Bab 30

723 99 7
                                    

Ditemani dengan matahari yang mulai menyingsing ke sisi barat, Aksara yang ditemani Irene dan Gia memacu mobil menuju ke bandara. Ini adalah pertama kalinya Irene mengantarkan Aksara ke bandara untuk kembali pulang. Di sisi lain, ada anak perempuan yang sedang merajuk karena harus kembali jauh dari sang ayah.

Beberapa kali Aksara memijat lembut bagian lehernya, sedangkan Irene hanya meresponnya dengan lirikan singkat.

"Kenapa?" Tanyanya datar.

"Nggak papa. Salah posisi tidur kayanya semalam."

Semalam, posisi tidur mereka benar-benar tidak baik. Gia yang terbiasa tidur sendiri dengan tempat yang lumayan luas harus berbagi ranjang dengan Irene dan Aksara, membuat dua orang dewasa itu benar-benar harus tidur di tepi kanan dan kiri ranjang.

"Fokus nyetir aja mas." Perintah Irene dingin yang berbanding terbalik dengan sikapnya yang tiba-tiba memijat pelan bagian pundak hingga leher belakang Aksara.

"Sakit nggak?" Tanyanya seraya masih mencoba mengurangi rasa tidak nyaman di tubuh Aksara.

"Nggak. Masih tetap enak kok pijatan kamu." Ujarnya seraya melirik penuh arti ke Irene yang membuat sang lawan bicara membuang pandangannya ke arah lain dengan sorot kesal walaupun tangan kanannya masih terus memijat lembut leher Aksara.

"Mami..." Panggil gadis kecil yang sedang duduk di car seat miliknya dengan nada yang terdengar seperti rengekan.

"Apa sayang?"

"Ini beneran aku gak boleh ikut papi?" Rengeknya manja yang tentu saja seolah-olah menyulut api emosi dalam diri seorang Irene.

"Gianira Bratawari Dewanto, mami sudah gak mau ya bahas perkara kamu yang mau ikut papi pulang. Dari pagi lho kamu kaya gini." Ucap Irene tegas yang membuat gadis kecil itu mengerucutkan bibirnya tanda kesal.

"Udah Rene..." Aksara coba menengahi perdebatan yang tidak ada akhirnya semenjak kemarin malam.

"Ya masalahnya dari pagi mas dia rewel banget gini." Ujar Irene kesal sembari menjauhkan tangan dari pundak Aksara.

Kali ini Aksara benar-benar harus menjadi penengah ditengah keributan antara dua wanita yang di sayanginya itu.

"Nanti kalau Gia libur sekolah ya? Sekarang kan belum libur." Bujuk Aksara sembari tetap berusaha fokus mengemudi, tetapi sepertinya bujukannya tidak berhasil karena gadis kecil di bagian belakang itu masih tetap mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi kesal.

Sesampainya di bandara, Gia benar-benar tidak mau lepas dari gendongan Aksara. Gadis kecil itu sepertinya benar-benar mulai terbiasa dengan kehadiran sang ayah di rumah setelah hampir satu bulan penuh semua kegiatannya ditemani oleh kedua orang tuanya.

"Gia ayo turun, papi sudah waktunya boarding dek." Bujuk Irene yang tidak diindahkan oleh Gia. Gadis kecil itu bukannya berniat turun tetapi justru mengeratkan pelukannya di leher sang ayah.

"Gia..." Nada bicara Irene sedikit meninggi kali ini, membuat Aksara lagi-lagi harus menghela napas.

Aksara tidak tahu kalau Irene benar-benar menciptakan saingannya sendiri, bahkan keras kepalanya Gia benar-benar menurun sempurna dari sang ibu, membuat Aksara harus lebih memperluas lagi rasa sabarnya karena sekarang ada dua perempuan yang harus dia hadapi.

"Papi janji, nanti kalau Gia libur, papi juga akan libur kerja. Jadi kita bisa main-main. Oke?" Bujuknya pelan yang berhasil membuat gadis kecil itu mengendurkan pelukannya.

"Tapi mami gak pernah libur." Jawabnya kesal seraya melirik Irene dengan tatapan kesal, yang tentu saja membuat Irene harus menaikkan kedua tangannya di pinggang, tanda dia tidak setuju dengan pemberontakan sang putri.

"Ya mami kan memang kerja dek." Irene membela dirinya saat Gia coba memprovokasinya di depan Aksara.

"Rene sudah." Ujar Aksara pelan sembari menggeleng kecil.

"Gia, mami kan harus kerja nak, mami harus menyelamatkan orang banyak. Gia tahu itu kan?" Aksara mencoba untuk berbicara dengan selembut mungkin agar gadis di gendongannya itu bisa mengerti.

Kali ini Gia mengangguk walaupun ekspresi kesal belum hilang dari wajahnya.

"Nanti kita atur jadwal biar waktu Gia libur sekolah, mami juga bisa libur kerja, papi juga bisa libur kerja. Jadi kita bisa liburan bertiga. Ya kan mami?" Aksara melempar keputusan ke arah Irene yang tentu saja mendapat tatapan tajam dari sang mantan istri.

Irene benar-benar tidak mau lagi menghabiskan waktu bersama Aksara, tetapi sekarang lelaki itu justru membuat janji kepada Gia kalau mereka akan liburan bertiga.

"Tuh, mami gak mau kan pi?" Ujar Gia dengan nada kesal. Kali ini Irene benar-benar merasa terpojok dengan serangan dari dua orang di depannya.

"Ya sudah iya. Nanti kita liburan bertiga." Ucap Irene yang benar-benar merasa kalah telak kali ini.

"Tuh, Gia dengar kan? Mami mau liburan tapi ya harus di sesuaikan dulu jadwalnya. Jadi jangan rewel, jagain mami selagi papi gak disini, begitu nanti libur kita liburan bareng, oke?"

"Promise?"

Aksara mengangguk. "Papi janji. Tapi sekarang Gia nurut dulu sama mami, jagain mami selama papi gak disini. Oke?"

Gadis kecil itu tidak memiliki pilihan lain selain hanya menuruti kemauan papinya.

"Peluk dulu." Ujar Aksara lembut berusaha untuk meredam rasa kesal di hati putri sematawayangnya itu.

Kecupan sayang Aksara berikan di kedua pipi Gia dan juga keningnya, begitu juga si kecil yang tampak mencium gemas sang ayah bahkan terkesan enggan melepasnya.

"Papi..." Panggilnya saat Aksara menurunkan tubuh kecilnya dari gendongan.

"Kenapa?"

"Gia doang yang di kiss? Mami nggak?"

Kali ini Aksara dan Irene saling bertukar tatap dengan canggung.

"Can i?" Aksara mencoba meminta persetujuan. Irene yang tampak ragu akhirnya mengangguk kecil, membuat kaki lelaki berstatus mantan suaminya itu melangkah kecil untuk meraih kepala Irene sebelum memberikan kecupan di kening.

Cukup lama, tetapi entah kenapa tidak ada penolakan dari Irene untuk kecupan kali ini.

Irene menghela napas begitu Aksara melepas ciumannya, begitu juga dengan Aksara yang kembali mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dengan sang mantan istri yang semalam memberinya penolakan dengan jelas dan tegas.

Tidak ada lagi protes dari Gia setelahnya. Gadis cantik itu dengan berat hati harus melambaikan tangan kepada papinya. Beberapa kali juga gadis itu memberikan ciuman jarak jauh yang tentu saja dengan senang hati di balas oleh Aksara.

Sepanjang perjalanan pulang, Irene yang duduk di kursi penumpang tepat di samping Gia beberapa kali tampak menghela napas. Wanita itu memilih menelpon rumah sakit agar mengirim driver untuknya dan Gia.

Satu bulan terbiasa semua hal di urus oleh Aksara, sekarang tiba-tiba Irene seperti tidak bisa melakukan apapun sendiri. Dia benci saat-saat harus bergantung pada orang lain seperti ini.

"Mami, are you okay?"

Irene menoleh, beradu tatap dengan putri kecilnya sebelum tersenyum dan menganggukkan kepala.

Di sisi lain, laki-laki yang sedang menikmati penerbangan dengan posisi duduk tepat di samping jendela tampak sesekali menarik kedua ujung bibirnya.

Otot-otot di rahangnya benar-benar tidak bisa dia kendalikan setiap kali mengingat kecupan lembut yang beberapa saat lalu dia berikan untuk Irene.

Rasanya masih sama.

Itulah yang ada di pikiran Aksara sekarang. Rasa deg-degan dan bahagianya masih sama seperti saat pertama kali mereka berciuman di vila, sekitar tujuh tahun yang lalu.

Tunggu Rene, aku akan membawamu pulang kembali sebagai istriku.

Gumamnya pada diri sendiri seraya menyandarkan punggungnya.



tbc...

-Selamat hari Senin teman-teman, selamat makan siang buat yang lagi jam istirahat kerja 😁-

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang