Irene menghela napas setelah masuk ke ruangannya. Ruangan yang hampir enam tahun lamanya dia tinggalkan. Semuanya masih bersih, semua masih berada di tempatnya tanpa ada satupun yang berubah, termasuk foto pernikahannya bersama Aksara.
Samar ingatannya kembali ke masa-masa sebelum dia menikah dengan Aksara. Senyuman tipis tertarik dari kedua sudut bibirnya saat mengingat dimana mereka membuat surat perjanjian di ruangan tersebut.
Surat perjanjian yang akhirnya mereka langgar hingga membuat seorang Gia bisa terlahir ke dunia.
Lamunannya pecah saat pintu ruangannya terbuka. Senyuman lembut dari seorang wanita yang terlihat memanjangkan rambutnya setelah hampir enam tahun tidak pernah Irene temui secara langsung.
"Welcome home Presdir." Sapa Erlin dengan tatapan berkaca-kaca layaknya seorang saudara perempuan yang sudah lama tidak bertemu secara langsung.
Irene tersenyum. Kedua tangannya dia rentangkan dengan lebar sebelum akhirnya wanita yang lebih muda darinya itu berjalan mendekat dan memeluknya.
Erlin tetaplah Erlin. Dia tetaplah seperti seorang gadis kecil di mata Irene walaupun sekarang statusnya adalah kepala sekertaris di J-Hospital.
Selama kepergian Irene, Erlin melaporkan semua hal kepada Irene. Bagaimanapun juga para Direktur tetap butuh persetujuan Irene saat harus memutuskan segala hal yang berkaitan dengan J-Hospital.
Hanya saja, bertemu secara langsung untuk pertama kalinya setelah kepergian Irene yang cukup lama tetap saja membuatnya rindu.
"Si anak baik." Puji Irene sembari mengusap punggung Erlin yang masih memeluknya.
Erlin mengurai pelukannya. Matanya memerah tanda dia menahan air mata, membuat Irene hanya tertawa kecil saat melihatnya.
"Kok nangis? Kenapa?"
Erlin menggelengkan kepala. "Presdir nggak akan kembali ke Belanda kan?"
Tatapan Irene seketika berubah menjadi sendu yang seolah-olah meminta maaf karena dia akan tetap kembali ke Belanda bulan depan.
"Gia cuma libur 6 minggu. Itu artinya bulan depan saya sudah harus kembali ke Belanda."
"Kenapa tidak disini saja presdir? Apa yang sebenarnya anda cari disana?"
Irene menghela napas seraya tersenyum lembut. "Hidupku disana Lin."
"Tapi hidup Gia disini Presdir." Ucapnya lirih yang berhasil membuat bibir Irene terkunci rapat setelahnya.
"Eyang kakung dan eyang putrinya disini. Tante dan om-nya disini. Bahkan papinya, sosok laki-laki yang selalu dia rindukan juga ada disini. Anda tidak kasihan dengan Gia?" Lanjutnya dengan tatapan sentimental yang seolah-olah tidak memberi izin Irene untuk kembali ke Belanda.
Irene hanya tersenyum. Hanya itu yang bisa dia lakukan kali ini. Erlin adalah orang yang sangat tahu bagaimana caranya untuk mendebat seorang Irene, itulah salah satu alasan Irene enggan berdebat dengannya saat dia sudah memutuskan sesuatu dimana mereka punya pandangan yang berbeda.
"Ada laporan untukku?" Tanyanya berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Erlin menggelengkan kepala. "Anda sedang cuti sampai bulan depan kan? Jadi tidak ada laporan apapun yang akan masuk sampai anda selesai cuti kecuali masalah darurat."
Irene hanya mengangguk. Erlin benar-benar tidak pernah mengganggunya saat sedang cuti, itulah alasannya dia tidak mau mengganti Erlin untuk menjadi sekertaris pribadinya.
Di tengah suasana diam mereka, tiba-tiba ponsel Irene berdering.
Dokter Araya
Nama salah satu dokter spesialis emergency yang berada di IGD.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Wedding
FanfictionIrene dan Aksara yang bersahabat semenjak bayi tiba-tiba harus menjadi sepasang suami istri akibat perjodohan karena mereka tidak juga menikah hingga usia mereka menginjak kepala 3. Entah pernikahan seperti apa yang mereka jalani, yang jelas apabila...