Perjalanan 14 jam cukup menguras tenaga Aksara saat Gia beberapa kali merengek karena lamanya perjalanan yang mereka tempuh.
Begitu mobil mereka berhenti, Aksara berusaha menggoyangkan pelan lengan Irene yang sedang terlelap dengan bersandar di pundak Aksara.
Di sisi lain, Aksara juga sedang memangku Gia yang juga terlelap dalam di dalam pelukannya, membuatnya benar-benar tidak bisa bergerak saat menjadi tumpuan mantan istri dan putri kecilnya itu.
"Rene, bangun yuk." Ucapnya pelan seraya mencoba megusap tangan Irene yang sedari tadi ada di paha Aksara.
Suara pelan Aksara berhasil menarik Irene keluar dari alam mimpi. Wanita itu mengusap pelan matanya menggunakan punggung tangan sebelum mengedarkan pandangannya.
"Mas, kok ke rumah kamu?" Tanyanya begitu kesadarannya sudah benar-benar terkumpul sempurna.
"Ya mau kemana? Mau ke rumah kamu kan ya gak mungkin kamu urusin Gia sendirian?"
"Kan ada rumah mama sama papa mas?" Protesnya tidak terima.
"Rene, mama sama papa mertua masih di luar kota, baru pulang besok. Mba Ilona juga lagi di luar kota kan? Dan lihat, ini juga sudah jam 11 malam Rene. Masa aku ninggalin kamu berdua di rumah sama Gia?"
Irene hanya menghela napas. Wanita itu memilih mengalah karena ada Mario di bagian depan yang duduk tepat di samping driver.
"Ya sudah." Ucapnya dengan ekspresi yang Aksara tahu benar bahwa wanitanya sedang menahan amarah sekarang.
Mario bergegas turun dari mobil untuk membukakan pintu bagi Aksara.
"Nona Gia biar saya yang bawa pak." Ucapnya seraya mengulurkan tangan untuk menerima Gia yang masih dalam pelukan Aksara.
"Anda bantu presdir saja." Lanjutnya setelah menerima Gia dalam pelukannya.
Aksara bergegas beralih ke sisi pintu dimana Irene sudah bersiap untuk turun.
"Bisa?" Tanyanya begitu Irene berusaha untuk turun dari mobil.
Dengan langkah pelan, Aksara membantu Irene yang berjalan dengan menggunakan tongkat kurk di sisi kanannya.
"Kamu tidur di kamar bawah aja, biar gak perlu naik turun."
"Gia?"
"Tidur di kamar atas sama aku. Rumahku kan kamarnya cuma dua Rene."
Aksara membuka pintu kamar, langkahnya masih mengikuti ritme kaki Irene yang mendekat ke arah ranjang.
"Bukannya rumah kamu kamarnya ada tiga mas?"
"Yang satu aku jadiin gudang."
"Gudang?"
Aksara berlutut di depan Irene sembari membantu Irene melepas sepatunya.
"Lebih tepatnya ruangannya Gia. Semua kadonya Gia yang kamu kembalikan ke aku saat dia belum berusia satu tahun, aku simpan rapi disana."
Deggggggg
Jantung Irene terasa seperti berhenti sepersekian detik saat mengingat betapa gila dan egoisnya dia di masa lalu.
Ya, Irene tidak pernah mengizinkan Aksara untuk memberi kado kepada Gia, bahkan semua kado yang Aksara kirim sebelum Gia berusia satu tahun dia kembalikan semua tanpa ada satupun yang diterima.
"Sorry, waktu itu aku masih kacau banget soalnya mas." Ucapnya menyesal, membuat laki-laki yang masih berlutut itu mendongakkan kepalanya, membuat tatapan mereka bertemu.
Aksara hanya tersenyum, tidak ada kemarahan di sorot matanya. Lelaki itu cukup menyadari kesalahannya di masa lalu sangat fatal, jadi semua yang Irene lakukan padanya dia terima dengan lapang dada, walaupun semuanya terasa seperti hukuman yang tidak ada akhirnya bagi Aksara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Best Wedding
FanfictionIrene dan Aksara yang bersahabat semenjak bayi tiba-tiba harus menjadi sepasang suami istri akibat perjodohan karena mereka tidak juga menikah hingga usia mereka menginjak kepala 3. Entah pernikahan seperti apa yang mereka jalani, yang jelas apabila...