Bab 12

821 109 15
                                    

Irene keluar dari kamarnya dengan pakaian yang casual tapi cukup rapi lengkap dengan kacamata yang sepertinya dia gunakan untuk menutupi mata sembabnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Irene keluar dari kamarnya dengan pakaian yang casual tapi cukup rapi lengkap dengan kacamata yang sepertinya dia gunakan untuk menutupi mata sembabnya.

"Kamu mau kemana Ren?"

Irene menghentikan langkahnya tepat di tengah tangga saat Aksara baru saja keluar dari kamarnya.

"Pergi sama anak-anak." Jawabnya tanpa berbalik ataupun menoleh. Untuk saat ini, Irene benar-benar tidak ingin melihat wajah Aksara.

"Kemana?"

"Bukan urusan kamu."

"Aku suami kamu Ren."

Irene mendengus kesal mendengar Aksara yang hari ini sepertinya tidak bisa sama sekali untuk di ajak kerjasama. Wanita itu berbalik, pandangannya lurus ke arah Aksara yang berdiri di ambang pintu kamarnya dengan kedua tangannya yang berada di saku celana.

"Sejak kapan aku harus laporan semua hal ke kamu? Aku cuma mau pergi sama anak-anak, dan gak usah nunggu aku pulang. Aku mau tidur di rumah sakit malam ini."

Irene berbalik tanpa menunggu respon Aksara, membuat lelaki itu hanya bisa menghela napas saat Irene berjalan keluar dari rumahnya.

Sebenarnya tidak ada yang Aksara khawatirkan saat Irene pergi bersama teman-temannya, dia tahu benar mereka berempat cukup mumpuni kalau hanya harus mengurus sekitar 20 orang, tetapi mengingat kondisi Irene yang pergi dengan kondisi marah membuatnya sedikit tidak tenang.

******

Irene yang sudah duduk di meja bar di dekati oleh sosok lelaki yang tiba-tiba duduk di sampingnya.

"Sendirian aja?"

Irene meliriknya datar. "Sama teman-teman, tapi belum datang." Ujarnya seraya memainkan gelas cocktail di tangan kanannya.

"Mau saya temani?"

Irene kembali melirik ke arah tangan lelaki itu yang memberinya kartu nama. Satu sisi bibirnya tertarik saat melihat jabatan di kartu nama tersebut.

"Kepala bidang pemasaran?"

Lelaki itu mengangguk dengan ekspresi bangga pada dirinya sendiri.

"Tapi maaf, saya sudah menikah." Irene kembali mendorong kartu nama di hadapannya kembali pada si empunya. Wanita itu mengangkat tangan kanannya, menunjukkan cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya.

"Ayolah. Suamimu juga tidak ada disini kan? Malam ini kita bisa bersenang-senang, lalu besok pagi kau bisa kembali menjadi istri yang baik."

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang