Bab 7

769 104 45
                                    

Jodoh adalah takdir yang bisa dipilih. Dan saat namamu yang disebutkan, dengan yakin aku sudah mengiyakanmu untuk menjadi takdirku.


Aksara masuk ke rumah setelah sekitar empat puluh lima menit meninggalkan rumah tanpa alasan yang jelas. Lelaki itu masuk membawa sebuah bungkusan kantong plastik di tangan kanannya, membuat wanita yang sedang di dapur hanya menatapnya datar.

"Apa itu mas?"

"Mie ayam Rene."

Aksara meletakkan mie ayam di atas meja bar. "Minta tolong mangkok dong." Pintanya lembut. Tangannya dengan lihai mengeluarkan dua bungkus mie ayam dari kantong plastik yang di bawanya.

"Beli dimana?" Irene menyerahkan dua mangkok yang ditumpuk jadi satu.

Aksara menaikkan pandangannya, bibirnya tersenyum tipis saat menerima mangkok dari Irene. "Terimakasih." Ujarnya singkat.

"Kebiasaan nggak dijawab." Gerutu Irene saat Aksara tidak merespon pertanyaannya.

"Beli di depan SMA Ren. Tempat kita dulu biasanya jajan kalau pas aku jemput kamu pulang sekolah." Jawabnya sembari menuangkan mie ayam ke mangkok.

"Emang masih buka jam segini?" Tanyanya menelisik, takut-takut Aksara hanya membodohinya karena memang biasanya mie ayam tersebut tidak pernah buka sampai sore, apalagi sampai malam seperti hari ini.

"Masih. Masih banyak tadi. Katanya sekarang gak serame dulu."

Irene mengerutkan kening. "Kenapa? Bukannya mie ayam disana enak?"

"Anak-anak SMA sudah jarang yang jajan mie ayam waktu pulang sekolah. Mereka lebih milih makan di cafe atau resto." Jelasnya seraya mengambil dua pasang sumpit yang masing-masing dia letakkan di mangkok di hadapannya.

"Tadi ibuknya nanyain kamu, katanya "sekarang gimana kabarnya temen kamu dulu mas?"

"Terus kamu jawab apa?"

"Udah aku jadiin istri Bu." Ujar Aksara santai sembari mengangkat masing-masing mangkok di kedua tangannya yang tanpa Aksara sadari ucapannya berhasil memaksa Irene untuk menahan otot-otot di bagian rahangnya agar tidak tertarik untuk tersenyum.

"Mas, mau dibawa kemana?"

"Meja makan lah. Masa aku mau biarin istriku makan sambil berdiri?" Tanyanya sembari berjalan menuju meja makan yang hanya berjarak beberapa langkah dari dapur.

Irene hanya diam, kata "istriku" yang terucap dari bibir Aksara entah kenapa membuat dadanya terasa berdebar, sama persis seperti saat bibir mereka bersentuhan tadi pagi. Entah kenapa juga wanita itu merasa wajahnya memanas padahal AC rumah Aksara cukup dingin.

"Kamu buat apa sih itu?"

"Ha? Oh itu.." Irene mencoba untuk kembali ke alam sadarnya. "Mau buat teh sih tadi. Mas mau teh?"

Aksara menggeleng. "Air putih aja Rene."

"Tadi mama kesini mas." Ujarnya lirih dengan sorot mata ragu karena tiba-tiba merubah pembicaraan mereka yang sudah mulai hangat.

Tangan Aksara seketika berhenti saat Irene menyebut kata mama. Kepalanya masih berpikir, siapa sosok mama yang dimaksud oleh Irene?

Best WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang