memberikan sisanya."

"Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya memastikan aku akan punya uang. Aku hanya ingin menyambung hidupku."

Aron berdehem, lalu ia berpindah posisi duduk di seberang wanita itu."Aku akan bertanya sedikit, apakah kau bersedia tinggal di perkampungan itu? Kau sudah tahu medannya seperti apa. Di sana juga tidak ada jaringan. Listrik juga terbatas. Tapi, tentu saja kita tetap dapat mengakses listrik dan jaringan di lokasi tertentu."

Adelia mengangguk kuat."Aku bersedia. Aku akan menerima segala risikonya."

"Kita akan tinggal di sana beberapa bulan, lalu sesekali kembali ke kota ini. Jadi, kita harus punya banyak stok makanan,pakaian, alat mandi,alat tidur. Tapi, tenang saja~semua itu akan disediakan. Kau hanya perlu melengkapi keperluan pribadimu. Mungkin memperbanyak pakaian dalam dan pembalut. Atau hal lain yang ingin kau miliki saat ada di sana,"jelas Aron dengan serius.

"Sepertinya harus berbelanja sekarang, ya, karena kita harus pergi besok pagi." Adelia cemas karena waktunya terbatas.

"Aku pergi siang kok. Jadi, tiba di sana sore. Masih banyak waktu. Lagi pula kita naik kendaraan pribadi. Terlambat sedikit tidak masalah."

"Oh~" Adelia terkejut,"karena James mengatakan kau akan pergi pagi-pagi sekali. Jadi, kesempatan untuk menemuimu hanya malam ini."

Aron tertawa keras. Ia harus berterima kasih pada pria itu karena sudah membantunya. Dia memang pria yang cukup peka dengan situasi."Iya. Tapi, aku mengubah jadwal. Kita bisa berbelanja sekarang. Sekaligus mengambil barang-barangmu di hotel."

Adelia mengangguk."hmm itu artinya aku akan tidur di sini?"

"Iya. Kenapa? Kita sudah tidur bersama, kan? Lalu setelah ini kita akan menjadi lebih dekat." Aron bangkit mengambil ponsel dan kunci mobil. Tak lupa ia menyimpan pistol yang ia letakkan begitu saja.

Adelia menelan ludahnya. Dekat dengan pria lain setelah bercerai tidak ada dalam rencananya. Ia berpikir hubungannya dengan Aron hanya akan terjadi sesaat. Tapi, setelah ini ia dan Aron akan sering bertemu.

"Ayo kita pergi." Aron mengamit lengan Adelia.

Adelia mendongak, ia terlihat bingung dan gelisah. Pikirannya kacau dan terasa hampa. Semoga saja ia bisa melupakannya pelan-pelan.

Keduanya pergi ke pusat perbelanjaan. Sepertinya setelah ini Aron harus mengubah rencana. Awalnya ia berencana membawa satu mobil double cabin bersama sopir. Lalu, isinya dipenuhi dengan barang-barang yang akan dibawa. Lalu, sepertinya itu sudah cukup penuh. Hanya tersisa satu bangku kemudi dan satu bangku penumpang. Lalu, ada barang tambahan yang saat ini sedang dibeli oleh Adelia beserta koper-kopernya. Ia akan menambah satu unit mobil lagi.

Adelia melihat sebagian isi tabungannya terkuras untuk belanjanya hari ini. Ia tidak membiarkan Aron membayar apa yang ia beli. Pria itu sudah terlalu banyak berkorban untuknya. Ia sedikit tidak rela karena uangnya hampir habis. Mengingat betapa sulitnya mencari uang. Ia berharap setelah ini bisa langsung bekerja dan mendapatkan uang. Setidaknya ia sudah menyiapkan kebutuhannya selama beberapa bulan ke depan.

"Adel!" Panggil Aron. Pria itu pergi setelah Adelia menolak untuk membayar tagihan belanjanya.

"Ya?"

"Sudah selesai?"

Adelia mengangguk."Sudah."

"Ini aku belikan novel dan komik. Kamu bisa baca untuk mengisi waktu luang."

"Tap-tapi, itu terlalu banyak." Adelia menelan ludahnya. Ada dua kardus yang dibantu bawakan oleh petugas toko buku.

Pria itu hanya tertawa dan mengambil alih troly Adelia. Mereka segera pergi ke parkiran mobil.

BURNING ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang