Bab 46 (Ending)

800 87 22
                                    

Dengan rambut yang masih setengah basah, Irene duduk di antara Aksara dan Gia. Mereka duduk mengitari meja bulat yang ada di sisi kiri, sisi dinding kaca yang mengarah langsung ke arah tengah kota.

"Mami sakit?"

"Hmm?" Irene menaikkan kedua alisnya.

"Mami kaya kurang tidur. Mami semalam kerja? Mami ke rumah saki?" Rentetan pertanyaan dari Gia hanya dijawab dengan helaan napas oleh Irene. Lirikan matanya beralih ke Aksara, memberi tanda lelaki itu agar menjawab pertanyaan-pertanyaan sang putri yang lebih mirip seperti sebuah interogasi.

"Mami semalam ada pekerjaan sama papi sayang, makanya jadi ketiduran di kamar lain. Kami gak mau ganggu tidur kamu. Iya kan mi?"

Irene tersenyum canggung sembari mengangguk. Gia memang luar biasa cerdas, setidaknya untuk anak seusianya; membuat Irene sebagai ibu terkadang sedikit kewalahan untuk merespon setiap rasa ingin tahunya.

Irene mengais gelas berisi air putih ; menenggaknya cepat saat tidak tahu lagi harus memberi respon seperti apa dengan pertanyaan ajaib putrinya.

Berbeda dengan Irene, Aksara justru sibuk membantu sang putri yang masih sibuk dengan sarapannya.

"Nggak makan sayang?"

Irene menggeleng dengan tatapan malas. "Lebih butuh tidur daripada makan." Ujarnya sarkas seolah menyalahkan Aksara yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman.

"Kan keputusan bersama sayang." Aksara membela diri yang tidak digubris oleh Irene.

"Besok aku kayanya harus ke dokter ortopedi."

Aksara menoleh, keningnya mengernyit tanda tidak mengerti. "Kenapa ke ortopedi?"

"Tulangku rasanya gak nyatu sama badan." Ucapnya sarkas dengan lirikan tajam, yang lagi-lagi membuat Aksara menghela napas karena merasa disalahkan dari semua yang terjadi semalam.

"Kan kamu juga menikmati." Ucap Aksara pasrah saat Irene menumpahkan semua kesalahan padanya.

"Ya kalau gak menikmati berarti kamu mainnya gak hebat mas."

Aksara diam. Kedua alisnya terangkat dengan telunjuk yang menggaruk pelipis kanannya, tentu saja helaan napas pasrah menjadi pengiringnya.

Hari berganti, segala kerumitan tentang kepindahan Gia harus dihadapi oleh Irene dan Aksara. Belum lagi jadwal pekerjaan Aksara dan Irene yang terkadang membuat keduanya sulit bertemu; tidak jarang keduanya bahkan bertemu di rumah sudah dalam keadaan sama-sama lelah hingga benar-benar tidak memiliki waktu walau hanya untuk sekedar berbincang.

Siang ini, Irene yang kembali menjabat posisi tertinggi di King Hospital sedang memimpin rapat rutin bulanan semua bagian di rumah sakit.

Ponselnya beberapa kali bergetar, sebuah pesan dari Aksara yang mengatakan kalau Gia ingin mereka makan siang bertiga begitu Gia pulang dari sekolah.

Maaf mas, aku masih rapat.

Irene mengirim pesan singkat itu sebelum kembali mengarahkan pandangan ke arah moderator yang menjelaskan tentang tema rapat mereka siang itu yaitu pelayanan cepat dan tanggap di poli rawat jalan.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang saat rapat berakhir, menandakan semua orang butuh mengisi perutnya dengan makan siang. Irene yang akan beranjak dari duduknya tertahan untuk sementara waktu saat Cantika menahan tangannya.

"Duduk dulu, mau bicara sebentar." Ucapnya pelan, membuat sang lawan bicara hanya menuruti tanpa bertanya lebih jauh.

Cantika menggeser kursinya untuk sebisa mungkin memutus jarak di antara keduanya.

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang