Bab 4

991 114 17
                                    

Di dunia ini ada hal-hal yang hanya bisa dirasakan tetapi sulit untuk dijelaskan, salah satunya cinta.

Cinta tumbuh karena terbiasa. Beberapa orang meyakini akan hal itu, tetapi tentu saja tidak untuk Irene dan Aksara. Kebersamaan mereka semenjak kecil tidak membuat benih-benih cinta di antara keduanya tumbuh layaknya kisah-kisah sahabat yang menjadi cinta, setidaknya hingga hari ini.

Aksara yang baru saja kembali dari olahraga tanpa sengaja bertemu dengan sang ayah, laki-laki yang menyematkan status putra mahkota Dewanto.Corp padanya semenjak usia dini.

"Dari mana Sa? Kok masih di luar jam segini?"

Aksara mengangkat tangan kirinya, jam 06.25 tertulis jelas di layar smartwatch miliknya.

"Olahraga Yah." Jawabnya dingin dengan ekspresi datar.

"Irene kamu tinggal sendirian?"

"Dia masih tidur." Ujarnya santai, dengan tatapan yang dia edarkan ke sepanjang lorong hotel mewah yang suatu saat juga akan menjadi miliknya.

"Apa kata orang Sa kalau istrimu kamu tinggal di malam pengantin? Balik sekarang!"

Aksara menghela napas. Nada bicaranya datar, tetapi sorot matanya jelas terlihat tegas. "Daripada ayah ngurus rumah tanggaku, lebih baik ayah mengurus rumah tangga ayah sendiri." Ujarnya sarkas.

Di tempat lain, Irene sedang menggerutu. Wanita itu sedang bercermin, memastikan tidak ada tanda-tanda "penyerangan" dari Aksara semalam.

"Belum apa-apa dia sudah melanggar perjanjian." Gerutunya pada diri sendiri.

"Awas aja nanti balik kamar, habis dia." Lagi Irene sedang meurutuki Aksara yang bahkan orangnya masih entah ada dimana.

Suara sensor gagang pintu kamar menandakan seseorang masuk dari arah luar dengan kunci yang dibawanya, dan Irene yakin itu adalah Aksara. Dengan cepat ditutupnya piyama bermotif kelinci dengan celana panjang yang baru saja dia kenakan, menutup pakaian dalam berwarna maroon yang kali ini dia pilih sendiri dari dalam kopernya.

Irene yang baru saja keluar dari kamar sudah bersiap untuk menghabisi Aksara yang baru saja melemparkan tubuhnya di sofa.

"Aksa!" Panggilnya tegas, membuat sang pemilik nama berbalik ke arah Irene.

"Kenapa? Mau sarapan?" Tanyanya dengan nada datar, dengan ekspresi muram yang entah apa penyebabnya.

Irene yang semula ingin mempertanyakan tentang siapa yang menggantikan pakaiannya seketika mengurungkan niat. Dari sorot mata dan juga ekspresi Aksara, dia tahu benar ada yang salah dari suaminya.

"Are you okey?" Suara Irene memelan seiring kakinya yang mendekat ke arah sofa, tempat Aksara berbaring. Tatapannya sudah melemah, sudah tidak berkilat-kilat penuh emosi seperti sebelumnya.

Melihat Irene yang berdiri di sisi sofa membuat Aksara merubah posisinya dari tidur menjadi duduk, seolah memberikan ruang pada Irene agar bisa ikut duduk di sampingnya.

Aksara tersenyum, mengangguk. Bibirnya memang tersenyum, tetapi Irene tahu kalau senyuman itu hanya dipaksakan.

"Mandi dulu ya." Pamitnya pelan dengan tangan yang mengusap kepala Irene bersamaan dengan langkahnya yang bersiap menjauh dari sofa, tempat mereka baru saja berbincang.

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang