Bab 17

781 99 6
                                    

Irene tetap berkutat dengan ponselnya saat Aksara baru saja duduk di hadapannya, tentu saja setelah memesan soto.

"Ada masalah?"

"Hmm?" Irene mengangkat pandangannya. Wanita itu tersenyum simpul sebelum mengangguk kecil.

"Ada sedikit masalah di rumah sakit cabang." Jelasnya singkat. Matanya kembali beralih ke ponsel yang ada di meja yang berbalut plastik dengan tulisan salah satu merk minuman.

Telunjuknya sibuk menggeser layar ponsel, membuat lelaki di depannya hanya bisa diam tanpa berani membuat intervensi yang bisa mengganggu kegiatan sang istri.

Dua mangkuk berisi soto ayam lengkap dengan gambar ayam jago terhidang di depan Irene dan Aksara. Sesaat kemudian, dua gelas es teh tawar menyusul dihidangkan di hadapan mereka.

"Makan dulu sayang."

Irene kembali mengangkat pandangannya. Wanita itu diam bukan karena Aksara memanggilnya tetapi karena merasa ada panggilan yang berbeda untuknya dari lelaki yang duduk di depannya.

"Tadi kamu bilang apa mas?"

"Hmm?" Aksara mengangkat kedua alisnya.

"Makan dulu?"

Irene menggeleng. "Setelah itu."

Aksara mengerutkan keningnya. "Sayang?" Tanyanya ragu, yang hanya direspon dengan senyuman tipis oleh wanita di depannya.

"Kirain manggil sayangnya tadi malam doang." Ujar Irene lirih dengan tangannya yang sibuk meracik pelengkap untuk soto miliknya.

Aksara hanya tersenyum saat melihat respon malu-malu sang istri. Sejak semalam, lelaki itu mengetahui bahwa ada sisi berbeda dari wanita yang dikenalnya selama hampir 30 tahun itu.

Selama ini, Aksara selalu merasa Irene sangat menawan saat dalam balutan jas putihnya, atau bahkan saat wanita itu memimpin rapat atau memimpin operasi. Tetapi, sang istri yang semalam berada di bawah kungkungannya ternyata jauh lebih mempesona daripada yang selama ini dia lihat.

Masih jelas di ingatannya bagaimana sang istri menatapnya dengan sorot mata sayu, yang tentu saja sangat berbeda dengan tatapan tegas dan dingin yang selama ini selalu dilihat oleh banyak orang.

Pelafalan kalimat setiap ucapan yang keluar dari bibirnya selama ini juga selalu tegas, bahkan selalu berhasil mengintimidasi siapapun lawan bicaranya. Tapi semalam, untuk pertama kalinya Aksara mendengar rintihan hingga lenguhan nikmat dengan nada seksi yang masih terekam jelas di ingatan Aksara.

Irene menghela napas saat menyadari sang suami masih menatapnya dengan tatapan yang sama seperti semalam.

"Itu sotonya mau kamu makan nggak?" Ucapnya dengan tatapan tegas, yang tentu saja berhasil membuat Aksara sedikit kelabakan.

"Habis ini mas ada kerjaan nggak?"

Aksara menggeleng. "Aku libur. Kenapa?"

"Aku harus rapat di rumah sakit. Nggak papa kan?"

"Di situ?" Aksara menunjuk rumah sakit yang berada tepat di belakang Irene.

Irene hanya mengangguk. Tangannya masih sibuk menyuap setiap sendok soto ke mulutnya disaat ponselnya terus menyala karena group obrolan yang membahas tentang rapat darurat pagi itu.

"Tapi kamu pakai celana jeans sama t-shirt begitu?"

"Ada kemeja kok di mobil." Jawabnya santai saat sudah mendapatkan solusi dari masalah yang kemungkinan dihadapinya.

Irene memang hampir tidak pernah mengenakan jeans ataupun t-shirt saat ke rumah sakit, kecuali memang untuk tujuan darurat.

Entah itu kemeja atau blazer, wanita itu pasti akan memadupadankannya dengan celana bahan dan sepatu high heels, ya walaupun begitu sampai rumah sakit dia akan menggunakan scrub, sepatu kets dan juga jas dokternya.

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang