Irene dan Aksara yang bersahabat semenjak bayi tiba-tiba harus menjadi sepasang suami istri akibat perjodohan karena mereka tidak juga menikah hingga usia mereka menginjak kepala 3. Entah pernikahan seperti apa yang mereka jalani, yang jelas apabila...
Suasana dingin mencekam terasa di dalam mobil yang hanya dihuni oleh sepasang suami istri. Irene yang masih berkutat dengan ponselnya terus menerus menghela napas, tanda tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginannya.
Di kursi kemudi, sang suami hanya meliriknya setiap kali helaan napas meluncur dari bibir istrinya. Aksara tahu benar, saat Irene seperti ini, akan lebih baik untuk tidak melakukan apapun.
Sesampainya di rumah, Irene melangkahkan kaki dengan cepat ke ruang kerja, meninggalkan Aksara yang berjalan di belakangnya. Aksara lagi-lagi tidak melakukan intervensi apapun. Lelaki itu membiarkan istrinya, seolah memberi ruang pada Irene untuk mengatasi masalahnya.
Waktu berlalu, matahari yang sebelumnya masih berada di atas kepala sekarang sudah mulai bersiap masuk ke peraduannya. Langit yang semula cerah mulai berwarna jingga, menandakan akan adanya perubahan waktu.
Aksara yang baru saja pulang dari gym masih tidak menemukan sang istri di area rumahnya, hal ini menandakan Irene masih berada di ruang kerjanya dan belum keluar semenjak dia tinggal olahraga.
Di ketuknya pintu ruangan Irene, membuat sebuah suara tegas memberi sahutan, meminta lelaki itu untuk masuk.
"Kenapa mas?" Tanyanya santai yang berbanding terbalik dengan Aksara.
Lelaki itu diam mematung saat melihat sang istri hanya mengenakan tanktop berwarna putih. Entahlah, seingatnya Irene tidak mengenakan tanktop itu saat berganti pakaian di rumah sakit tadi.
Rambutnya dia ikat ke bagian atas dengan asal, membuat beberapa rambutnya masih tertinggal di sisi kiri dan kanan wajahnya.
Sadar sang suami mematung, Irene segera mengambil kemeja yang dia letakkan tepat di sisi kanan meja kerjanya. Wanita itu segera mengenakannya sebelum sang suami benar-benar menelanjanginya.
"Maaf." Elak Aksara sembari menghela napas.
"Masih lama nggak kerjanya? Kalau masih lama aku masakin makan malam. Tapi kalau sudah mau selesai, gimana kalau kita makan malam di luar?" Tanyanya canggung saat sang istri mulai mengaitkan satu per satu kancing kemejanya.
"Maaf, tapi aku masih harus cek buku besar mas. Maaf ya." Jawabnya menyesal.
Aksara mengangguk, senyumannya tersungging tanda tidak ada kekecewaan walaupun sang istri harus berkutat dengan pekerjaan di hari libur yang sebenarnya sudah Aksara siapkan untuk mereka menikmati waktu berdua.
Lelaki itu bergegas kembali meninggalkan sang istri. Tidak ada protes ataupun ucapan kesal darinya. Bagi Irene, pasien dan rumah sakit selalu menjadi prioritasnya. Sisanya baru keluarga dan sahabat-sahabatnya, termasuk Aksara.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepanjang makan malam, tidak ada pembahasan apapun di antara mereka berdua. Irene walaupun tetap berkutat dengan ponsel di sela-sela makan, kecepatan makannya selalu lebih cepat dari Aksara, membuat lelaki itu hanya bisa menghela napas.