Bab 29

578 69 32
                                    

Sebulan sudah Aksara mengemban tugasnya sebagai ayah yang sesungguhnya. Besok, lelaki itu harus kembali terbang pulang, yang berarti mungkin tiga atau empat bulan lagi Aksara baru bisa kembali bertatap muka dengan putrinya.

"Mami..."

Irene mengalihkan pandangannya. Gadis cantik dengan rambut yang dikuncir dua itu tampak berdiri di samping kulkas dapur, tempat Irene sedang membuat makan malam.

Irene yakin yang mengikat rambut putrinya adalah sang mantan suami. Karena apabila Irene atau pengasuhnya Gia yang mengikatnya, warna ikat rambutnya akan senada, sedangkan sekarang? Sisi kirinya berwarna biru muda dan sisi kanannya berwarna biru tua.

Aksara sangat buruk dalam hal pemilihan warna, termasuk untuk ikat rambut putrinya.

"Can we come home with papi?"

Irene terdiam. Ini adalah pertama kalinya anak kecil itu meminta untuk ikut pulang bersama ayahnya.

"We can't." Jawab Irene tegas, membuat Gia mengerucutkan bibirnya tanda kesal.

"Why mami?" Rengeknya tidak terima dengan jawaban sang ibu.

Irene menghela napas. Wanita itu mematikan kompor saat tumis bihun udang miliknya sudah matang sebelum berbalik ke arah Gia.

"Mami nggak libur sayang, dan kamu juga nggak libur kan?"

Gia menghela napas. "Mami come on..." Ucapnya resah yang membuat Irene terhenyak karena anak kecil berusia 5 tahun itu tiba-tiba bersikap layaknya anak remaja.

"Aku libur sekolah, tapi mami selalu kerja." Protesnya singkat selayaknya anak berusia lima tahun.

"Ya karena pekerjaan mami gak ada liburnya dek. Nanti deh, kalau mami bisa libur panjang dan Gia lagi libur sekolah, kita pulang buat ketemu eyang kakung dan eyang putri."

"Liar."

"Gia!" Irene menaikkan sedikit nada bicaranya saat Gia menuduhnya sebagai pembohong.

"When did you have time for me when I was holiday? Never mami." Ucapnya kesal dengan kedua tangannya yang dia silangkan di depan dada, sama persis seperti yang biasa Irene lakukan saat sedang marah atau kesal.

Irene menghela napas lalu mendekat ke arah Gia. Wanita berambut panjang itu berlutut, mencoba mensejajarkan tingginya dengan tinggi tubuh sang putri.

"Oke, nanti kalau kamu libur sekolah, mami juga akan cuti panjang. Satu bulan kita di rumah eyang kakung dan eyang putri, kita berkunjung ke rumah oma dan opa, ya?" Irene coba menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti putrinya walaupun dia juga tidak yakin Gia sudah paham seberapa lama waktu satu bulan yang disebutkannya.

"Promise?" Tanya gadis itu dengan tatapan menelisik. Jari kelingkingnya dia angkat, seolah meminta sang ibu untuk berjanji menggunakan jari kelingking.

"Mami janji." Jawab Irene mantap seraya menautkan kelingkingnya dengan kelingking Gia.

"Ngobrolin apa? Serius banget?"

Gia menoleh, begitu juga dengan Irene. Gadis kecil itu berlari ke arah Aksara yang tentu saja langsung ditangkap oleh Aksara.

"Ngobrolin apa sayang sama mami?" Tanya Aksara pelan sembari menggendong Gia.

Gadis kecil itu mendekatkan wajahnya ke arah telinga Aksara. Tidak ada suara yang keluar dari bibirnya, tetapi Irene tahu benar di balik tangan mungilnya yang menutupi sisi kiri bibirnya itu, Gia sedang membisikkan sesuatu kepada papinya, yang membuat ekspresi Aksara berubah, seolah-olah terpesona dengan semua hal yang dikatakan oleh putrinya.

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang