Bab 2

812 96 18
                                    

"Tidak ada pernikahan yang benar-benar sempurna, yang ada hanyalah dua anak manusia yang mau saling melengkapi hingga akhir usia."

Irene melangkah keluar dari area lobby rumah sakit. Langkah kakinya tertuju ke satu mobil warna hitam yang tampak terparkir dengan gagahnya di deretan area parkir rumah sakit.

Langkah kakinya tentu saja mengundang banyak pasang mata untuk memperhatikannya, terutama saat dia memasuki mobil yang memang sangat sering terparkir di area parkir luar J-Hospital.

"Hah..." Irene menghela napas begitu duduk di sisi kanan Aksara yang memang sudah berjanji menjemputnya.

Matanya terpejam, wajahnya tampak kusut, menandakan banyak sekali hal yang harus di tanggungnya.

"Kenapa? Kerjaan bermasalah?"

Irene menggeleng dengan mata terpejam. "Hidupku yang bermasalah Sa." Celetuknya asal, membuat Aksara hanya bisa membuang napas berat.

"Seatbelt dipakai Rene!" Perintah Aksara pelan tetapi terdengar sangat tegas.

Irene melirik Aksara sekilas sebelum akhirnya menuruti perintahnya. Bagaimanapun juga, Aksara pernah kehilangan seseorang yang sangat dicintainya dalam kasus kecelakaan, membuatnya harus memproteksi semua orang yang berkendara bersamanya.

Besi hitam beroda empat itu melaju keluar dari area parkir J-Hospital. Pelan tapi pasti Irene dan Aksara memecah kemacetan saat jam pulang kerja. Rona sinar matahari yang berwarna oranye memperindah langit sore itu, menemani dua anak manusia dimana salah satunya sedang fokus mengemudi sementara wanita di kursi penumpang masih tampak gusar.

"Sa."

"..."

"Aksa!" Bentak Irene saat Aksara tidak merespon panggilannya.

"Apa sih Rene? Aku dari tadi disini lho gak kemana-mana. Kenapa?" Ujarnya tanpa mengalihkan fokus pandangan

"Kita harus buat perjanjian deh Sa."

Aksara terpaksa memecah konsentrasinya. Mata, ekstremitas atas dan bawahnya berfokus pada kemudi, sedangkan indra pendengarannya harus fokus pada sang calon istri yang masih tampak gusar di sampingnya.

"Perjanjian pra nikah?"

"Bukan Sa."

Aksara menghela napas. "Ya terus perjanjian apa Rene?"

"Perjanjian di antara kita berdua." Ujarnya menggebu, memaksa Aksara untuk mengerti tujuannya bahkan sebelum dia menjelaskan semuanya. Aksara menghela napas, dengan cepat dia arahkan kemudi mobil ke sisi kiri untuk menepikan mobil.

Aksara melepas seatbelt miliknya. Lelaki itu berbalik ke sisi kanan, menatap lurus ke arah Irene.

"Sekarang jelasin mau bikin perjanjian apa?" Ujarnya seraya menatap santai Irene yang duduk di sampingnya.

"Tidak mencampuri urusan masing-masing."

"Ya tergantung. Kalau urusannya bikin rumah tangga kita di ambang kehancuran ya gak bisa lah." Tolak Aksara santai, membuat Irene harus kembali memutar otak.

"Tidak tidur dalam satu kamar yang sama." Ujar Irene, membuat Aksara memandangnya dengan tatapan aneh.

"Bukannya dulu kita udah sering tidur satu kamar? Kenapa sekarang harus pisah?"

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang