Irene dan Aksara yang bersahabat semenjak bayi tiba-tiba harus menjadi sepasang suami istri akibat perjodohan karena mereka tidak juga menikah hingga usia mereka menginjak kepala 3. Entah pernikahan seperti apa yang mereka jalani, yang jelas apabila...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Halo.." jawab Irene dengan suara ragu setelah menerima panggilan Aksara.
[Itu kaki kamu kenapa? Kronologinya gimana?] Tanyanya dengan suara yang jelas panik.
Irene menghela napas. "Jatuh di tangga rumah. Awalnya gak kenapa-kenapa, tapi setelah aku pakai visite malah bengkak."
[Rene... Rene, kamu tuh sekali aja gak bikin orang lain khawatir gak bisa ya?] Omel Aksara yang hanya bisa ditanggapi dengan helaan napas pasrah oleh Irene.
Baru sekitar sebulan yang lalu Aksara kembali pulang, tetapi sekarang dia harus memberitahu sang mantan suami kalau dia tidak bisa berjalan, setidaknya untuk beberapa minggu kedepan.
"Pengasuhnya Gia gak bisa nginep Sa, jadi kalau mulai sore aku agak kesulitan ngurus Gia. Aku mau minta tolong Hans buat jagain Gia tapi dia lagi ada seminar di London."
[Ngapain minta tolong Hans? Gia itu anak kita, bukan anaknya Hans. Kalau kamu gak bisa jaga dia, masih ada aku. Aku terbang kesana hari ini.] Irene tidak berani mendebat Aksara kali ini walaupun dia tahu benar nada bicara Aksara terdengar tidak terima saat wanita itu menyebut nama Hans.
"Kerjaan kamu gimana?" Jujur saja kali ini Irene merasa tidak enak karena harus mengganggu jadwal pekerjaan Aksa.
[Biar aku yang urus, pokoknya besok aku sudah sampai rumah. Ngerti?]
"Iya." Ujar Irene ragu sesaat sebelum Aksara mematikan sambungan teleponnya.
Aksara bergegas keluar dari ruangan. Langkahnya tergesa untuk mencari sosok Mario, laki-laki yang biasa mengurus semua hal berkaitan pekerjaan untuknya.
"Putra, Mario mana?"
"Di ruang rapat pak, sedang ada pertemuan dengan sut..."
Aksara meninggalkan Putra bahkan sebelum lelaki itu menyelesaikan penjelasannya.
"Buru-buru amat itu orang, dikejar setan apa gimana sih?" Gumam Putra sebelum kembali berkutat dengan pekerjaannya.
Aksara menuruni tangga gedung perkantoran dengan lima lantai tersebut, mencoba mencari sosok Mario.
Tepat saat Aksara sudah bisa melihat ruang rapat di lantai dua, Mario keluar dari ruangan tersebut dengan seorang sutradara yang juga dikenal baik oleh Aksara.
Setelah berbasa-basi sebentar, Aksara segera menarik Mario kembali masuk ke ruang rapat yang sekarang hanya diisi mereka berdua.
"Carikan aku tiket ke Belanda untuk hari ini dan tiket pulang besok lusa. Tunda semua jadwalku besok dan lusa. Bisa?"
"Tunggu pak.." Mario meminta Aksara menjeda semua perintahnya. Lelaki itu masih bingung dengan sikap Aksara yang terkesan sangat buru-buru.