Bab 11

730 112 25
                                    

Semua orang punya masa lalu, tetapi tidak semua harus diberikan kesempatan kedua.



Getaran ponsel di meja sisi ranjang Irene membuat dua anak manusia yang tidur dalam posisi berpelukan harus keluar dari alam mimpinya.

Aksara mencoba meraba ponselnya di meja.

"Halo.." Sapanya dengan suara parau, khas orang baru bangun tidur.

[Pak, anda dimana? Jam 9 ada rapat.]

Aksara menjauhkan ponselnya, berniat melihat siapa yang meneleponnya dengan suara menggebu sekaligus melihat jam.

"Satu jam lagi saya sudah di kantor." Elaknya setelah kembali meletakkan ponsel di telinganya.

[Tapi pak....]

Aksara mematikan sambungan telepon tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya. Saat Aksara kembali meletakkan ponselnya, lelaki itu baru sadar kalau semalam dia tidur di kamar Irene. Bukan, lebih tepatnya semalam dia tidur bersama Irene.

Matanya beralih ke sisi kirinya, wanita yang menggunakan lengannya untuk dijadikan bantal dengan posisi memunggunginya tampak masih terlelap, seolah tidak terganggu dengan suara telepon Aksara.

Dengan pelan, lelaki itu coba menarik tangan kirinya yang dijadikan bantalan oleh Irene. Bukannya bisa lepas, wanita di sampingnya justru berbalik. Tangannya memeluk tubuh Aksara dengan mata yang masih terpejam, wajahnya dia sandarkan dengan nyaman di dada bidang Aksara yang masih mengenakan kemeja kerja karena memang semalam lelaki itu tidak sempat berganti pakaian.

Satu kaki Irene naik di atas kaki Aksara, membuat laki-laki itu tampak panik karena bagian kaki Irene menyentuh sesuatu yang tidak seharusnya dia sentuh.

"Rene.." Aksara memanggil pelan sang istri sembari menggoyangkan tubuh Irene. Wanita yang merasa dibangunkan itu dengan susah payah berusaha membuka matanya.

Sisa-sisa kram di bagian perutnya belum hilang sepenuhnya, begitu juga dengan kesadarannya yang belum kembali seutuhnya.

"Boleh pindahin kaki kamu gak?" Pinta Aksara pelan ditengah dirinya yang sedang berusaha menahan sesuatu yang nyaris bangun karena bersentuhan dengan kaki Irene.

Irene yang sadar dengan posisi mereka segera menjauhkan tubuhnya, wanita itu bergegas duduk sembari melihat dirinya sendiri, mencoba memastikan bahwa semalam tidak terjadi apapun sebelum dia sadar bahwa dia sedang menstruasi dan nyaris pingsan semalam.

Aksara segera duduk, kakinya segera dia turunkan, membuatnya memunggungi Irene yang sedang duduk bersila di atas ranjang.

"Maaf mas." Ucapnya canggung saat tahu dimana kakinya tadi berada.

"Aku ke kamar dulu, mau mandi terus ke kantor." Ujar Aksara yang sebenarnya sama canggungnya dengan Irene.

Lelaki itu bergegas keluar dari kamar Irene. Helaan napas berhasil meluncur bebas dari bibirnya begitu tangannya menutup pintu kamar Irene.

Pagi itu, Irene terlihat sudah bersiap untuk ke rumah sakit, setidaknya itu yang ada di pikiran sang suami.

"Mau ke rumah sakit Rene? Udah beneran sehat?"

"Udah nggak papa kok mas." Ucapnya seraya duduk di kursi meja makan yang berada tepat di depan Aksara.

Makanan yang ada di meja sudah Irene siapkan sebelum wanita itu bersiap, jadi tidak heran saat Aksara duduk di meja makan, makanan sudah tersedia.

"Kamu yakin? Mas antar aja ya?" Aksara menelisik kemana sang istri akan pergi.

Irene menggeleng, senyuman cantik terlihat jelas di wajahnya. "Bolak balik kamu nanti. Aku naik mobil sendiri aja."

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang